"Tolong bawa aku dari sini!" pinta Zievana sambil menubrukkan diri pada seorang pria yang hendak memasuki kafe.
"Hei, apa ini?" Sang pria tersentak sampai ke belakang, saking terkejutnya.
"Tolong! Ini semua gara-gara kamu, Jim, bawa aku cepat!" Tatapan Zievana begitu memelas sarat akan permintaan.
"Aku Andra bukan Jim. Ke mana aku harus membawamu?" tanya pria tersebut, makin terkejut dengan apa yang gadis itu pinta.
"Ah, siapapun kamu, bawa aku ke mana kamu suka, asalkan aku dari rasa ini, kumohon!" Zie membocorkan sayu penuh makna sang pria.
Jemari lentiknya meraba dada bidang tertutup jas hitam, menimbulkan gelenyar aneh pada diri pria yang mengaku bernama Andra.
Sial! Umpat hati sang pria mulai disapa perasaan yang aneh.
Tidak bau alkohol, tapi gadis berambut panjang bergelombamg yang berusaha merayunya seperti orang hilang kewarasan. Sikap demikian biasanya disebabkan minuman keras, tapi ini bukan, pikir Andra.
Pria bertubuh tinggi atletis itu melihat sorot netra Zie menggambarkan hasrat yang menggebu, membuat riak merah pekat yang mengalir dalam raga Andra kian pembohong.
Zie terus meracau dibawa pergi, sang pria tidak berusaha berusaha akhirnya memenuhi permintaan itu, dan memilih pertemuannya dengan seseorang.
Sang pemilik mata elang membawa Zie yang hilang akalnya saat memasuki mobil, setelah itu sehat kendaraannya meninggalkan kafe.
"Hei, hei, apa yang kamu lakukan?" Konsentrasi pria di balik kemudi terpecahkan dengan ulah sang gadis yang mencoba membuka kancing kemeja bahkan salah satu kancing atas sudah menyaksikan dua gunung kembar bagian atas yang membusung indah.
"Aku...aku kepanasan...," desis Zie seraya mengginggit bibir bawah.
Andra mengernyitkan dahi, baginya udara dalam mobil cukup dingin, karena AC disetel setengah penuh. Bagaimana mungkin gadis itu bisa kepanasan.
"Tolong hentikan! Kamu mengganggu fokusku menyetir!" sentak Andra merasa frustasi.
Penumpang di sebelahnya semakin berani membuka seluruh kancing bajunya sehingga bagian yang menyembul putih semakin terekspose dengan jelas, untungnya masih tertutup stelan kain dalaman, tapi tetap saja membuat belingsatan.
Tingkah Zie semakin menggila, meraba bagian-bagian tubuh sendiri dengan gerakan absurd. Mulut mengeluarkan erangan membuat pria berbibir seksi mendengkus kesal. sesuatu dalam dirinya mulai terpancing.
Batin Zie berontak tidak ingin melakukan hal demikian, tapi kesulitan berhenti, seperti ada sesuatu yang menggerakannya di luar kendali. Dalam hati gadis itu kutukan tingkahnya sendiri.
"Tolong hentikan kamu.... Ah, siapa namamu?" Pria dengan rahang mengeraskan mati-matian mengendalikan imajinasi pembohongnya dengan fokus mengungkapkan jalanan yang diselimuti gelap.
"Zievana, aku Zie ... ah, aku tidak tahan. Tolong keluarkan aku dari situasi gila ini. Please!" Suara Zie merindingkan bulu kuduk Andra, disertai desahan napas yang penuh tekanan dari dalam.
Zie menarik wajah tampan bak Dewa Yunani yang rahangnya ditumbuhi bulu-bulu halus itu menghadap menghadap dirinya, seperti kerasukan setan, gadis itu menyapu bibir Andra penuh minat.
"Astaga, hentikan. Kita bisa mati!"
Andra melepaskan diri dari cengkraman sang gadis dengan mendorong kuat sampai Zie kembali ke posisi duduknya. Gadis itu menggeram kecil seraya mengacak rambut, terlihat frustasi.
Andra mengatur laju mobil yang sempat oleng. Detik kemudian kendaraan itu berhenti di pinggir jalan yang cukup sepi, jika dilanjutkan ditakutkan dia tidak mampu lagi mengendalikannya, bisa berakibat fatal.
"Apa maumu?" sentak Andra mengungkapkan tajam gadis yang masih mengerang, seperti akan sesuatu yang tabu.
"A-aku tidak tau a-pa yang terjadi setelah aku minum se-suatu. Aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa menguasai keinginan untuk ... untuk ...." Zie bicara sedikit kepayahan karena campur aduk dengan perasaannya yang kacau.
Andra membanting napas besar seraya mengusap wajah dengan kasar. Gerakan Zie semakin menggila, berani mulai membuka sisa kain yang menempel di tubuhnya.
"To-tolonglah aku, bagaimana caranya aku terbebas dari rasa yang menyiksa ini!" Zie membocorkan sayu Andra. Dari sorotnya ada pancaran yang terlihat tersiksa.
Andra akhirnya dapat menyimpulkan, jika gadis itu sudah diberi minuman yang dicampur dengan obat pembangkit gairah, entah berapa dosisnya, yang jelas gadis itu benar-benar sesuai dengan keinginan yang menggila.
Dan ra, pria bodoh, dia cukup dengan hal-hal demikian. Dia tahu obat penawar untuk meredakan hasrat yang Zie rasakan ada dua pilihan. Namun, untuk saat ini hanya ada satu pilihan, yakni melayani gadis itu bercinta.
Kondisi Zie kian parah, ditambah suasana begitu sunyi membuat Andra tidak kuasa lagi mengendalikan sesuatu yang pembohong pada dirinya. dia lelaki normal, dihadapkan pada raga terpahat indah, mulus tanpa cela membuat sesuatu di luar ruang menyaksikan meledak-ledak.
Keduanya mulai saling meraba, menyentuh satu sama lain daerah-daerah yang membuat hasrat kian membuncah. Zievana berani membuka satu pertemuan kain yang melekat di tubuh sang pria dengan tidak sabar, begitupun sebaliknya.
Dua insan yang tengah dimabuk gairah itu berpindah ke jok belakang agar lebih leluasa bermain, mengalirkan sesuatu yang tidak bisa lagi dibendung. Desahan dan erang kenikmatan mengiringi suasana malam yang sepi mencekam.
Permainan tabu itu tidak hanya sampai di situ, entah berapa banyak takaran obat yang Zievana minum, seolah-olah reaksinya sulit dipadamkan. Di tengah menikmati gelora asmara, Andra dapat merasakan gadis yang bergumul dengannya masih suci.
Hubungan terlarang itu lanjut di sebuah apartemen milik Andra. Kegilaan yang mereka lakukan diluar batas kendali keduanya, sampai terkapar kelelahan, dan berakhir dengan tidur yang begitu lelap.
**
"Astaghfirullah, apa yang terjadi padaku?" Zievana memekik. Bangun dengan sekaligus membuat kepalanya pening, pandangan sedikit berputar.
Dia berusaha memaksimalkan kesadaran, mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya.
Meskipun samar, ingatannya mulai menangkap kejadian demi kejadian yang dia alami semalam dan berakhir di atas ranjang. istimewa, sempurna, refleksi Zie menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.
"Apa?!" Terkejutlah dia.
"Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan? Tidak ... tidak mungkin aku melakukannya. Tidak mungkin aku ... aku tidur dengan pria yang tidak kukenal."
Zie melilitkan selimut pada tubuhnya, mencoba turun dari tempat tidur. Seluruh pakaian berserak di lantai, bukan hanya miliknya saja, tapi ada pakaian pria.
"Aaahk!" Zie merintih, seraya menahan dibagian area sensitifnya. Bukan itu saja, serasa remuk, seperti habis sanksi dari gedung tinggi.
Ya Tuhan, aku harus pergi dari sini. Apa yang dicapai sangat mengoyak harga diriku, sungguh sungguh, jerit hati Zie sambil meneteskan air mata.
Meskipun otaknya dalam pengaruh obat, tapi dia mengingat dengan jelas sosok lelaki yang sudah memberinya noda. Wajahnya, service yang sedikit raga, serta pergulatan raga, saling tanpa keringat.
Zie tidak tahan menahan malu jika harus bertatap muka lagi dengan pria yang sudah dia goda untuk tidur dengannya, akibat tidak tahan reaksi obat terkutuk.
tidak! Aku harus pergi! Batin Zie panik. Dia tidak mau dianggap wanita murahan.
Sang gadis tidak melihat atau mendengar adanya penghuni lain di apartemen ini, ke mana pria yang sudah mereguk kesuciannya itu?
Zievana meraup pakaian. Sedikit mulai memasuki kamar mandi, membersihkan diri dengan gerakan kilat, berpacu dengan rasa perih, setelah itu kembali mengenakan baju, dan menyelamatkan diri dari apartemen, entah milik siapa.
Bersambung
"Apa yang sudah kulakukan? Sungguh aku malu, Ya Tuhan, ampuni aku."Zie melangkah sedikit terseok. Dia baru saja menjauh dari apartemen milik lelaki yang bahkan namanya saja dia lupa. jemari lentiknya mengusap kasar area leher, seolah ingin melacak jejak ciuman brutal yang ditinggalkan sang pria.Zie merasa jijik dengan tubuh sendiri. Begitu mudahnya dijamah bahkan dinikmati berkali-kali secara gratis oleh pria yang sama sekali tidak dikenal.Aaarrrgghhh!
'Percayalah, Tuhan mempunyai solusi untuk mengeluarkanmu dari masalah. Kamu hanya tinggal berdiskusi dan meminta pada-NYA.'Terngiang lagi kalimat itu, Zie semakin meyakini akan menghadapi konseksuensi dari kejadian memalukan itu, pun akan menguatkan mental bilamana terjadi sesuatu dikemudian hari.Syahra berhasil mengubah pikiran Zie perihal melenyapkan semua masalah dengan bunuh diri. Iya, itu salah besar. Ah, andai tidak ada wanita baik itu, mungkin saat ini tinggal nama.Entah Malaikat mana yang sudah berbaik hati mengirimkan wanita itu.Zie sempat teringat ucapan terakhir Syahra, bahwa wanita cantik itu pernah berada di posisi ingin bunuh diri seperti dirinya hanya saja Zie menahan diri untuk tidak menanyakan penyebabnya, takut mengorek luka lama.Setelah pertemuannya dengan wanita berusia tiga tahun lebih tua di atasnya, Zie memutuskan pulang dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa.Orang tua Zie selama lima hari berada
Dua tahun berlalu semenjak kejadian itu. Di sebuah gedung pencakar langit milik perusahaan besar Pranajaya, seorang gadis cantik melenggang anggun memasuki bangunan bertingkat duabelas tersebut."Zie, kamu udah denger gosip terbaru belum?" tanya seorang gadis manis berwajah khas lokal dengan napas tersengal seperti habis dikejar penagih utang.Gadis yang memiliki tubuh mungil bernama Rena langsung mensejajarkan langkah dengan kawannya yang tidak lain Zievana. Mereka memasuki lift, kemudian menekan tombol lantai sepuluh.Tubuh Rena yang imut memaksanya selalu mendongak setiap bicara dengan Zie."Gosip apaan?" Zie acuh tak acuh."Kalo dengar jawaban kamu yang kek gitu, berarti kamu belum denger gosip menarik ini. Iya, kan?" Rena mengacungkan telunjuk ke wajah Zie, alisnya terangkat sehingga muka imutnya nampak lucu."To the point aja, emang gosip apaan, sih? Aku bukan cewek super kepo kek kamu, apa-apa serba dicari tau, lambe turah."
"Kamu kenapa diam aja, Zie?" Rena menggerakkan tubuh yang mematung dengan satu telunjuk ditusukkan pada lengan atas Zie.Sang gadis terkesiap, sendok yang Zie genggam nyaris terjatuh. "Eh, apa?" tanyanya spontan, Rena tepuk jidat.Makan siang yang tersaji di atas meja tidak membuat selera makan Zie tergugah. Padahal jika menghirup aromanya saja, siapapun akan tergoda untuk menyantap.Zie mengembuskan napas panjang, menimbulkan tanda tanya besar di benak Rena, tidak biasanya Zie begitu, seperti menyimpan beban yang cukup berat."Zie, kamu tuh kenapa, sih? Pengen kawin, ya?"Zie mendelik, Rena nyengir. "Lagian wajahmu gitu amat, sih. Mirip kanebo kering.""Ren, kenapa bos kita mesti diganti, ya?" ucap Zie tiba-tiba seraya menaruh sendok di alas makan, lantas menopang dagu. Tatapan menarawang entah ke mana."Hah! Kamu gak salah ngomong, Surabi Oncom? Seisi gedung ini berharap banget bos Pranajaya diganti. Wong dia galak, nyebelin,
"Zie, antarkan laporan bulanan ini ke ruangan Pak Andra. Tadi dia minta untuk dicek. Secepatnya ya, dia gak suka menunggu." Kepala staf keuangan menaruh berkas yang cukup tebal di meja Zievana. Tanpa menunggu jawaban, staf cantik itu meninggalkan Zie. Tubuh sang gadis menegang, bukan karena perintahnya, tapi tempat tujuannya, kantor Affandra.Duh, kenapa harus dirinya? Rena, sih, lama banget di toilet. Kan, bisa minta dia yang anterin.Zie menarik udara banyak-banyak, kemudian diembuskan kembali, tapi gemuruh di dadanya tidak berkurang. Dia kesal, terpaksa meraih berkas yang harus diantarkan.Namun, Zie tidak lekas beranjak, masih menunggu Rena. Berharap gadis mungil itu cepat datang supaya bisa mengoper perintah. Namun, tunggu punya tunggu Rena tak kunjung juga.**Zie membeku di depan pintu coklat dengan handle keperakan. Gadis berambut hitam sepunggung bergelombang indah itu masih bertarung dengan ketakutan. Takut tidak mampu menguasai rasa malunya.Selepas menggumamkan bismillah,
Dua tahun bukan waktu sebentar, jika bernapas diiringi siksaan batin, membuat Andra tidak mampu lagi memikul lama. Dia mencoba berdamai dengan ketidakberuntungan atas hilangnya Zievana.Andra dengan niat terkumpul mendatangi kediaman Zievana. Namun, apa yang dia dapat, gadis itu dikabarkan tidak lagi tinggal di sana. Meskipun ia bukan lelaki suci, tapi merenggut keperawanan seorang gadis membuatnya dikejar tanggung jawab, walaupun kejadian tersebut bukan bermula darinya. Terlebih ia menaruh rasa yang berbeda terhadap gadis itu.Andra hanya diberitahu oleh Mbok Nah bahwa Zie pergi entah ke mana. Saat itu orang tua sang gadis sedang tidak berada di tempat, sehingga pria itu memilih menyudahi bertamu dengan benak dipenuhi tanda tanya.Tidak perlu mengorek keterangan lebih jauh, penjelasan Mbok Nah yang singkat cukup membuat Andra menyimpulkan bahwa Zie kabur lagi sampai dia benar-benar menyerah dengan menerima tawaran orang tuanya pindah kepemimpinan di perusahaan Jakarta yang semula di
Zie melangkah tergesa begitu turun dari ojek online, ingin lekas memburu sang buah hati. Kakinya ia arahkan ke rumah induk pemilik kontrakan, sebab di sanalah Alana, putrinya dititipkan.Sedangkan Rena memilih langsung menuju kamar kontrakannya. Mereka terbiasa pulang-pergi bersama, meskipun beda menaiki tumpangan."Assalamualaikum, Bu!" panggil Zie. Meskipun pintu sedikit terbuka, ia tidak berani seenaknya masuk tanpa diperintah."Waalaikumsallam, masuk aja, Zie!" suara berat wanita menyahut dari dalam.Barulah Zie melangkah pasti memasuki rumah setelah mendapat izin. Di ruang tamu, wanita berusia setengah abad yang biasa dipanggil Bu Laila, tengah mencandai bayi perempuan yang montok menggemaskan."Tuh, Bundanya datang!" ucap wanita tersebut, mengarahkan sang bayi supaya menghadap Zie. Seolah mengerti bayi perempuan cantik berkulit putih bak pualam itu tersenyum lebar."Hallo, putrinya bunda." Zie meraup sang buah hati, mencium gemas pipi gembil nan lembut, hingga sang bayi menderai
"Zie aku antar kamu, ya?" tawar Derry menghentikan motornya di hadapan sang wanita. Kemudian melepas helm.Pemuda itu menunjukkan wajah tampannya, rambut disugar ke belakang. Kemeja putih didobel jaket dengan resleting terbuka, dipadupadankan celana kain hitam, menambah penampilan sang pria kian menawan. Gagah kesan yang Zie tangkap pada diri Derry, apalagi duduk di jok tunggangan bermerk ternama, ditambah senyuman manis mengalahkan sari madu, hati wanita mana yang tidak akan meleleh dibuatnya. "Gak usah, Der. Aku bisa naik ojol." Zie menolak halus ajakan putra kedua dari Bu Laila."Mau sampai kapan kamu nolak ajakanku terus, Zie. Aku gak bakal ngapa-ngapain kamu, sungguh." Derry setengah becanda, tapi Zie berpraduga lain."Eh, bu-bukan begitu. Aku cuma gak mau ngerepotin kamu. Kita kan, beda arah, kalau kamu nganterin aku dulu nanti kamu harus putar balik, bisa terlambat masuk kerja.""Aku gak merasa direpotkan, aku malah senang bisa nganterin bundanya Alana. Sekali-kali berkorban