"Aku kan sudah bilang Ma. Dia itu teman kantorku."
"Lalu kenapa dia meneleponmu terus?" tanya Ayunda."Pasti dia ingin membicarakan urusan kantor.""Kalau begitu, coba kau angkat. Dan speaker. Mama juga ingin dengar apa yang ia ingin bicarakan."Karena ponselnya terus berbunyi dan Ayunda terus menekannya, Novi dengan terpaksa menjawab telepon sekaligus menyalakan speaker."Hai! Lama sekali kau menjawab teleponnya!" David memprotes."Ya David. Maaf aku sedang berada di rumah mertuaku. Jadi aku tidak ingin membicarakan urusan kantor. Kita bicara lagi, nanti ya." Novi buru buru mematikan teleponnya.Ia bersyukur saat speaker dinyalakan, David tak bicara yang aneh aneh."Aku harus pergi ke kantor, Tante. Mereka sepertinya sangat membutuhkan bantuan ku." Novi berpamitan. Ia pergi dengan terburu buru. Ayunda hanya memandangi Novi dan membiarkannya pergi.*****Novi terlihat mondar mandir di depan c"Ya... ada apa?" tanya Rayhan."Apa kau bisa ke sini sekarang? Aku mual sekali. Rasanya ingin pingsan.""Maaf tidak bisa. Aku sibuk sekali hari ini. Kalau mual, kau minum saja susu yang hangat. Dulu saat Sandra hamil, dia juga sering mual dipagi hari. Dan mualnya itu hanya sementara. Setelah minum sesuatu yang hangat, mualnya menghilang.""Baiklah aku tutup dulu teleponnya." Novi mengakhiri pembicaraan dengan nada sedikit kesal."Dia bandingkan aku dengan Sandra. Apa apa Sandra! Menyebalkan sekali. Aku itu yang terbaik. Sandra bukanlah sainganku," gumam Novi sembari mengepalkan tangan.Novi teringat kepada salah satu sahabatnya. Namanya Linda. Ia juga memiliki permasalahan yang hampir sama dengan Novi.Linda menikah dengan seorang lelaki yang keras wataknya dan juga pemarah. Beberapa kali ia hendak menyerah dengan hubungannya. Tapi mendadak sikap suaminya berubah total. Suaminya yang dulu acuh, sekarang sangat memp
Di dalam rumah Sandra, Levin dan Ana tampak sedang bermain dengan riangnya. Kedua anak itu lari berkejar kejaran dan tertawa."Ting Tong." Terdengar suara bunyi bel."Siapa ya?" ucap Sandra.Sandra mengintip dari jendela ruang tamu dan melihat ke arah pagar. Ternyata orang yang memencet bel pintu pagarnya adalah Rayhan."Mau apa Rayhan datang ke sini? Liya... tolong kamu bukakan pintu ya. Ada tamu di luar!" seru Sandra."Baik Non," sahut Liya.Liya berjalan ke arah pagar dan menatap Rayhan dengan wajah menunduk karena takut."Mari silahkan masuk," ucap Liya.Rayhan berjalan masuk ke dalam ruang tamu dan Sandra mempersilahkannya untuk duduk di sofa."Kau mau bertemu dengan anak anak?" tanya Sandra."Tidak hanya dengan mereka. Aku juga ingin bertemu denganmu," ucap Rayhan tegas.Sandra memanggil kedua anaknya ke ruang tamu. Levin yang melihat Rayhan segera memeluknya. Namun Ana hanya dia
"Stop! Berhenti! Jangan bertindak bod*h di depan anak anak!" Sandra memperingatkan."Bukan aku yang memulai!" sahut Arya tak terima dengan teguran Sandra."Aku tahu itu Arya! Tapi Levin melihat ke arah kalian berdua!" seru Sandra.Arya melirik sebentar ke arah Levin. Perlahan lahan ia melepaskan genggaman tangannya di kemeja Rayhan."Jika kita bertemu di luar dan kau melakukan hal ini lagi, aku akan memberimu pelajaran yang tak akan pernah bisa kau lupakan seumur hidupmu!" Arya bicara pelan tapi suaranya masih terdengar jelas oleh Rayhan."Hai Levin!" Arya menyapa."Daddy juga kemari? Wah ini keren. Kalian sudah berbaikan rupanya," ucap Levin."Ya! Kami sudah berbaikan!" Arya mengangguk pelan. "Daddy duduklah di samping Papa. Aku akan panggilkan Ana ke sini. Dia pasti akan langsung berhenti menangis," ucap Levin seraya berlari masuk ke dalam kamarnya.Dan benar saja, saat Levin bilang jika ada Arya dat
"Sudah Mbak, nggak usah dipikirkan!" "Kok jadi ngeri begini sih obrolan kita?! Sudah mirip seperti di film film horror!" bentak Novi kesal karena rencananya menaklukkan Rayhan terancam gagal. Dan ia juga jadi ketakutan sendiri dengan Linda, sahabatnya."Ya memang serem mbak. Sudah, ayo saya antar pulang ke rumah Mbak saja. Saya nggak mau terseret kalau sesuatu buruk terjadi sama Mbak," ucap abang ojek.Novi mengikuti ucapan tukang ojek tersebut. Ia meminta tukang ojek itu mengantarkannya ke Rumah Besar Lantana.Beberapa waktu saat berkendara, Novi teringat akan ucapan kakek tua. Ia masih tak percaya dengan ucapan kakek tua tersebut. Tapi ia tak memiliki bukti kuat untuk membela Linda dimata masyarakat yang ada di sana.Sepeda motor akhirnya berhenti tepat di depan pagar. Tukang ojek terpukau melihat desain rumah yang begitu indah dan mewah.Novi turun dari sepeda motor, Ayunda yang saat itu sedang berada di taman, kaget melihatn
"Memangnya apa Ma? Apa yang Mama lihat!" Dani malah membentak balik, Ayunda."Pa, tapi Papa itu.""Apa Ma! Papa apa? Papa menolak Novi datang ke sini, Mama marah. Papa mendukung Novi, Mama juga mau marah? Papa pusing lihat tingkah Mama!" seru Dani."Kami nggak ngapa ngapain Tante. Om hanya lihat gaun yang Tante belikan buat aku. Itu saja kok." Novi mencoba untuk menjelaskan."Mama dengar penjelasan Novi?" Dani melotot ke arah Ayunda lalu pergi keluar dari kamar tamu.Ayunda jadi terpojok dengan kata kata yang dilontarkan suaminya. Ia juga jadi canggung di hadapan Novi. "Ma?" "Ya ya. Maafkan Mama. Pikiran Mama sedang kacau tadi. Supir ada di depan. Kamu sudah siap untuk pergi kan?""Sudah Ma." Novi keluar dari kamar tamu. Di teras depan, Dani duduk membaca koran. Ketika Novi keluar dari rumah, Dani menoleh. Novi juga menoleh ke arahnya. Novi tersenyum ke arah Dani. Dani juga melakukan hal ya
Setiap pagi setelah bangun tidur, Novi selalu merasa mual. Setelah mengeluarkan seluruh isi perutnya, seperti biasanya Novi akan berbaring di atas tempat tidur sambil melamun sebelum akhirnya ia pergi bekerja. "Tangan Om Dani benar benar bikin aku susah melupakannya." Novi bermonolog sambil membayangkan wajah Dani. "Hoek!" Novi kembali merasa mual. Kali ini, mual yang ia rasakan lebih buruk dari hari hari sebelumnya. Setelah rasa mulanya menghilang, ia bergegas mandi dan pergi ke kantor. Sore harinya, setelah selesai bekerja, Novi pergi ke Rumah Besar Lantana. Ia ingin meminta Ayunda menemaninya pergi ke dokter kandungan. "Mama ada Bi?" tanyanya pada Bi Sari yang sedang sibuk menyapu teras. "Nyonya Ayunda lagi pergi arisan, Non. Masih belum pulang." "Oh begitu. Pulangnya jam berapa biasanya Bi?" "Wah saya kurang tahu Non. Mungkin sekitar jam 7 malam. Rata rata sih, setiap pulan
"Tapi aku bicara yang sebenarnya. Levin memang sedang sakit sekarang." Suara Sandra terdengar putus asa."Kalau memang anak kamu sekarang sedang sakit, ya bawa ke dokter. Bukan malah menelepon anak saya. Anak saya bukan dokter," ucap Ayunda."Iya... tapi Levin sejak semalam mengigau memanggil Ayahnya.""Halah... saya nggak peduli dengan drama yang kamu buat. Rayhan dan Novi akan segera menikah. Kamu jangan ganggu mereka lagi hanya dengan alasan anak yang sakit atau apapun," ucap Ayunda kesal sembari menutup ponsel anaknya.Ayunda meletakkan ponsel Rayhan di atas meja kamar putranya. Kemudian ia berlalu ke ruang tamu menemui Novi."Bagaimana keadaan Novi?" tanya Ayunda."Sudah nggak apa apa kok. Perutnya juga sudah berhenti kontraksi. Dan yang keluar hanya bercak darah sedikit. Bukan gumpalan darah. Sudahlah Mama nggak usah terlalu khawatir, aku ke kamar dulu," ucap Rayhan.Novi dan Ayunda mendengar ucapan Rayhan dengan w
Dokter kemudian menyampaikan kepada Sandra dan Arya agar segera mencari pendonor dengan golongan darah yang sesuai.Mendengar hal tersebut, Sandra kembali menghidupkan ponselnya dan berusaha untuk menghubungi Rayhan."Hallo," ucap Sandra."Hallo. Kau lagi?" sahut Ayunda dari sebrang telepon."Apa Rayhan ada? Aku ingin bicara sebentar dengannya?""Rayhan sedang mandi. Karena kami akan mengadakan acara pemotretan prewedding.""Tolonglah aku mohon. Suruh dia ke rumah sakit kota sekarang. Levin butuh darah dari ayahnya untuk bisa bertahan hidup.""Ada ada saja, dramamu itu. Sudahlah... lupakan niatmu rujuk dengan Rayhan. Karena sampai aku matipun, aku tak akan membiarkan kalian kembali bersama."Melihat Sandra menangis sambil memohon melalui ponsel, Arya menjadi marah. Ia berjalan mendekati Sandra, dan merampas ponsel Sandra lalu mematikan sambungan teleponnya."Kenapa kau matikan teleponku? Kembalikan tele
"Iya seratus juta," jawab Ayu."Uang sebanyak itu?! Aku tak bisa memberikannya untukmu. Kau mau atau tidak silahkan ambil uang sepuluh juta ini untukmu. Dan pergi segera dari rumahku. Atau aku harus memanggil polisi ke sini dan menuduhmu sebagai seorang perusuh?" Arya geram.Ayu yang sedang terhimpit secara ekonomi, langsung mengambil uang yang diberikan oleh Arya dan bergegas pergi dari sana.Setelah itu Arya segera mandi dan pergi ke rumah Sandra, untuk mengambil benda yang diminta oleh Sandra.Sesampainya di rumah Sandra, ada Ana yang nampak murung menonton TV ditemani oleh Liya."Kenapa ratu kecilku cemberut?" tanya Arya."Kenapa aku tak boleh ikut ke rumah sakit?""Karena kami khawatir kau akan ikut sakit.""Kenapa aku akan ikut sakit?""Sayang... seperti kata Daddy dulu. rumah sakit bukan tempat anak kecil untuk bermain.""Tak ada yang mau bermain di sana.""Ya ya Daddy
"Aku tahu kau begitu membenciku. Tapi saat ini aku benar benar butuh bantuan darimu.""Bantuan apa? Cepat katakan. Waktuku tak banyak," ucap Arya."Apa kau bisa meminjamkan aku sejumlah uang?""Uang? Untuk apa? Apakah harta yang ku tinggalkan untukmu saat perceraian kita masih kurang banyak?" tanya Arya."Itu sudah habis untuk biaya pengobatan suamiku.""Maaf aku sibuk. Aku harus pergi sekarang." Arya masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan rumah.Satpam kembali menyuruh Ayu keluar dari halaman rumah. Tapi Ayu tetap bersikeras tak mau pergi dari sana. Ayu duduk bersimpuh lagi di depan pagar dan berniat menunggu di sana, hingga Arya pulang.Arya dengan terburu buru datang ke ruangan rawat inap untuk menjenguk Levin. Ia lega ketika melihat keadaan Levin sudah lebih baik."Hai jagoan. Bagaimana kabarmu?""Lumayan," ucap Levin singkat sebab masih merasa nyeri di bagian kepalanya."Apa Wulan tidur
"Ting Tong!" Bel rumah Arya berbunyi.Satpam rumah membuka pagar, dan mendapati ada seorang wanita sedang menggandeng seorang anak berdiri di depan pintu pagar."Cari siapa?" tanya satpam."Saya mencari Arya," jawab wanita itu."Oh! Bapak masih tidur. Mau titip pesan apa? Biar nanti saya sampaikan." Satpam mengamati wanita yang berdiri di hadapannya."Nggak, Pak. Saya mau ketemu langsung dengan orangnya.""Maaf ya Mbak, sesuai aturan yang ditentukan di sini, orang asing dilarang masuk." Satpam hendak mengusir."Tapi saya ada kepentingan yang mendesak dengan Arya. Saya harus bicara dengan Arya.""Kepentingan apa toh? Dan Mbak ini siapa namanya?" Satpam mengerutkan kening melihat sikap si wanita yang memaksa bertemu dengan majikannya."Nama saya Ayu. Saya nggak bisa bicara dengan Bapak, saya hanya bisa bicara dengan Arya. Sebab ini adalah masalah pribadi.""Ya tetap saja, Mbak nggak bisa masuk ke
Dokter kemudian menyampaikan kepada Sandra dan Arya agar segera mencari pendonor dengan golongan darah yang sesuai.Mendengar hal tersebut, Sandra kembali menghidupkan ponselnya dan berusaha untuk menghubungi Rayhan."Hallo," ucap Sandra."Hallo. Kau lagi?" sahut Ayunda dari sebrang telepon."Apa Rayhan ada? Aku ingin bicara sebentar dengannya?""Rayhan sedang mandi. Karena kami akan mengadakan acara pemotretan prewedding.""Tolonglah aku mohon. Suruh dia ke rumah sakit kota sekarang. Levin butuh darah dari ayahnya untuk bisa bertahan hidup.""Ada ada saja, dramamu itu. Sudahlah... lupakan niatmu rujuk dengan Rayhan. Karena sampai aku matipun, aku tak akan membiarkan kalian kembali bersama."Melihat Sandra menangis sambil memohon melalui ponsel, Arya menjadi marah. Ia berjalan mendekati Sandra, dan merampas ponsel Sandra lalu mematikan sambungan teleponnya."Kenapa kau matikan teleponku? Kembalikan tele
"Tapi aku bicara yang sebenarnya. Levin memang sedang sakit sekarang." Suara Sandra terdengar putus asa."Kalau memang anak kamu sekarang sedang sakit, ya bawa ke dokter. Bukan malah menelepon anak saya. Anak saya bukan dokter," ucap Ayunda."Iya... tapi Levin sejak semalam mengigau memanggil Ayahnya.""Halah... saya nggak peduli dengan drama yang kamu buat. Rayhan dan Novi akan segera menikah. Kamu jangan ganggu mereka lagi hanya dengan alasan anak yang sakit atau apapun," ucap Ayunda kesal sembari menutup ponsel anaknya.Ayunda meletakkan ponsel Rayhan di atas meja kamar putranya. Kemudian ia berlalu ke ruang tamu menemui Novi."Bagaimana keadaan Novi?" tanya Ayunda."Sudah nggak apa apa kok. Perutnya juga sudah berhenti kontraksi. Dan yang keluar hanya bercak darah sedikit. Bukan gumpalan darah. Sudahlah Mama nggak usah terlalu khawatir, aku ke kamar dulu," ucap Rayhan.Novi dan Ayunda mendengar ucapan Rayhan dengan w
Setiap pagi setelah bangun tidur, Novi selalu merasa mual. Setelah mengeluarkan seluruh isi perutnya, seperti biasanya Novi akan berbaring di atas tempat tidur sambil melamun sebelum akhirnya ia pergi bekerja. "Tangan Om Dani benar benar bikin aku susah melupakannya." Novi bermonolog sambil membayangkan wajah Dani. "Hoek!" Novi kembali merasa mual. Kali ini, mual yang ia rasakan lebih buruk dari hari hari sebelumnya. Setelah rasa mulanya menghilang, ia bergegas mandi dan pergi ke kantor. Sore harinya, setelah selesai bekerja, Novi pergi ke Rumah Besar Lantana. Ia ingin meminta Ayunda menemaninya pergi ke dokter kandungan. "Mama ada Bi?" tanyanya pada Bi Sari yang sedang sibuk menyapu teras. "Nyonya Ayunda lagi pergi arisan, Non. Masih belum pulang." "Oh begitu. Pulangnya jam berapa biasanya Bi?" "Wah saya kurang tahu Non. Mungkin sekitar jam 7 malam. Rata rata sih, setiap pulan
"Memangnya apa Ma? Apa yang Mama lihat!" Dani malah membentak balik, Ayunda."Pa, tapi Papa itu.""Apa Ma! Papa apa? Papa menolak Novi datang ke sini, Mama marah. Papa mendukung Novi, Mama juga mau marah? Papa pusing lihat tingkah Mama!" seru Dani."Kami nggak ngapa ngapain Tante. Om hanya lihat gaun yang Tante belikan buat aku. Itu saja kok." Novi mencoba untuk menjelaskan."Mama dengar penjelasan Novi?" Dani melotot ke arah Ayunda lalu pergi keluar dari kamar tamu.Ayunda jadi terpojok dengan kata kata yang dilontarkan suaminya. Ia juga jadi canggung di hadapan Novi. "Ma?" "Ya ya. Maafkan Mama. Pikiran Mama sedang kacau tadi. Supir ada di depan. Kamu sudah siap untuk pergi kan?""Sudah Ma." Novi keluar dari kamar tamu. Di teras depan, Dani duduk membaca koran. Ketika Novi keluar dari rumah, Dani menoleh. Novi juga menoleh ke arahnya. Novi tersenyum ke arah Dani. Dani juga melakukan hal ya
"Sudah Mbak, nggak usah dipikirkan!" "Kok jadi ngeri begini sih obrolan kita?! Sudah mirip seperti di film film horror!" bentak Novi kesal karena rencananya menaklukkan Rayhan terancam gagal. Dan ia juga jadi ketakutan sendiri dengan Linda, sahabatnya."Ya memang serem mbak. Sudah, ayo saya antar pulang ke rumah Mbak saja. Saya nggak mau terseret kalau sesuatu buruk terjadi sama Mbak," ucap abang ojek.Novi mengikuti ucapan tukang ojek tersebut. Ia meminta tukang ojek itu mengantarkannya ke Rumah Besar Lantana.Beberapa waktu saat berkendara, Novi teringat akan ucapan kakek tua. Ia masih tak percaya dengan ucapan kakek tua tersebut. Tapi ia tak memiliki bukti kuat untuk membela Linda dimata masyarakat yang ada di sana.Sepeda motor akhirnya berhenti tepat di depan pagar. Tukang ojek terpukau melihat desain rumah yang begitu indah dan mewah.Novi turun dari sepeda motor, Ayunda yang saat itu sedang berada di taman, kaget melihatn
"Stop! Berhenti! Jangan bertindak bod*h di depan anak anak!" Sandra memperingatkan."Bukan aku yang memulai!" sahut Arya tak terima dengan teguran Sandra."Aku tahu itu Arya! Tapi Levin melihat ke arah kalian berdua!" seru Sandra.Arya melirik sebentar ke arah Levin. Perlahan lahan ia melepaskan genggaman tangannya di kemeja Rayhan."Jika kita bertemu di luar dan kau melakukan hal ini lagi, aku akan memberimu pelajaran yang tak akan pernah bisa kau lupakan seumur hidupmu!" Arya bicara pelan tapi suaranya masih terdengar jelas oleh Rayhan."Hai Levin!" Arya menyapa."Daddy juga kemari? Wah ini keren. Kalian sudah berbaikan rupanya," ucap Levin."Ya! Kami sudah berbaikan!" Arya mengangguk pelan. "Daddy duduklah di samping Papa. Aku akan panggilkan Ana ke sini. Dia pasti akan langsung berhenti menangis," ucap Levin seraya berlari masuk ke dalam kamarnya.Dan benar saja, saat Levin bilang jika ada Arya dat