"Aku tak mau menikah denganmu! Singkirkan tangan kotormu itu dariku, Mister Fremantle!" sembur Chantal dengan galak usai kesadaran kembali menguasai dirinya pasca syok mendengar ucapan Jordan.
Pria itu menggelengkan kepalanya dan mengetatkan dekapan kedua lengannya di sekeliling tubuh ramping Chantal. Bulatan kembar di dada wanita itu terdesak hingga menyembul di hadapan Jordan. "Sangat menggairahkan bukan?" desis pria itu menatap terang-terangan aset berharga milik Chantal.
Rasanya Chantal ingin menampar-nampar wajah pria mesum yang tengah memeluknya dengan tidak senonoh. "Dasar pria keparat! Menjijikkan. Rendahan!" Amarahnya memuncak seiring berlalunya waktu yang harus dijalaninya bersama Jordan. Jelas sekali mereka bagaikan kucing dan tikus yang saling membenci.
Tawa Jordan membahana di penthouse mewah miliknya. Kemarahan Chantal justru menggemaskan baginya dan memberikan hiburan tersendiri baginya. Dengan girang dia mendaratkan ciuman-ciuman iseng di wajah wanita yang meronta-ronta di dalam pelukan lengan kokohnya.
"Wajahmu merah seperti tomat masak, Chantal Sayang. Sungguh menggelikan!" goda Jordan seolah menikmati kekesalan wanita cantik bermata hijau itu.
Karena tak ingin memberikan hiburan gratis untuk Jordan maka Chantal pun berhenti memberontak lalu memilih untuk diam. Namun, itu pun tetap salah langkah. Jordan menggendong tubuh ramping nan molek itu menuju ke arah ranjangnya.
"Hey, apa yang ingin kau lakukan? Aku tak mau kau perkosa. Hentikan!" teriak Chantal meronta-ronta menuntut untuk diturunkan dari gendongan Jordan.
Dengan kasar Jordan melemparkan tubuh Chantal ke atas ranjangnya. Kemudian dia merangkak naik mendekati wanita itu hanya sekadar ingin menakut-nakutinya. Tatap mata Chantal yang ketakutan justru bagaikan magnet yang membuatnya ingin terus mendekat.
"Jangan melakukan hal yang tidak-tidak atau—"
"Atau apa, Cantik? Ingin berteriak? Ingin mengancam apa kepadaku, hah?!" sahut Jordan menahan kedua tangan Chantal di atas kepala. Dia merundukkan wajahnya dan membelai bibir merah muda itu dengan sapuan lidahnya.
Keberadaan Chantal di penthousenya seolah menyalakan gairah terlarang dalam diri Jordan. Namun, dia merasa belum waktunya melakukan hal yang lebih intim dengan wanita itu. Maka dia pun hanya menggodanya dengan membuka bagian depan baju wanita itu lalu membelai tubuh Chantal yang responsif terhadap sentuhannya.
"Desahanmu sangat sexy, Darling. Aku senang mendengarnya ... seperti nyanyian malaikat yang merasuk hingga ke jiwaku yang penuh dosa ini!" rayu Jordan yang separuhnya adalah kebenaran.
"Lepaskan a—aku," tolak Chantal sekalipun tubuhnya justru mendambakan sentuhan Jordan yang memabukkan panca inderanya.
Jordan pun tahu hal itu, tetapi dia tak ingin memuaskan hasrat Chantal dan bangun dari ranjang. "Mandilah, gaun pesta untukmu bisa kau pilih sendiri di walk in closet samping pintu kamar mandi," ujar Jordan lalu berjalan menuju ke meja kerjanya meninggalkan Chantal yang penampilannya berantakan di atas ranjang.
Setelah menghembuskan napas kasarnya Chantal bergegas menuju ke kamar mandi. Dia mengagumi selera Jordan yang tak bercela dalam hal penataan interior dan furniture penthousenya. Semua toiletries lengkap tertata rapi di meja wastafel seperti fasilitas hotel bintang 5.
Chantal membuka pakaiannya yang kusut lalu masuk ke shower box untuk mandi. Dia menatap pergelangan tangan kanannya yang berwarna merah ungu kebiruan terkena guyuran air hangat. Dia membalurkan shower gel beraroma segar musk dan sandalwood yang terkesan maskulin itu ke kulit tubuhnya.
Suara gemericik air dari kamar mandi membuat Jordan penasaran seperti apa sosok wanita itu tanpa sehelai kain penutup di bawah derasnya air yang membasahinya. Pastilah sangat erotis, tebaknya. Jordan mengetikkan pesan ke pengacaranya agar membuatkan baginya surat perjanjian pranikah dan kontrak pernikahan untuk dia dan Chantal Brickman.
"Klik!" Suara kunci pintu kamar mandi dibuka membuat Jordan sontak menoleh ke sana.
Wanita bertubuh molek berambut pirang kecoklatan itu keluar dari pintu kamar mandi berlilitkan handuk putih saja. Hasrat lelaki Jordan serasa memberontak menatap pemandangan terlarang itu. Namun, dia menahannya dengan kuat. Jordan pun bangkit dari kursi kerjanya lalu melangkah menyusul Chantal menuju ke walk in closet miliknya. Dia bersandar di bingkai pintu dan mengamati wanita itu dalam diam.
Bahkan, Chantal tak menyadari kehadiran Jordan di sana. Wanita itu memilih-milih dan menilai gaun-gaun cantik yang berderet di rak gantung. Dia menjatuhkan pilihannya pada gaun bermodel halter neck sequin dress sepanjang mata kaki berwarna merah maroon.
Handuk yang meliliti tubuhnya dilepaskannya hingga teronggok di lantai dan dengan santai Chantal mengenakan gaun tersebut ke tubuhnya. Ketika ia kesulitan menutup resleting punggung gaun tersebut, sepasang tangan membantunya dari belakang hingga membuat dirinya terkesiap.
"Sudah berapa lama kau berada di sini, Jordan?" tanya Chantal yang merona wajahnya memunggungi pria itu.
"Sejak awal kau memilih gaun pesta yang cantik ini," jawab Jordan ringan. Dia mendaratkan kecupan bibirnya ke bahu Chantal yang terbuka, "pilihan yang bagus, gaun ini sangat cocok dipakai olehmu, Darling."
"Apa kau melihat segalanya tanpa sensor tadi?" tanya Chantal mengabaikan pujian dari Jordan.
Pria itu terkekeh karena tertangkap melakukan tindakan tersembunyinya tadi yang seolah mengintip Chantal berganti baju. "Wonderful body, Chant! Aku sangat menyukai apa yang kulihat tadi," jawabnya mengajui perbuatannya tanpa merasa malu.
Tangan kiri Chantal terangkat ingin menampar Jordan. Namun, ditangkap oleh pria itu. "Jangan sampai tangan yang satunya mengalami hematoma juga, Chantal. Bersikap baiklah kepadaku. Tunggu aku mandi sebentar lalu kita akan berangkat ke pesta!" ujar Jordan dengan tenang tanpa emosi.
"Hmm ... pergilah mandi. Aku akan menunggumu sambil berdandan," jawab Chantal menarik lepas tangannya dari genggaman Jordan.
Mereka berdua keluar bersama dari walk in closet lalu berpisah arah. Jordan masuk ke kamar mandi tanpa menutup pintu. Sedangkan, Chantal membongkar kopernya untuk mengambil alat make up miliknya sebelum terpaksa masuk ke kamar mandi untuk berdandan di seberang cermin wastafel.
Suara siulan dan senandung lagu terdengar di antara derai air shower. Chantal yang masih sibuk berdandan pun tersenyum geli mendengarnya. Dia berharap Jordan tidak akan berbuat kasar kepadanya di pesta nanti. Sebenarnya pria itu cukup menyenangkan dan punya selera humor yang bagus. Namun, mungkin teringat akan kesalahan papa Chantal yang membuat Jordan sering ter-trigger hingga ingin meledak dalam amarahnya secara tak terduga.
Keran shower dimatikan lalu tak lama setelahnya Jordan keluar dari shower box dengan handuk putih melilit di pinggulnya. Dia bersiul saat menatap bayangan cantik itu di cermin. "Wow, apa kau benar hanya desainer pakaian dan bukan seorang model, Chant?" komentar Jordan seraya berdiri di belakang Chantal yang memoles lipstick red coral di bibir ranumnya.
"Yap, hanya desainer dan aku lebih nyaman bekerja di balik layar, Sir. Jam berapa kita harus berangkat?" balas Chantal yang telah selesai berdandan. Dia melirik badan kekar berbulu gelap itu dari pantulan bayangan cermin.
"Aku segera berpakaian dan berdandan. Tunggulah di sofa dulu, Sayang!" jawab Jordan tanpa menyebutkan waktu keberangkatan mereka ke pesta. Dia tak peduli bahkan bila pestanya telah usai ketika mereka tiba.
Maka Chantal menuruti perintah pria dominan itu tanpa mendebatnya sama sekali dan melangkah menuju ke tengah ruangan penthouse mewah tersebut untuk menunggu Jordan sambil menonton TV.
"Hello, Gorgeous!" Perempuan itu tersenyum miring di ambang pintu penthouse Calvin Fremantle yang berada di Queens, New York.Calvin mendengkus geli sembari bersedekap menghadapi Jessica Carrera. Dia sudah sebulan ini menghindari wanita muda yang merengek meminta alamat tempat tinggalnya sekarang."Bagaimana bisa kau mendapatkan alamat tempat tinggalku, Jess?" tanya Calvin menghela napas dalam-dalam lalu mempersilakan wanita yang jauh-jauh terbang dari Los Angeles ke tempatnya itu masuk.Ketika Calvin menutup pintu penthousenya, Jessica segera memeluknya erat dari belakang punggungnya. "Aku mendesak Jordan agar memberi tahukan alamatmu. Kau tega meninggalkanku, Honey!" rajuknya."Hmm ... memang hanya Jordan yang mengetahui tempat tinggalku dan beberapa kolega dekatku yang pastinya tak kau kenal," jawab Calvin dengan perasaan bercampur aduk. Dia lalu bertanya, "Jess, untuk apa kau mencariku? Bukankah banyak pemuda yang berlutut di bawah kakimu untuk mendapatkan perhatian darimu?"Jessi
"Welcome home, Jordan, Chantal!" sambut Calvin di ruangan CEO Sky Eternity Intercontinental Tower. Dia memeluk hangat putera dan menantu kesayangannya bergantian. Kemudian dia menggendong cucu pertamanya sembari menyapa Raphael juga yang menjawab dengan bahasa bayi."Papa, maaf telah merepotkanmu begitu lama!" ujar Jordan sambil terkekeh mengamati kakek dan cucunya yang cepat sekali akrab itu."Hey, it's okay. Duduk dulu di sofa dan mengobrol," ajak Calvin berjalan menuju ke sofa vinyl hitam.Setelah duduk Jordan bertanya, "Apa Papa tertarik untuk menetap di LA? Aku akan suruh bawahanku menyiapkan unit mewah yang kosong di SEI Tower."Penthouse Jordan hanya memiliki sebuah ranjang dan dia telah kembali meninggalinya tak lama lagi. Calvin pun mengerti itu tanpa harus dikatakan secara lugas oleh puteranya. Maka dia pun menjawab, "Lebih baik sore nanti Papa kembali ke Queens, tak perlu repot-repot menyiapkannya, Jordan!""Aku ikut apa yang baik menurut Papa saja. Di SEI Tower banyak unit
Pemberhentian kapal Fortune Marine selanjutnya adalah Norwegia. Negara yang tenang dan sedikit penduduknya itu alamnya masih banyak yang tak tersentuh karena terdiri dari fyord, pegunungan tinggi yang tertutup salju, dan lembah bertebing curam. Julukannya adalah The Land of Midnight Sun karena pada puncak musim panas bulan Mei dan Juni, matahari masih tampak bersinar pada malam hari. Namun, saat itu bulan Oktober.Kapal Jordan mengarungi perairan Laut Norwegia menuju ke Kepulauan Lofoten di malam hari dengan kecepatan yang diperlambat oleh Kapten Andres Fuller. Malam itu Jordan sengaja mengajak Chantal naik ke dek kapal untuk melihat langit menakjubkan yang bertabur bintang dan dapat melihat perubahan cahaya warna-warni di kejauhan di atas daratan."Indah bukan?" tanya Jordan memegangi gelas berisi port wine dengan seringai lebar di wajahnya sembari menemani Chantal yang sedang mengamati langit dengan teleskop tersangga sebuah tripod.Donovan dan John sekali lagi beralih profesi menja
Tiga minggu lamanya Jordan dan Chantal berada di Afrika Selatan. Mereka berpidah-pindah kota dari Johannesburg ke ibu kota Pretoria yang jalanannya dinaungi pohon Jacaranda di tepian kanan kiri hingga nampak rindang. Pada musim semi bunganya yang berwarna ungu penuh mengiasi setiap rantingnya yang subur.Kemudian juga mereka mengunjungi Pantai Nahoon di East London yang berombak dan cocok untuk berselancar. Jordan menyukai surfing, dia menyewa papan selancar di tempat persewaan bersama Donovan serta beberapa rekan pengawalnya yang memang bisa berselancar. Sedangkan, Chantal duduk bersantai di tepi pantai bersama Raphael menikmati sinar hangat matahari sambil minum air kelapa muda asli yang banyak dijual di sana.Setelah itu mereka juga mengunjungi Knysna, sebuah kota di sebelah laguna yang dihiasi hutan-hutan kuno indah dan pegunungan yang mengelilinginya. Di sana mereka berkunjung ke Taman Nasional Tsitsikamma.Upington yang berada di tepi Sungai Orange tak ketinggalan didatangi juga
Mendekati perairan Afrika Selatan gelombang lautan semakin tenang, cuaca cerah dan mataharu bersinar terik di siang hari. Jordan dan seisi kapal Fortune Marine sudah tidak memerlukan pakaian rangkap lagi seperti ketika mereka melintasi perairan Antartika."Sebetulnya apa yang membuatmu ingin mengunjungi Afrika, Jordan?" tanya Chantal yang berdiri bersama suaminya di dek kapal. "Afrika Selatan negara yang unik, percayalah ... perjalanan berat kita akan terbayar saat kau melihat-lihat seperti apa Negeri Pelangi itu. Hanya Afrika Selatan yang memiliki 3 ibu kota di seluruh dunia, Pretoria, Cape Town, dan Bloemfonstein. Namun, kota terbesarnya adalah Johannesburg yang menjadi penghasil emas, berlian, nikel, dan logam lainnya. Selain itu hanya di negara ini kita bisa menemukan satwa the big five yang liar paling sulit diburu; macan tutul, badak, kerbau Cape, gajah Afrika, dan singa. Aku akan mengajakmu ke Kruger National Park, itu salah satu game reserve terbesar di dunia. Kita akan kelil
Kapten Andres Fuller ternyata tidak menemukan kerusakan pada bodi maupun mesin kapal Fortune Marine. Maka Jordan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka dengan bertolak dari dermaga di siang hari usai makan siang di salah satu restoran yang ada di pelabuhan. "Aku senang kita bisa berlayar lagi. Suhu udara yang membekukan hingga ke tulang nampaknya tak cocok denganku, Jordan!" ujar Chantal saat kapal sudah mulai melaju dalam kecepatan stabil 21 knots.Gelombang laut Samudera Selatan masih tenang dan Kapten Andres memanfaatkan waktu di mana matahari masih bersinar sekalipun tidak secerah di daerah tropis. "Nampaknya kita akan menghabiskan waktu agak lama di lautan, semoga bahan bakarnya cukup," jawab Jordan yang tidak terlalu optimis dengan perjalanan mereka. "Mungkin akan membosankan, Jordan. Aku rindu menetap di daratan," ujar Chantal dengan nada lesu. Tidur di atas kapal yang terombang-ambing di tengah lautan terkadang membuatnya cemas.Kapal itu melaju setiap hari di saat