Home / Urban / Gairah Sang CEO / Bab 1. Salah Terka

Share

Gairah Sang CEO
Gairah Sang CEO
Author: Kai Chang

Bab 1. Salah Terka

Author: Kai Chang
last update Last Updated: 2024-01-05 13:31:59

“A-apa yang terjadi?” gumam Clara ketika meihat dirinya dalam keadaan tertutup selimut tebal.

"I-ini bukan apartemenku," ia menyadari bahwa ruangan itu berbeda dengan kamar apartemen miliknya.

Dia mencoba menghilangkan kabut di pikirannya akibat efek alkohol yang masih tersisa. Kepalanya terasa sangat berat, dia memejamkan mata sejenak untuk mencoba mengingat apa yang terjadi semalam dengan air mata yang mengalir di pipinya. 

Semalam, Clara pergi ke bar untuk melampiaskan rasa frustasinya atas perselingkuhan Pedro. Dia minum terlalu banyak hingga bar tender memintanya untuk pulang dan tidak lagi memberikannya botol minuman. Dia berjalan sempoyongan menekan semua tombol yang berada di lift saat pandangannya kabur. Dia membuka pintu apartemen ini yang ternyata tidak terkunci. Hingga akhirnya pria misterius itu meraih tubuhnya dan memaksanya untuk melayani aksi bejatnya itu.

'Aku harus pergi sebelum pria ini bangun!’

Clara berusaha bangun dari tempat tidurnya, setelah melirik ke arah pria rupawan yang masih tertidur pulas dengan rambut hitamnya sedikit berantakan dan bibir tipisnya tertutup oleh lengan kekarnya. 

“Aww …" desis Clara merasakan kesakitan luar biasa, bagian sensitifnya sangat perih saat dia bergerak.

Dengan langkah lemahnya dia memakai kemeja putih saat menyadari semua pakaiannya robek, yang ia yakini kemeja itu milik pria yang saat ini sedang terlelap, perlahan-lahan dia meninggalkan penthouse mewah itu.

'Bagaimana bisa aku begitu ceroboh sampai salah masuk kamar apartemen?' Clara menggerutu dalam hati, sambil memandangi nomor C#A245 yang tertera di pintu apartemen tersebut. Tertulis juga nama Tn. Alexander E.M di sisi pintu tersebut. 

Sontak saja ia terkejut, karena kamar tersebut adalah milik CEO muda yang terkenal itu. Dengan pikiran yang berkecamuk, mengapa ia berakhir di kamar seorang CEO, Clara bergegas untuk keluar dari sana, dan pergi ke Apartemennya sendiri.

Sementara, didalam kamar Penthouse mewah itu, hangatnya sinar matahari pagi yang tajam menyapu wajah Alex yang masih ternyenyak. Pria itu membuka mata dengan perasaan yang aneh, merasa kepala berat dan tubuhnya terasa lemah. Dia meraba kepalanya yang terasa berat akibat efek kombinasi obat perangsang dan alkohol yang masih menyisir tubuhnya. 

Alex bangkit dari tempat tidurnya dengan perasaan tidak nyaman. Namun, sebuah fakta mengejutkannya saat dia menyadari bahwa dia tidak mengenakan sehelai benang pun. 

Dia meraba-raba ke sekeliling mencari pakaian, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. 

Dalam kebingungan, Alex melangkah menuju kamar mandi, untuk mencoba menghilangkan efek alkohol dan pengar. Ketika dia melangkah kembali kamar tidurnya, pandangannya tertuju pada sprei yang terdapat bercak darah.

Alex berbisik pada dirinya sendiri, "Apa yang terjadi tadi malam?"

Sementara mencoba mengingat kejadian tadi malam, dan Alex berusaha untuk mengingat wajah gadis yang tidur bersamanya.

Dalam kebingungan Alex berusaha menghubungkan potongan-potongan kenangan samar-samar semalam. Namun, wajah gadis itu masih terlihat samar dalam ingatannya.

Terdengar ketukan ringan di pintu apartemennya. Dengan langkah ragu, dia membuka pintu. Pengawalnya, dengan tatapan penuh hormat masuk ke dalam ruangannya.

Kebingungan terpancar dari wajahnya ketika melihat Alex yang tak seperti biasanya penuh dengan antusias kini terlihat melamun.

"Maaf Tuan, Apa yang terjadi padamu?" tanya sang pengawal itu kepada Alex yang duduk di tepi ranjang.

"Apakah ada yang bisa saya bantu?" lanjutnya.

Alexander menggeliat tak nyaman, menatap Pengawal dengan tatapan dingin yang menyiratkan ketidakpedulian. "Tidak," sahutnya tanpa ekspresi, "Saya hanya ingin sendiri sebentar."

Pengawal itu merasa cemas. "Tapi, Tuan, dalam satu jam Anda ada jadwal pertemuan pen..." 

"Jadwal saya tidak penting sekarang," potong Alexander dengan tajam, ekspresinya menjadi lebih tegas, "Saya butuh waktu untuk istirahat."

Pengawal itu terdiam sejenak, mengerti bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk melawan keinginan Alexander. Dia mengangguk patuh. "Tentu, Tuan Alexander. Saya akan mengatur ulang pertemuan Anda. Sekarang Anda bisa istirahat."

Alexander hanya mengangguk sekilas, pandangannya kembali kosong. Saat Pengawal sekaligus Sekretaris pribadi Alexander melangkah keluar dari ruangan, Alexander terdiam dalam kesendirian, dikelilingi oleh kegelisahan pikirannya sendiri yang tak berujung. 

Wajah gadis itu masih kabur dalam pikirannya, dan rasa menyesal semakin kuat. Dia bertanya-tanya apakah dia akan menemukan gadis itu.

Di saat dirinya tengah kalut, dia merasa hampir putus asa. Semua masalah yang menumpuk membuatnya merasa tercekik dan tak bisa bernafas dengan lega. Namun, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah benda bersinar yang berada di sisi bawah tempat tidurnya. Dengan perlahan ia mendekati benda tersebut dan menyadari bahwa itu adalah sebuah liontin.

"Liontin ini, pasti miliknya," gumamnya pelan sambil memperhatikan liontin permata merah maroon yang begitu memesona.

Dan tanpa disadarinya, senyum tipis mulai terukir di bibirnya ketika ia menyadari bahwa ada harapan bagi dirinya untuk menemukan wanita itu dan dia akan bertanggungjawab dengan apa yang sudah dia lakukan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Sang CEO   Bab 98. Sikap aneh Kakek Mia

    Clara merasa risih ketika lelaki tua itu terus memandang ke arahnya. "Kakek, apakah ada yang salah dengan saya?" tanya Clara segera menutupi bagian dadanya dengan sweater yang dia pakai.Kakek Mia memaksakan senyum, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang melanda hatinya. "Tidak. Boleh Kakek melihat kalungmu lebih dekat?"Clara mengangguk sambil mencopot kalungnya dan menyodorkan kalungnya. "Ini, Kek. Ini adalah kalung peninggalan ibu. Ibu selalu bilang ini sangat berharga."Kakek Mia memegang liontin itu dengan tangan gemetar, matanya berkaca-kaca. "Di mana ibumu mendapatkannya?"Clara mengerutkan kening, merasa aneh dengan reaksi Kakek Mia. "Katanya ini pemberian dari nenekku. Aku tidak pernah bertemu nenek, dia meninggal sebelum aku lahir. Ibu juga sudah meninggal beberapa tahun yang lalu."Kakek Mia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang berdebar. "Clara,

  • Gairah Sang CEO   Bab 97. Liontin itu?

    "Tentu saja, Clara. Kau merasa keberatan ketika ada wanita lain yang melihat tubuhku," jawab Alexander dengan wajahnya yang tenang."Tapi jangan lakukan hal sekejam itu, Tuan. Kasihan dengan Mia," jawab Clara terlihat sedih."Clara, dia sangat kejam. Dia bahkan akan mencelakai dirimu dan anak kita dengan memberimu racun yang langka. Dia juga menjebakku dan membuatmu bersedih. Kau masih bisa mengasihinya?" protes Alexander heran melihat reaksi istrinya."Aku tidak akan membiarkan Mia menghancurkan hidupku dan membuatmu bersedih, jika aku tidak memberinya hukuman," lanjut Alexander dengan tegas.Clara hanya bisa diam, dia tidak bisa lagi mencegah suaminya. Beberapa hari kemudian, Alexander berdiri di luar gedung tempat Mia disekap. Dia memasuki gedung tersebut dan memastikan jika Markus melakukan tugasnya dengan baik. Benar saja, di sana dia melihat Mia sudah kehilangan penglihatannya."Mia. Ini cukup untuk membuatmu menyesal sudah bermain api denganku, Mia," ujar Alexander dengan nada

  • Gairah Sang CEO   Bab 96. Jebakan membawa petaka

    "Ini tidak mungkin! Alexander?!" desis Clara dengan suara bergetar.Clara masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Alexander, pria yang selama ini dianggapnya sebagai sosok baik dan setia, kini terlihat tidur dengan Mia, wanita yang selama ini membuat Clara gelisah. Dia mencoba menolak kenyataan yang ada di hadapannya.Selma, merasa harus segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini. "Ini tidak mungkin! Alexander?!" desis Clara dengan suara bergetar, mencoba untuk menampik apa yang dia lihat.Selma terdiam sejenak, lalu dengan tegas berkata, "Clara, tetap tenang. Aku akan mengurus ini."Selma bergegas meninggalkan Clara seornagbdiri di rumah sakit, dan segera pergi menuju Penthouse putranya.Ketika Selma tiba di penthouse tersebut dengan wajah tegang dan langkah cepatnya, ia segera masuk tanpa permisi. Dan disanalah dia melihat pemandangan yang membuat hatinya hampir copot dari tempatnya: Alexander tertidur hanya dengan memakai bocer pendek dan Mia baru saja selesa

  • Gairah Sang CEO   Bab 95. Clara keracunan

    Clara duduk di meja makan, memegang perutnya yang terasa kram hebat. Wajahnya pucat dan keringat dingin mulai membasahi dahinya. "Aku merasa sangat tidak enak badan," katanya lemah kepada Selma, ibu mertuanya, yang duduk di seberang meja.Selma memandang Clara dengan khawatir. "Kamu kenapa, Clara? Kamu terlihat sangat pucat," ujarnya sambil bangkit dan mendekati Clara. "Sepertinya kamu harus dibawa ke dokter."Saat itu, Mia memberikan segelas air kepada Clara. "Clara, minumlah ini. Mungkin kamu akan merasa lebih baik," katanya dengan senyum simpul.Namun Alexander menampik tangan Mia dan segera menggendong tubuh Clara ke luar untuk diperiksakan oleh dokter. "Aku akan membawanya ke rumah sakit sekarang juga," katanya dengan suara tegas. Mia berusaha membantu mengangkat Clara, namun Selma menolak bantuannya. "Jangan sentuh dia, Mia. Aku sudah mencurigaimu sejak awal." Mia terkejut. "Apa maksud Tante Selma? Kenapa Tante mencurigai aku?" Sepeninggal Clara dan Alexander, Selma menatap Mia

  • Gairah Sang CEO   Bab 94. Kewaspadaan Selma

    Siang itu, Selma, melangkah keluar dari lift menuju penthouse mewah Alexander. Pintu terbuka, memperlihatkan pemandangan indah kota dari jendela besar di ruang tamu. Namun, yang menarik perhatian Selma adalah suara tawa dari dapur. Dia berjalan mendekat, dan alangkah terkejutnya dia ketika melihat Mia, dengan apron terikat di pinggangnya, sedang memasak di dapur Alexander."Mia? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Selma dengan nada tegas, matanya menyipit curiga.Mia menoleh dengan senyum ramah yang biasa ia tunjukkan. "Oh, Selamat sore, Tante Selma. Saya hanya memasak makan siang. Ada yang bisa saya bantu?"Selma melangkah masuk, menatap Mia dengan sorotan tajam. "Kenapa kamu tinggal di sini bersama Alexander? Di mana Clara?"Mia tersenyum lebih lebar, tetapi matanya tetap dingin. "Clara sedang di kamarnya, apakah Tante tidak tau, jika Clara itu pemalas? Selama satu Minggu Saya disini, Sayalah yang mengurus rumah sementara dia bermalas-malasan."Selma merasa ada yang tidak beres. D

  • Gairah Sang CEO   Bab 93. Hari Pertama Mia di Rumah Alexander

    Pada hari pertama Mia tinggal di rumah Alexander, suasana di rumah itu terasa sedikit berbeda. Clara menjadi lebih protektif terhadap Alexander. Dia merasa perlu melindungi saudara laki-lakinya dari segala hal yang mungkin bisa membuatnya tidak nyaman.Pagi itu, Mia bangun lebih awal dan memutuskan untuk membuat sarapan spesial untuk Alexander. Dia merasa senang bisa memberikan sesuatu yang istimewa untuk orang yang baru saja dia kenal ini. Dengan langkah ringan, Mia bergegas ke dapur dan mulai mencari-cari resep pancake favoritnya yang pernah dia lihat di internet.Sementara itu, Alexander turun dari lantai atas dengan langkah malas. Matanya masih setengah tertutup karena kantuk namun senyum tipis tetap menghiasi wajah tampannya ketika aroma harum pancake menyambut hidungnya begitu masuk ke dapur. Dia melihat Mia dengan tatapan penuh tanda tanya saat gadis itu sibuk mengaduk adonan pancake dengan penuh semangat."Selamat pagi!" sapu Mia riang sambil tersenyum lebar, adonan tepung sed

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status