공유

Bab 2. Pakai Di Sini

작가: Rich Mama
last update 최신 업데이트: 2024-11-04 14:53:10

Naura harus ke rumah sakit ketika mendapatkan pesan dari Dion, suaminya, yang mengatakan kalau ibu mertuanya kritis di ICU. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, ponsel Naura berbunyi, menampilkan pemberitahuan bahwa uang sebesar empat miliar sudah dikirimkan ke rekening Naura.

“I-ini … banyak sekali.” Naura menutup mulutnya, ia terkejut karena Reval memberikan dua kali lipat dari yang Naura pinjam.

Selama di dalam taksi, Naura hanya bisa menangis, takdirnya kini sudah ada di depan mata.

Sesampainya di ruang gawat darurat, Naura menemukan ibu mertuanya terbaring lemah di balik kaca ruang ICU. Perempuan tua itu adalah satu-satunya yang pernah memperlakukan Naura seperti keluarga sejak ia menikah dengan Dion. Hati Naura mencelos melihat kondisinya, tapi sebelum ia bisa mendekat lebih jauh, suara Dion terdengar dari belakang.

“Uangnya mana?” tanyanya, tanpa basa-basi, tanpa sedikit pun empati di wajahnya.

Naura berbalik, menyerahkan amplop tebal yang ia bawa. Dion langsung meraihnya dan membukanya, menghitung isinya dengan cepat seperti seorang pedagang di pasar.

“Bagus. Ini cukup buat bayar beberapa bulan,” katanya santai, sebelum menyelipkan amplop itu ke dalam jaketnya.

Naura menahan air matanya. “Mas … ini uang buat Ibu. Buat perawatan beliau.”

Dion mengangkat bahu dengan ekspresi tanpa dosa. “Ya udah. Yang penting beres kan? Lagian, kamu juga gampang cari uang segini.”

Kata-kata itu membuat Naura gemetar. Ia memandang Dion, suaminya, dengan tatapan penuh luka. “Gampang? Mas, aku kerja siang-malam, lembur, pinjam ke sana-sini, bahkan sampai harus mengorbankan harga diri …”

“Terus?” potong Dion dingin. “Kamu istri, kan? Itu memang tugas kamu. Apa susahnya bantu suami?”

Naura terdiam, napasnya tercekat. Ia menatap pria itu dengan pandangan kosong, lalu berbicara dengan suara rendah tapi penuh kepedihan.

“Kalau tugas istri itu seperti yang kamu pikir, Mas … aku ingin tahu, apa tugas suami?”

Dion tidak menjawab. Sebaliknya, ia hanya mendengkus kesal dan melangkah pergi, meninggalkan Naura sendirian di koridor rumah sakit.

**

Setelah kejadian di rumah sakit, Naura saat ini kembali berada di dalam taksi. Malam ini adalah awal dari perjanjiannya dengan Reval.

Perut Naura terasa mual hanya membayangkannya. Ia seperti sedang terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung.

Naura meyakinkan diri. Iya melakukan semua itu untuk keluarga.

Ketika Naura tiba di hotel mewah yang telah Reval sebutkan, kakinya hampir tidak bisa melangkah. Jantung wanita itu berdebar begitu kencang hingga membuat napasnya tersengal. Gedung yang menjulang tinggi di depannya seolah mengejek kelemahan Naura.

Bagaimana mungkin ia bisa melakukan ini?

Dengan berat hati Naura melangkah masuk melewati pintu otomatis dan menuju resepsionis.

Wanita di balik meja itu tersenyum ramah saat Naura menyebut nama Reval.

“Silahkan, Ibu. Pak Reval sudah menunggu Anda di lantai atas,” ujar wanita itu lembut. Seolah itu hal yang sangat biasa.

Naura menekan tombol lift dengan tangan gemetar. Ketika pintu lift terbuka dan ia melangkah masuk. Wanita itu merasa seperti sedang memasuki dunia lain. Dunia yang tidak seharusnya ia masuki.

Namun, pikiran Naura kembali pada Dion dan ibu mertuanya. Pada utang-utang yang menumpuk dan ancaman penagih yang datang setiap hari. Tidak ada jalan lain. Ia berjalan sambil memaksakan diri untuk tetap tenang.

Pintu lift terbuka dengan lembut di lantai tertinggi. Naura melangkah keluar dan di depannya berdiri sebuah pintu besar dengan desain yang mewah. Tangannya bergetar saat membuka pintu yang ternyata tidak terkunci.

Pintu terbuka dan Reval berdiri di sana. Lelaki itu tampak sempurna dengan setelan jasnya. Mata hitamnya menatap Naura dengan intensitas yang membuat Naura merasakan sesuatu yang berdesir. Ada yang berbeda dari caranya menatap malam ini. Lebih menguasai.

“Masuklah,” ucap Reval pelan. Suaranya begitu tenang dan dalam.

Naura melangkah masuk tanpa sadar dan tak lama kemudian pintu tertutup di belakangnya.

Ruangan itu memancarkan kemewahan, namun kehadiran Reval lah yang paling mendominasi. Lelaki itu berdiri di dekat jendela besar, punggungnya menghadap Naura, tangan di saku celana. Ia tidak langsung menoleh ketika Naura masuk, membiarkan wanita itu bergulat dengan kegugupannya sendiri.

Perlahan, Reval berbalik. Ekspresinya datar, namun tatapannya membuat Naura merasa kecil. Ia mendekat, tidak terburu-buru. Kakinya hampir tak bersuara di atas lantai marmer. Ketika jaraknya hanya satu langkah dari Naura, ia berhenti.

Dengan gerakan perlahan, Reval mengangkat tangannya, bukan untuk menyentuh, tetapi untuk mengambil helai rambut Naura yang jatuh di pipinya. Tidak ada kelembutan di gerakannya, hanya ketelitian, seperti seseorang yang sedang merapikan sesuatu miliknya.

“Kamu datang tepat waktu,” katanya, suaranya rendah, hampir seperti gumaman. Tidak ada pujian, tidak ada basa-basi. Hanya pernyataan yang dingin.

Kata-kata itu terdengar biasa, namun mampu membuat tubuh Naura gemetar. Ia hanya bisa terdiam kaku di saat jemari Reval menyentuh pipinya dengan penuh kelembutan.

Seharusnya Naura merasa jijik ataupun takut, tetapi ada sesuatu yang aneh terjadi di dalam dirinya. Hati wanita itu berdebar keras. Bukan hanya karena ketakutan, namun juga karena rasa yang tak bisa ia pahami.

Dion selalu keras dan hanya manis saat ada maunya. Sangat berbeda dengan Reval yang memperlakukan Naura dengan lembut, bahkan di saat seperti ini.

Rasanya Naura ingin menolak, ingin melarikan diri. Tetapi ada sesuatu hal lain dalam cara Reval berbicara dan menatapnya. Membuat Naura merasa terikat.

Reval tersenyum, mengambil dokumen dari atas meja kecil di dekat sofa. “Sebelum kita melangkah lebih jauh, aku ingin memastikan semuanya tertulis dengan jelas. Uang itu sudah langsung ditransfer ke rekeningmu tadi.”

Naura menatap dokumen itu dengan ragu. Tangannya bergetar saat Reval menyerahkan pena kepadanya.

“Tanda tangani ini, dan semua masalahmu selesai,” katanya.

Naura menggigit bibir. Matanya berpindah-pindah antara dokumen di tangannya dan Reval yang berdiri tak jauh darinya.

Jantung Naura berdegup kencang. Apa yang harus ia katakan kepada Dion nanti?

Jemari Reval mengusap bahu Naura dengan lembut. Kedua matanya menatap dalam ke mata Naura, seolah menuntut wanita itu untuk segera memberikan kenikmatan untuknya.

Akhirnya, dengan tangan yang gemetar, Naura menandatangani dokumen itu.

“Bagus,” ucap Reval, senyum kembali menghiasi wajahnya. “Sekarang, kenapa kita tidak mulai menikmati malam ini?”

“T-tapi—” Naura tergugu, ia belum siap menghadapi kenyataan bahwa ia harus melayani bosnya sendiri dan mengkhianati sang suami.

Reval melangkah mundur dan menjauh, lalu datang kembali dengan membawa sebuah kotak di tangannya.

Lelaki itu tidak langsung menjelaskan ketika memberikan kotak tersebut. Ia hanya mendorongnya ke arah Naura dengan satu tangan, matanya tetap menatap wanita di depannya tanpa ekspresi.

“Ini, apa, Pak?” suara Naura nyaris hilang, dan Reval hanya mengangkat alis sedikit, seolah heran mengapa pertanyaan itu perlu diajukan.

“Lihat sendiri,” jawabnya singkat, suaranya tidak lebih keras dari desiran angin.

Saat Naura membuka kotak itu, Reval tidak bergerak. Hanya matanya yang mengamati ekspresi wanita itu, seperti sedang membaca setiap reaksi tanpa perlu bertanya.

Di dalam kotak itu terdapat lingerie hitam yang tipis dan berdesain mewah. Sangat berbeda dari pakaian sederhana yang biasa ia kenakan.

Ketika Naura mendongak, ia mendapati Reval masih berdiri diam, satu tangan di sakunya, yang lain terulur sedikit ke meja di dekatnya, memegang segelas anggur dengan santai.

“Pakai,” katanya akhirnya, suara bariton itu seperti perintah yang tidak bisa ditawar.

Ketika Naura ragu dan hendak melangkah pergi, suara Reval menghentikan wanita itu seperti belenggu tak terlihat. “Di sini.”

Rich Mama

Waduh, gimana ya perasaan Naura???

| 3
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 210. Menjadi Orang Tua

    Pak Budi memberanikan diri bicara, “Tapi Pak, bukannya rumah ada smart lock pakai sidik jari?” Reval mendadak berhenti bernapas sejenak, lalu mengembuskan napas lega. “Ya ampun, Pak Budi. Anda pahlawan!” Setibanya di rumah, Reval lari ke kamar seperti disambar petir. Dia membuka lemari dan langsung menarik koper warna biru dengan hiasan bebek kecil. “Oke, ini koper bayi. Sekarang koper Naura…” Matanya menelusuri kamar. “Yang pink! Yang pink! Pink tua atau pink muda ya?” Dia meraih koper pink muda, lalu membuka. Isinya… setrika uap dan baju olahraga. “Ya ampun ini koper laundry!” serunya frustrasi. Akhirnya, setelah menggali seluruh isi lemari dan kolong tempat tidur, Reval berhasil menemukan semua keperluan yang dikemas Naura jauh-jauh hari. Dia menyeret koper bayi, koper ibu, tas selempang berisi dokumen, dan bantal menyusui bergambar boneka domba. “Oke, sekarang kita kembali ke rumah sakit!” Kembali ke rumah sakit, Reval langsung berlari masuk, membawa semua tas dan koper s

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 209. Memucat

    Naura menggigit bibirnya, lalu mengaduh lagi. “Aaakh! Ini sakit banget! Kayaknya air ketubanku rembes deh… Val! Kaki aku dingin!” Reval langsung melepaskan jasnya, “Nih, nih, pakai ini dulu. Aduh jangan jambak lagi, ya? Aku masih butuh rambut buat tampil kece sebagai ayah masa depan!” Naura menatapnya, mata berkaca-kaca. “Reval…” Reval langsung panik, “Iya, iya, aku di sini, Sayang. Kamu kuat. Nggak apa-apa, kita sebentar lagi sampai, ya?” “Kalau anak kita lahir sekarang… di mobil… aku nggak siap, Val…” Reval menggenggam tangannya, hangat dan kuat. “Tidak. Nggak usah takut. Aku bakal ada di samping kamu terus.” Naura menggigit bibir bawahnya, kali ini bukan karena sakit, tapi karena matanya mulai buram oleh air mata. “Kamu suami paling norak tapi paling aku cinta.” Reval tertawa kecil, meski wajahnya masih tegang. “Norak tapi tampan, kan?” Naura mengangguk lemah dan di tengah ketegangan, mereka berdua tertawa pelan. Tiba-tiba, Naura kembali meringis. “Aaaakh! Kontraksinya dat

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 208. Terobos Aja

    Kehamilan Naura telah memasuki bulan kesembilan. Perutnya yang membuncit membuat geraknya menjadi semakin terbatas. Reval pun menjadi sangat protektif. Setiap langkah Naura selalu diawasi, setiap makanan yang masuk selalu diperiksa gizi dan porsinya. Pagi itu, mereka menerima sebuah undangan cantik berwarna peach keemasan. Nama Dinda dan Ervan tertera di sana dengan elegan. “Kita diundang ke pernikahan Dinda dan Ervan,” ucap Naura sambil duduk di sofa, tangannya mengelus perutnya dengan lembut. Reval mengambil undangan itu, membaca sebentar, lalu menatap Naura khawatir. “Sayang, usia kandungan kamu kan udah sembilan bulan. Lebih baik kita kirimkan hadiah saja. Kamu istirahat di rumah.” Naura menggeleng pelan. “Aku pengen datang. Dinda itu teman yang selalu ada. Dia sering nemenin aku saat kamu kerja, jalan-jalan ke taman, bahkan pernah nganterin aku ke dokter waktu kamu dinas luar kota. Aku nggak mau absen di hari bahagianya.” Reval menghela napas panjang. Ia tahu ketika Naura

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 207. Mencintai Sepenuh Hati

    Air hangat mulai mengalir dari pancuran saat Reval menarik tangan Naura menuju kamar mandi. Ia menatap istrinya dengan senyum penuh cinta, lalu meraih handuk lembut dan memakaikannya ke tubuh Naura. “Kita bersih-bersih dulu, ya?” ucapnya sambil mencubit lembut ujung hidung Naura. Naura terkekeh, mengangguk manja. “Aku nggak bisa mandi sendiri, dong, sekarang.” Reval mengangkat alis, pura-pura serius. “Makanya suamimu ikut. Supaya kamu nggak kesepian.” Mereka berdiri di bawah pancuran air hangat. Uap tipis memenuhi ruangan, membalut tubuh mereka yang kini saling bersentuhan dengan begitu lembut dan hati-hati. Reval mengusap bahu Naura perlahan, lalu menurunkan tangannya ke lengan istrinya, memijatnya dengan sabun wangi melati. “Hmm, wangi kamu sekarang tambah enak,” gumam Reval, mencium pelipis Naura. Naura terkikik kecil. “Wangi sabun, Reval.” “Buat aku, semuanya dari kamu itu wangi,” bisiknya lagi. Mereka tak banyak bicara, hanya saling membersihkan tubuh dengan penuh kelemb

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 206. Sempurna

    Pagi menyusup pelan lewat tirai tipis kamar. Sinar matahari yang lembut membias ke dinding, menciptakan suasana hangat. Di dalam selimut tebal, Naura menggeliat pelan sambil menguap. “Selamat pagi, Nyonya Reval,” bisik suara berat yang sangat dikenalnya. Naura membuka mata dan mendapati Reval sudah menatapnya dengan senyum yang kelewat manis. Rambutnya berantakan, tapi entah kenapa justru itu yang membuatnya makin tampan di mata Naura. “Selamat pagi, Tuan Ganteng,” balasnya sambil menyembunyikan wajah di bantal karena malu. Reval tertawa, lalu menarik Naura mendekat dan mendaratkan ciuman lembut di pipinya. “Gimana tidurnya, ibu dari anakku?” Naura tersenyum malu. “Tidur paling nyenyak seumur hidup.” Reval mengusap perut Naura perlahan. “Kamu harus makan dulu pagi ini. Anak kita pasti lapar.” Tak lama kemudian, mereka sudah berada di dapur. Naura mengenakan daster panjang dan celemek, rambutnya diikat sembarangan. Reval dengan kaus abu-abu dan celana pendek santai membantu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 205. Selamat Malam Istriku

    Naura mengerutkan dahi, tapi mengangguk. Ia menatap punggung suaminya yang keluar dari kamar. Beberapa menit kemudian, Reval muncul lagi. Kali ini dengan nampan berisi makanan kecil. Cokelat hangat, stroberi celup cokelat, dan... satu mangkuk mi instan. Naura langsung tertawa. “Mi instan? Serius?” “Yang terakhir spesial. Ini... buat kita yang dulu pernah makan ini bareng waktu kamu—” Naura memejamkan mata sejenak, tertawa haru. “Waktu itu kamu juga yang masakin!” potong Naura sebelum Reval menyelesaikan kalimatnya. Reval duduk di sebelahnya. “Dan malam ini, mi instan akan jadi saksi kita udah nggak perlu nangis sendirian lagi.” Mereka menikmati makanan ringan sambil bercerita masa lalu. Setiap kalimat seolah menjahit luka-luka yang dulu terbuka, menjadi kenangan yang kini tak lagi menyakitkan. Setelah semua santapan habis, Reval menarik Naura berdiri. “Ayo, aku mau ajak kamu lihat sesuatu.” Mereka berjalan menyusuri lorong hotel menuju pantai. Ternyata di pasir putih itu, Reval

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status