LOGINNozela mencebikkan bibirnya sambil melirik William yang sok perhatian padanya, saat piring dengan steak yang sudah dipotong dadu itu digeser ke depannya, Nozela segera menyikut pelan perut William.
William hanya menampilkan senyum terbaiknya, dia bahkan mengabaikan rasa nyeri diperutnya akibat sikutan dari sahabatnya itu. Nozela kurang puas dengan ekspresi yang ditampilkan William. Bisa-bisanya cowok itu tak merasa sakit sama sekali. "Tck, ngeselin." Gumam Nozela. "Ini namanya perhatian, lo nggak suka?" Nozela melirik William dengan raut wajah datar. "Lo perhatian kalo ada mereka aja. Kalo cuma kita berdua lo selalu nindas gue." "Mana ada?" "Mini idi." Ucap Nozela menirukan ucapan William. "Lo lama-lama bikin naik darah ya." Ucap William. "Tuh kan tuh kan, udah mulai keluar sifat aslinya." Tunjuk Nozela menggunakan garpu ditangannya. "Ehem."Nozela mencebikkan bibirnya sambil melirik William yang sok perhatian padanya, saat piring dengan steak yang sudah dipotong dadu itu digeser ke depannya, Nozela segera menyikut pelan perut William. William hanya menampilkan senyum terbaiknya, dia bahkan mengabaikan rasa nyeri diperutnya akibat sikutan dari sahabatnya itu. Nozela kurang puas dengan ekspresi yang ditampilkan William. Bisa-bisanya cowok itu tak merasa sakit sama sekali. "Tck, ngeselin." Gumam Nozela. "Ini namanya perhatian, lo nggak suka?" Nozela melirik William dengan raut wajah datar. "Lo perhatian kalo ada mereka aja. Kalo cuma kita berdua lo selalu nindas gue." "Mana ada?" "Mini idi." Ucap Nozela menirukan ucapan William. "Lo lama-lama bikin naik darah ya." Ucap William. "Tuh kan tuh kan, udah mulai keluar sifat aslinya." Tunjuk Nozela menggunakan garpu ditangannya. "Ehem."
"Mau kemana pah?" Tanya Nozela pada papanya yang sudah berpakaian rapi. "Loh, kamu belum siap-siap Jel?" Nozela menggelengkan kepalanya lalu duduk di sebelah Andito. "Emang mau kemana pah?" "Kita kan mau makan malam sama Om Jimy dan Tante Mona, emang mama nggak bilang sama kamu?" Nozela kembali menggeleng. "Enggak." "Hei, tadi waktu kamu habis dari dapur. Kamu jawab iya kok tadi." Ucap Tiara yang baru saja datang. Nozela mengerutkan keningnya. "Kapan? Ojel nggak denger kok." "Kamu tuh ya, sana ganti baju." Ucap Tiara. Nozela melemahkan bahunya, tangan Andito terangkat untuk mengelus kepala putrinya. "Sana ganti baju, dandan yang cantik ya." "Iya pah." Nozela segera pergi dari ruang keluarga, dia kembali masuk ke dalam kamarnya. Nozela melihat paper bag diatas ranjangnya, dia mendekati ranjang itu lalu mengeluarkan isi da
Siang harinya, Nozela mengajak Thalia pergi ke cafe dekat kampus untuk makan siang. Meski keadaan keduanya masih canggung, namun Nozela bukan tipe yang suka marahan lama, dia tak tahan saja jika harus saling diam dengan orang terdekatnya. "Pesen Tha." Ucap Nozela menyodorkan buku menunya. "Pasta sama minumnya lemon tea ice kak." Ucap Thalia. "Samain aja kak." Ucap Nozela. Setelah pelayan mencatat pesanan mereka, dia pun pergi. "Ujian tinggal seminggu lagi anjir." Ucap Nozela. Thalia mengangguk. "Iya, nggak kerasa ya." "Eh Jel, gue mau tanya sesuatu nih. Tapi lo jangan marah ya." "Tanya apa Tha." "Ini soal cowok yang nyamperin lo waktu itu." Nozela menatap Thalia serius. "Drake maksud lo." "Gue nggak bermaksud apa-apa Tha, lo jangan salah paham." Nozela tersenyum sambil mengangguk. "Iya, santai aja kali."
Seluruh mahasiswa dan mahasiswi kampus XXX sedang menjalani ujian tengah semester. Beberapa mahasiswa ada yang memutuskan untuk belajar di depan kelas, perpustakaan bahkan taman sekitar kampus. Termasuk Nozela dan Thalia, mereka sedang berada di kantin untuk makan sekalian mengulas materi yang mungkin keluar saat ujian nanti.Sambil menyedot jusnya, mata Nozela bergerak ke kanan dan ke kiri, membaca setiap tulisan yang ada dibuku catatannya. Di sampingnya, Thalia sedang mengerjakan contoh soal sebagai bahan literasi untuk menguji kemampuan ingatannya."Selesai."Nozela menoleh ke arah Thalia yang nampak tersenyum sambil melihat lembaran soal di depannya.Gluk.Nozela menelan sisa jus di mulutnya. "Kenapa kita nggak sekelas sih Tha?""Ya mana gue tahu Jel, tanya aja sama bagian registrasi kampus. Protes sono, kenapa kita nggak satu kelas." Jawab Thalia sambil memasukkan roti ke dalam mulutnya.Nozela menghembuskan nafas p
Drrtt Drrtt Drrtt Clarissa yang tengah bersantai di tepi kolam renang merasa terganggu dengan getaran ponselnya. Dia mengambil ponselnya yang tergeletak di meja sebelahnya. Dia mengerutkan kening saat melihat nomor baru terus menelponnya. "Ini siapa sih? Iseng banget." Clarissa menolak panggilan itu lalu kembali meletakkan ponselnya ke meja. Namun baru beberapa detik, ponselnya kembali bergetar. Dia melakukan hal yang sama selama tiga kali, menolak panggilan yang menurutnya tak penting itu. Tapi sepertinya si penelpon tak kapok, dia terus menghubungi Clarissa hingga membuat Clarissa muak. "Brengsek, ganggu banget." Clarissa memutuskan mengangkat panggilan itu. "Halo. Ini siapa sih ganggu banget?" "Halo Clarissa." Clarissa menjauhkan ponselnya dari telinga saat mendengar suara tak asing disebrang telepon. "Drake." Gumamny
"Jangan bercanda Jel." Nozela menatap William dengan tatapan tegasnya. "Gue nggak bercanda Liam. Clarissa sendiri yang bilang kaya gitu sama gue tadi pagi." "Tapi kalian udah sahabatan lama Jel." "Sahabat nggak bisa menjamin perasaan seseorang Liam." William terdiam, dia mulai memikirkan kata-kata Nozela. Jika yang dikatakan Nozela benar, dia tak menyangka jika Thalia akan menyukai pacar sahabatnya sendiri. Nozela menyandarkan tubuhnya ke kursi, wajahnya menghadap ke William yang tengah berpikir keras. Sepertinya William sama terkejutnya dengan dirinya. "Berarti, Clarissa tau sesuatu Jel." Ucap William sambil menoleh ke Nozela. Nozela mengangguk pelan. "Gue juga mikirnya gitu. Tapi lo tahu sendiri kan gimana hubungan kita, mana mungkin gue mau tanya langsung sama dia. Pasti dia bakal ledekin gue." William merubah ekspresinya menjadi datar. "Yang lo omongin itu cewe







