Share

Operasi Gabby 2

Penulis: Ririichan13
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-05 09:27:21

Nara mendesah pelan, bukan waktunya memikirkan Marvel sekarang. Sebaiknya, ia kembali menuju ruang perawatan, Gabby dan Arka pasti sudah menunggunya di sana.

Dan benar saja, begitu ia tiba disana, Gabby sudah berganti pakaian memakai baju operasi, sementara Arka menemaninya di ranjang itu sambil bermain mobilan.

Begitu melihat sang ibu di sampingnya, Gabby menoleh pelan, dan sebuah pertanyaan pun muncul dari bibir polosnya.

"Ibu, apa nanti Ayah akan datang setelah aku operasi seperti yang ibu bilang?"

Nara terdiam. Pertanyaan itu lebih tajam daripada sebuah pisau. Dengan susah payah, ia pun memaksa untuk tersenyum dan mengelus rambut putranya.

"Bismilah, semoga saja ya, Nak. Karena, ayah pernah bilang, kalau Gabby udah sembuh, pasti ayah akan segera pulang. Ayah sama ibu kan kerja buat kesembuhan Gabby," ucap Nara dengan sedikit gemetar.

Gabby hanya mengangguk, berharap bahwa ucapan sang ibu benar adanya. Sementara Arka, menatap sang kakak dengan heran.

Nara hanya tersenyum masam dan mengangguk, seolah jangan bicara itu sekarang.

Setelah beberapa saat, seorang perawat pun datang lagi ke kamar Gabby.

"Pagi Adek Ganteng, sudah siap hari ini?" tanya perawat itu dengan ramah.

"Siap, Sus. Gabby udah capek di tusuk jarum terus tangannya. Jadi, pingin cepet-cepet sembuh," jawabnya dengan sumringah meskipun wajahnya masih sedikit pucat.

"Alhamdulillah kalau gitu. Yuk, kita ke lantai lima, Dokter Setya sudah menunggu di sana," ucap perawat itu kembali dan mendapat anggukan dari Gabby.

Nara dan Arka pun bergegas membantu sang perawat mendorong brankar itu menuju lantai 5.

"Untuk pengantar cukup antar sampai sini, ya. Ibu dan Masnya bisa menunggu di ruang tunggu sebelah sana. Jalannya lewat sana ya," ucap perawat itu kembali begitu mereka tiba di ruang operasi.

Arka dan Nara mengangguk ragu. Sebelum benar-benar pergi, ia pun kembali memeluk tubuh sang anak dan mengecupnya dengan lembut.

"Gabby anak hebat ya, kuat sayang di dalam ya," ucap Nara dan hanya mendapat anggukan dari Gabby.

Dan setelah itu, brankar pun perlahan di dorong masuk ke dalam ruang operasi.

"Ayo, Mbak," ajak Arka setelah pintu itu tertutup sempurna'.

Nara mengangguk pelan. Keduanya pun melangkah menuju ruang tunggu dengan langkah yang sedikit goyah.

Begitu tiba di sana, Nara kembali mengusap wajahnya kasar sambil memijat pelipisnya pelan.

"Mbak ...," panggil Arka lirih, nyaris berbisik.

Nara menoleh. Tapi, Arka bungkam seketika. Ia menundukkan pandangannya, menatap ke arah lantai putih di depannya.

Nara tersenyum masam, seolah tau apa yang di pikirkan sang adik saat itu. Nara pun mengusap lembut punggung sang adik dan kembali bersuara.

"Alhamdulillah, Mbak dapet pinjaman dari kantor, Ka. Sekarang, kita tinggal doain Gabby aja ya, biar segera sembuh dan operasinya berjalan lancar," ucap Nara lirih.

Arka menghembuskan napas lega dan mengangguk mantap.

"Alhamdulillah kalau beneran dapet pinjaman dari kantor mah, Mbak. Asal Mbak jangan sampai jual diri ya, Mbak. Aku nggak mau kejadian lahirnya Gabby ke ulang lagi," ucapnya pelan.

Deg!

Hati Nara kembali berdenyut nyeri. Ucapan itu ... kata-kata itu, seolah kembali menghantamnya. Andai saja ... andai saja sang adik tau apa yang sebenarnya ia lakukan, mungkin saat ini ...

Nara menggeleng pelan, bukan saatnya. Ia melakukan ini demi sang anak, demi Gabby agar bisa segera sembuh.

***

Dua jam berlalu dengan lambat bagi Nara saat itu. Beberapa kali ia melihat ke arah lampu indikator, namun belum ada perubahan.

Lampu itu masih padam dan belum menyala, menandakan bahwa operasi belum selesai.

"Mbak, aku cari makan siang dulu, ya. Mbak mau makan apa?" tanya Arka mengalihkan pembicaraannya.

"Beliin Mbak kopi aja, Ar. Mbak lagi nggak pingin makan," jawan Nara.

Arka hanya mengangguk lalu segera pergi dari sana. Sementara Nara masih di sana, bergelayut dengan pikirannya yang tak pasti.

Ia akhirnya bangkit, berjalan-jalan pelan di sekitar ruang tunggu sepertinya bisa membuatnya sedikit tenang.

Tapi sayangnya, ketenangan itu sama sekali tak muncul. Justru rasa takut lah yang kembali bergelayut.

Ia kembali duduk di kursi, mengangkat tangannya, dan mengusap wajahnya yang hampir kembali mengeluarkan air mata.

"Ya Tuhan ... lindungi Gabby," bisiknya pelan, nyaris putus asa.

Dan saat itulah, dari sudut mata, ia melihat bayangan seseorang di ujung lorong. Refleks ia menoleh, memastikan pandangannya tidak salah.

Tiba-tiba, seluruh tubuhnya langsung membeku, bahkan napasnya pun terasa sesak.

Apa yang dilakukan lelaki itu di sana?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Operasi Gabby 2

    Nara mendesah pelan, bukan waktunya memikirkan Marvel sekarang. Sebaiknya, ia kembali menuju ruang perawatan, Gabby dan Arka pasti sudah menunggunya di sana.Dan benar saja, begitu ia tiba disana, Gabby sudah berganti pakaian memakai baju operasi, sementara Arka menemaninya di ranjang itu sambil bermain mobilan.Begitu melihat sang ibu di sampingnya, Gabby menoleh pelan, dan sebuah pertanyaan pun muncul dari bibir polosnya."Ibu, apa nanti Ayah akan datang setelah aku operasi seperti yang ibu bilang?"Nara terdiam. Pertanyaan itu lebih tajam daripada sebuah pisau. Dengan susah payah, ia pun memaksa untuk tersenyum dan mengelus rambut putranya."Bismilah, semoga saja ya, Nak. Karena, ayah pernah bilang, kalau Gabby udah sembuh, pasti ayah akan segera pulang. Ayah sama ibu kan kerja buat kesembuhan Gabby," ucap Nara dengan sedikit gemetar.Gabby hanya mengangguk, berharap bahwa ucapan sang ibu benar adanya. Sementara Arka, menatap sang kakak dengan heran.Nara hanya tersenyum masam dan

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Operasi Gabby

    Udara malam Kota Jakarta terasa begitu dingin dan menusuk kulit. Tapi sayangnya, dinginnya udara malam, sama sekali tak mampu mendinginkan hati Nara yang panas.Apalagi, kilatan bayangan masa lalu itu perlahan muncul kembali di otaknya saat mencium aroma kamar dan tubuh Marvel.Nara kembali menghembuskan napas panjang begitu ia tiba di rumah sakit."Bismillah, aku harus terlihat biasa saja di depan Arka dan Gabby," ucapnya menguatkan dirinya.Dengan langkah pasti, ia pun kembali ke lantai tiga.Begitu masuk ruangan, nampak Gabby yang masih terlelap. Posisinya masih sama seperti saat ia tinggalkan tadi. Tak ada yang berubah, tenang dan damai.Sementara di sofa, Arka juga tertidur dengan posisi duduk memangku buku. Sepertinya, adiknya itu baru saja menyelesaikan PRnya dan langsung ketiduran sebelum sempat membereskannya.Arka sendiri saat ini sudah kelas 2 SMK, tinggal dua tahun lagi ia lulus, karena itu sebisa mungkin Nara tak ingin sang adik putus sekolah.Sebelum menuju ranjang Gabby

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Apa Yang Kamu Inginkan?

    Marvel menyunggingkan bibirnya lalu menggeleng dengan tegas."Tidak, tapi aku memang ingin melihatnya. Lakukan dan akan aku berikan uangnya nanti," ucapnya kembali.Mata Nara kembali membola. Ingin rasanya menolak dan kabur, tapi sayangnya, nyalinya tak sekuat itu.Dengan tangan gemetar, ia membuka kancing blusnya satu per satu. Meskipun malu, ia sudah terlanjur masuk, jadi tak mungkin untuk mundur. Sementara di sana, tatapan Marvel terus tertuju padanya, seolah tak ingin bergeser sedikit pun.Dan setelah beberapa saat, lingerie itu akhirnya terpasang sempurna di tubuhnya. Gegas, ia menutup area dada dan bawahnya dengan kedua tangannya. Ia benar-benar malu meskipun kain tipis itu menutupi kulitnya.Marvel kembali mendekat, kali ini tanpa jarak lagi. Bahkan, hembusan napas dan detak jantungnya pun bisa Nara dengar dengan jelas.Tak lama, jemarinya mulai menyusuri wajah, dagu dan juga juga bibir Nara. Darah Nara kembali berdesir hebat, apalagi saat mencium aroma mint dari tubuh lelaki

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Lingerie Biru

    Suasana di ruangan tetap hening, hanya bunyi detik jam yang beradu dengan detak jantung Gabby yang terdengar.Nada mendesah pelan sebelum akhirnya beranjak dari duduknya."Mbak mau keluar dulu, beli makan. Kamu mau makan apa, Ar?" tanya Nara berbasa-basi."Apa aja, Mbak," jawabnya pelan.Nada mengangguk, lalu segera keluar dari ruangan itu.Begitu keluar, ia tak langsung menuju kantin rumah sakit yang berada di bawah, melainkan duduk sebentar di kursi panjang ruang tunggu.Ia merogoh saku blazernya, mencari ponselnya dan mengeluarkannya dengan tangan yang gemeter.Ia menatap ponselnya cukup lama sebelum akhirnya ia menekan nomer Marvel dan menelponnya.Tutt ... Tutt ...Suara itu berakhir, menandakan panggilannya tak diangkat.Namun, ia tak menyerah, ini baru satu kali dan ia akan mencobanya lagi.Tuut… tuut…Tapi sayangnya, masih sama. Marvel tak kunjung mengangkatnya.Nara menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar."Mungkin, ini memang bukan jalannya," lirihnya pel

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Keputusan Sulit

    Nara memacu motornya dengan kecepatan sedang cenderung tinggi. Setelah mendapat telpon dari Arka, pikirannya langsung kalut dan membayangkan yang tidak-tidak.Ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang, meskipun harus kembali berdebat kecil dengan Marvel karena lelaki itu tak mengijinkannya.Begitu selesai memarkirkan motornya, ia melangkah tergesa menuju lantai tiga, tempat dimana Gabby di rawat.Di depan ruang rawat, Nara bisa melihat jelas Arka sedang berdiri dengan gelisah. Tanpa pikir panjang, ia buru-buru menghampirinya meskipun dengan sedikit terengah."Ar, ada apa? Gabby nggak apa-apa kan?" tanyanya dengan napas yang memburu.Arka menoleh, mencoba tersenyum sebelum akhirnya menggeleng pelan."Tadi ... Gabby sempat kejang, Mbak, dan Mbak diminta segera menemui dokter Setya di ruangannya," ucapnya lirih sambil tertunduk.Nara terdiam sebentar, melongok ke arah kamar pasien, lalu melirik sekilas ke ujung lorong. Ia mendesah pelan, lalu mendorong pintu kamar pasien, memilih untuk ber

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Tawaran Kotor

    “Layani aku malam ini, dan aku akan memberi kamu uang itu secara cuma-cuma," ucap lelaki itu dengan tenang.Meskipun diucapkan dengan tenang, nyatanya, kalimat itu membuat Nara terdiam seketika, seolah jantungnya berhenti berdetak. Bahkan, diatas pangkuannya, jemarinya nampak mengepal kuat menciptakan bekas putih di kulit tangannya.Lalu, dengan tegas ia mengatakan, "Maaf, Pak. Tapi saya datang ke sini untuk meminjam uang bukan untuk menjual diri saya."Marvel menyunggingkan bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang terasa seperti sebuah ejekan dari pada keramahan.Perlahan, ia bangkit dari duduknya, merapikan jas mahalnya lalu menghampiri Nara yang terduduk kaku di sana."Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Nara?" tanyanya pelan, lalu dengan santai mencoba mencolek pipi Nara. Namun sayangnya, langsung di tepis oleh wanita itu."Nara, coba kamu pikirkan baik-baik tawaran saya ini. Kamu butuh uang untuk pengobatan anakmu, dan saya butuh kamu untuk memuaskan hasrat saya. Bukannya itu adil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status