Saat kedua gadis itu masih terlibat perbincangan, tiba-tiba terdengar suara seseorang, yang membuat keduanya replek mengalihkan pandangan mereka, ke arah sumber suara."Sedang apa kalian?" tanya orang tersebut, yang ternyata adalah Ciko. Disusul oleh seorang gadis cantik di belakangnya.'Siapa gadis yang bersama Ciko itu,' batin Ayuna, yang langsung merasa penasaran. Sebab selama tinggal di desa, dirinya belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Berbeda halnya dengan Silvi, yang langsung merubah wajahnya menjadi cemberut, saat melihat kedatangan gadis itu, siapa lagi kalau bukan Indah."Indah, kamu jadi datang?" ucap Silvi, lalu melirik ke arah rantang yang dibawa oleh gadis itu, ia yakin itu pasti makan siang untuk Jaka. Seketika gadis itu langsung lemas, Karena pasti sudah tidak akan ada kesempatan untuknya berdekatan dengan Jaka siang ini."Tentu, bukankah sebelumnya aku sudah katakan padamu?" ucap Indah sambil tersenyum. Gadis itu sempat melirik ke arah Ayuna, merasa sedikit penas
Indah menatap tajam ke arah orang tersebut, yang ternyata adalah Silvi, sebenarnya gadis itu tidak sengaja mengatakannya. Itu adalah ungkapan isi hati gadis itu, namun siapa sangka akan terucap keluar dari mulutnya. Tadinya Silvi ingin pulang saja, saat melihat kedatangan Indah, namun ia juga tidak rela melihat Jaka hanya berduaan bersama Indah.Mau tidak mau, Silvi terpaksa ikut bersama mereka, walau dengan mulut yang komat-kamit tanpa suara, gadis itu terus menggerutu. sepanjang jalan mereka menuju gazebo, untuk makan siang, dan di sinilah mereka saat ini sedang menikmati makan siang bersama pekerja lainnya.Silvi terus menggerutu di dalam hati, saat beberapa teman Jaka menggoda pasangan tersebut, dan tentunya membuat hati Silvi marah dan kesal, hingga gadis itu melontarkan kalimat tersebut, yang tanpa disadarinya ternyata ucapannya itu malah keluar dari mulutnya."Apa maksud kamu berkata seperti itu Silvi?" tanya Indah.Indah meneguk ludahnya kasar, saat ini tatapan semua orang seda
"Ay, kenapa kamu bicara seperti itu dengan Ciko?" ucap seseorang dari arah belakang keduanya. Ayuna langsung menolehkan pandangannya, ke arah sumber suara, begitupun dengan Ciko."Paman Wildan,"Sapa Ciko. Saat mengetahui ternyata orang tersebut adalah Juragan Wildan.Sedangkan Ayuna hanya melirik sekilas, tanpa ingin menyapa sang Ayah."Ada apa Ciko? Kenapa wajah gadis itu begitu jelek," tanya Juragan Wildan, kepada Ciko. Yang sebenarnya hanya ingin menggoda putrinya tersebut."Oh, itu, aku juga tidak tahu Paman, mungkin putri Paman itu sedang datang tamu bulanan," jawab Ciko. Pemuda itu membalas candaan ayah dari gadis yang disukainya tersebut. Juragan Wildan yang mendengar jawaban Ciko terlihat mengulum senyum, berbeda dengan halnya Ayuna yang semangkin memperlihatkan wajah masamnya."Tidak usah bicara sembarangan kamu Cik, tidak penting banget sih," ucap Ayuna dengan nada ketus."Nak, kok kamu bicara seketus itu pada Ciko? Dia hanya bercanda," ucap Juragan Wildan saat melihat perub
Ciko melihat tangannya yang ditahan oleh seseorang, dan orang tersebut ternyata adalah Jaka. Dengan cepat, Ciko langsung menghempaskan tangan Jaka yang bertengger di lengannya."Apa masalahmu? Kenapa ikut campur urusan orang lain," ucap Ciko, sambil menatap tajam ke arah Jaka."Maaf Ciko, saya tidak bermaksud untuk ikut campur, saya hanya tidak ingin Neng Ayuna merasa terganggu dengan yang kamu lakukan terhadapnya," ucap Jaka."Kau? Hei Jaka, jangan ikut campur urusan orang lain! Aku sama sekali tidak menggangu Ayuna, aku hanya ingin berbicara dengannya,"ucap Ciko. Lalu pandangannya beralih ke arah Ayuna yang saat itu masih terdiam, gadis itu tidak menyangka jika Jaka akan membelanya."Ayuna, aku ingin bicara, hanya sebentar Ay," ucap Ciko yang masih mencoba bicara dengan Ayuna. Lelaki itu tidak ingin sampai gadis pujaan hatinya itu marah dengannya. Ya walaupun Ayuna bilang sudah memaafkan, namun sikapnya yang sekarang ini, bagi Ciko masih belum menunjukan maaf yang sesungguhnya.Ayuna
Entah ada apa dengan Ayuna, tiba-tiba saja dirinya merasa kesal dengan pertanyaan Indah, padahal gadis itu hanya bertanya saja, namun bagi Ayuna, pertanyaan itu seolah mengejek dirinya. Sebagai putri dari seorang Juragan perkebunan kelapa sawit, kenapa harus bersusah payah untuk bekerja, nikmatilah hidup, mau apapun tinggal bilang, tinggal beli, untuk apa harus bersudah payah bekerja? Mungkin begitulah yang Ayuna tangkap dari maksud pertanyaan Indah tersebut."Ayuna, kenapa kamu menjawab ketus seperti itu? Indah hanya bertanya Nak," ucap Juragan Wildan."Maaf kan saya Indah, saya tidak bermaksud seperti itu," ucap Ayuna, namun dengan wajah datar."Tidak masalah Mba, mungkin tadi Mba Ayuna merasa salah faham dengan pertanyaan saya, tapi jujur, saya tidak bermaksud apapun," jelas Indah. Entah mengapa, gadis itu merasa jika Ayuna salah faham dengan pertanyaannya barusan.***Saat ini terlihat Ciko sedang berada di rumah orang tuanya Indah, terlihat Pak Wongso dan Ciko sedang berbicara di
Baru saja Jaka hendak memajukan wajahnya ke arah Indah, tiba-tiba terdengar suara pekikan lantang berseru ke arah mereka, mendengar itu, Indah langsung membuka matanya, sedangkan Jaka menarik wajahnya menjauh dari Indah."Apa yang kalian lakukan?" teriak seseorang, membuat sepasang kekasih tersebut langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah sumber suara.Seketika wajah Jaka terlihat menegang, saat melihat ke dua orang tua Indah datang menghampiri mereka dengan wajah emosi, lebih tepatnya wajah Pak Wongso, yang sangar, seperti hendak menelannya hidup-hidup. Sementara Bu Wongso sendiri terlihat cemas, mencemaskan Indah dan juga nasib kekasihnya itu, ia tidak tahu apa yang akan suaminya itu, akan melakukan apa terhadap Jaka."Apa yang ingin kau lakukan pada putriku, hah? Apa kau ingin melecehkannya?" ucap Pak Wongso, dengan nada yang cukup tinggi, membuat Bu Wongso melirik kiri dan kanan, takut kalau ada yang mendengar ucapan suaminya tersebut."Pak, sudah! Jangan teriak-teriak, malu
Di dalam ruangan Juragan Wildan yang berada di lantai dua, Ayuna yang saat itu sedang menatap keluar jendela, melihat Jaka yang baru saja sampai diparkiran.'Akhirnya dia datang juga,' batin gadis itu. Ya, Ayuna memang menunggu kedatangan Jaka. Ada rasa tidak rela dihatinya, saat melihat Jaka pergi bersama dengan kekasihnya Indah."Kamu melihat apa Nak?" Juragan Wildan yang saat itu baru menyelesaikan tugasnya, langsung berdiri, dan melangkah mendekati Ayuna,yang saat itu terus menatap ke arah luar jendela."Sepertinya di luar ada sesuatu yang menarik, hingga kamu tidak mengalihkan pandanganmu sama sekali," sambung Juragan Wildan. Lelaki paruh baya itu kini sudah berada di samping Ayuna, matanya ikut melihat ke arah pandang putrinya. Namun lagi-lagi pertanyaan itu hanya bagai angin lalu."Nak, apakah ayah harus melamarkan nya untukmu?" Pertanyaan Juragan Wildan langsung membuat Ayuna tersentak. Dan mengalihkan pandangannya ke arah sang ayah."Ayah bicara apa? Me-melamar siapa maksud A
Feri menatap wajah Uut dengan penuh tanda tanya, lelaki itu menatap lekat mata wanita itu, untuk mencari kebohongan dimatanya. Feri masih belum bisa mencerna maksud dari ucapan istri dari pamannya tersebut."Bi, maksud Bibi apa?" tanya Feri."Bukannya kamu sudah mendengarnya tadi? Tadi itu bibi bilang, kalau bibi suka sama kamu," Uut kembali mengulang ucapannya."Tapi kenapa bibi bisa menyukaiku? Bukankah bibi sudah punya paman Joko?" tanya Feri, ada kegelisahan didalam kalimat lelaki itu."Loh, kamu ini aneh sekali sih, masa kalau kita suka sama seseorang butuh alasan sih," ucap Uut sedikit heran.Feri masih diam, bingung bagai mana caranya harus menanggapi Uut."Ha ha ha ... Ya ampun Feri, lucu sekali wajahmu itu," Uut tertawa, sambil tangannya sesekali menutup mulutnya yang masih tertawa dengan lebar. Sedangkan Feri sendiri merasa heran, entah apa yang lucu, hingga membuat wanita yang ada di depannya itu tertawa begitu lebar."Bi Uut kenapa tertawa? Apanya yang lucu?" Feri tampak s