LOGINDi ruang kerja CEO yang kedap suara, ketegangan terasa begitu nyata hingga udara seolah sulit untuk dihirup. Daniel masih berdiri menatap jendela, sementara di layar televisi, analis ekonomi mulai mempertanyakan kredibilitas kepemimpinannya karena memilih tunangan yang dituduh sebagai agen ganda.
"Daniel, lihat aku," suara Alya memecah keheningan. Ia tidak lagi gemetar. Suaranya tenang, tipe ketenangan yang biasanya muncul sebelum badai besar.Daniel berbalik, matanya merah karena amarah yang tertahan. "Kita akan melawan mereka, Al. Aku sudah menyuruh Raka mengumpulkan bukti untuk konferensi pers.""Tidak akan sempat," potong Alya cepat. Ia berjalan menuju meja kerja Daniel dan meletakkan sebuah map hitam. "Itu surat pengunduran diriku. Bukan hanya sebagai COO, tapi juga sebagai asisten pribadimu. Secara efektif, mulai detik ini, aku bukan lagi bagian dari Arkana Corp."Daniel tertegun, lalu tertawa getir. "Kau bercanda? Aku baru saja memakaikan cincin ini di jarimuAlya perlahan melepaskan cengkeraman tangan Daniel di bahunya. Ia mundur satu langkah, menciptakan jarak yang terasa lebih lebar dari sekadar ruang di antara mereka. Tatapannya penuh luka, namun keputusannya sudah bulat."Daniel, justru karena aku mencintaimu, aku tidak bisa membiarkanmu menghancurkan dirimu sendiri demi aku," bisik Alya."Apa maksudmu, Al? Kita sudah mendapatkan buktinya! Aris sudah kalah!" Daniel mencoba meraih tangan Alya lagi, namun Alya menghindar."Aris hanyalah pion, Daniel. Foto-foto itu... itu hanya pembuka. Kau tidak tahu siapa yang sebenarnya berada di balik sisa-sisa Vortex. Jika aku tetap di sisimu, mereka akan terus menggali, terus menyerang, sampai mereka menemukan celah yang benar-benar bisa membubarkan Arkana Corp," Alya menatap cincin di jarinya dengan getir. "Selama aku ada di jangkauanmu, kau adalah sasaran empuk."Alya melepas cincin berlian biru itu dan meletakkannya di atas laptop yang berisi data kejahatan Aris. "Gunakan data
Di ruang kerja CEO yang kedap suara, ketegangan terasa begitu nyata hingga udara seolah sulit untuk dihirup. Daniel masih berdiri menatap jendela, sementara di layar televisi, analis ekonomi mulai mempertanyakan kredibilitas kepemimpinannya karena memilih tunangan yang dituduh sebagai agen ganda."Daniel, lihat aku," suara Alya memecah keheningan. Ia tidak lagi gemetar. Suaranya tenang, tipe ketenangan yang biasanya muncul sebelum badai besar.Daniel berbalik, matanya merah karena amarah yang tertahan. "Kita akan melawan mereka, Al. Aku sudah menyuruh Raka mengumpulkan bukti untuk konferensi pers.""Tidak akan sempat," potong Alya cepat. Ia berjalan menuju meja kerja Daniel dan meletakkan sebuah map hitam. "Itu surat pengunduran diriku. Bukan hanya sebagai COO, tapi juga sebagai asisten pribadimu. Secara efektif, mulai detik ini, aku bukan lagi bagian dari Arkana Corp."Daniel tertegun, lalu tertawa getir. "Kau bercanda? Aku baru saja memakaikan cincin ini di jarimu
Daniel mengabaikan bayangan Aris yang baru saja diseret keluar. Ia melangkah mantap menuju podium di tengah ballroom, masih dengan tangan yang melingkar posesif di pinggang Alya. Sorot lampu mengikuti setiap gerakan mereka, menciptakan aura kekuasaan yang tak terbantahkan.Daniel meraih mikrofon. Ia tidak segera berbicara, melainkan menatap para tamu undangan-para taipan, pejabat, dan media-dengan tatapan tajam yang membuat ruangan itu seketika sunyi."Mungkin beberapa dari kalian baru saja menyaksikan sebuah gangguan kecil," Daniel memulai, suaranya berat dan penuh wibawa. "Seorang pria yang merasa kedewasaan diukur dari berapa lama ia hidup di dunia ini, bukan dari apa yang telah ia korbankan. Banyak yang meragukan saya karena usia saya baru dua puluh tahun. Banyak yang mengira saya hanyalah seorang 'anak kecil' yang bermain-main dengan warisan ayah saya."Daniel menoleh ke arah Alya, matanya melembut namun tetap tegas. "Tapi di samping saya berdiri wanita yang mengaja
Cahaya keemasan matahari Jakarta mulai menyusup melalui celah gorden sutra, menerangi kamar yang masih berantakan. Daniel terbangun lebih dulu. Ia berbaring miring, menopang kepalanya dengan satu tangan sambil memperhatikan Alya yang masih terlelap di sampingnya.Dalam keheningan pagi itu, Daniel menyadari betapa kontrasnya hidupnya sekarang. Seprai yang kusut dan napas teratur Alya adalah kenyataan yang jauh lebih berharga daripada angka-angka di monitor bursa saham.Alya perlahan membuka matanya, menemukan tatapan intens Daniel yang sudah menunggunya. Ia tersenyum kecil, suaranya masih serak khas bangun tidur. "Sudah bangun sejak tadi?""Aku tidak ingin melewatkan satu detik pun melihatmu setenang ini, Al," bisik Daniel. Ia menarik Alya lebih dekat, membiarkan kulit mereka kembali bersentuhan di bawah selimut. "Memikirkan bahwa setelah hari ini, seluruh dunia akan tahu kamu adalah tunanganku... itu membuatku tidak bisa berhenti tersenyum."Alya tertawa pelan, tanga
Alya memutar tubuhnya dalam pelukan Daniel, menatap wajah pria yang kini tampak jauh lebih dewasa dari usianya yang baru menginjak dua puluh tahun. Ia menyentuh kerah kemeja Daniel, merapikannya dengan gerakan lambat yang penuh kasih."Kamu tahu, Daniel?" suara Alya mengalun lembut di antara deru angin malam. "Dulu, saat pertama kali aku mengenalmu sebagai ahli waris Arkana, aku sempat ragu. Aku pikir kamu hanyalah bocah kemarin sore yang terlempar ke dalam dunia serigala karena warisan ayahmu. Aku sempat berpikir, bagaimana mungkin aku bisa bekerja di bawah arahan seorang pemuda yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku?"Daniel menaikkan sebelah alisnya, tersenyum tipis mendengarkan pengakuan jujur itu. "Dan sekarang? Apakah aku masih terlihat seperti bocah kemarin sore di matamu?"Alya menggeleng pelan, matanya berbinar kagum. "Sama sekali tidak. Sepuluh tahun perbedaan usia kita... angka itu menguap begitu saja saat aku melihatmu berdiri tegak di depan Julian Vane
"Kita akan siapkan pertunangan kita, lalu apa kamu sudah menghubungi ibumu di luar negeri?" tanya Daniel lembut, sambil merapikan anak rambut Alya yang tertiup angin.Alya tersenyum, meski ada sedikit gurat haru di matanya. "Sudah, Daniel. Kemarin malam aku menelepon Bunda Laura lewat panggilan video. Beliau menangis lega. Katanya, sejak berita tentang penangkapan Julian Vane masuk ke media internasional, jantungnya tidak berhenti berdegup kencang sampai dia mendengar suaraku langsung."Daniel mengangguk paham, teringat kembali pertemuan pertamanya dengan Bunda Laura setahun lalu saat wanita itu berkunjung singkat ke Jakarta. "Bunda Laura pasti sangat khawatir. Aku masih ingat bagaimana beliau menitipkanmu padaku waktu itu. Beliau bilang, 'Daniel, Alya adalah segalanya bagiku, tolong jaga dia.' Aku merasa gagal memenuhi janji itu saat membiarkanmu ikut ke kapal The Leviathan."Alya menggeleng cepat, menatap mata Daniel dengan dalam. "Jangan berkata begitu. Kau menjagaku







