Sepanjang perjalanan pulang, Jaka terus memikirkan permintaan ayah, dari kekasihnya tersebut. Entah apa yang harus Jaka katakan, pada orang tuanya nanti, memikirkan itu semua, membuat kepalanya, berdenyut nyeri.
Sedangkan di tempat yang berbeda, terlihat Ayuna dan Juragan Wildan, baru saja sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar. Namun sekali lagi, tak ada di perkampungan tersebut, yang mampu menandingi, besarnya rumah milik sang juragan kampung. Siapa lagi kalau bukan Juragan Wildan."Ini rumahnya, Yah?" tanya gadis itu"Iya. Ini rumah Pak Bandi," jawab Juragan Wildan"Kenapa melamun? Ayo cepetan, turun!" Juragan Wildan menepuk pelan, pundak anak gadisnya, sebelum akhirnya, membuka pintu mobil Jeep miliknya." I-iya, Yah," jawab Ayuna tergagap, lalu kembali menatap rumah yang ada di depannya, saat ini" Semoga saja dugaanku salah," gumam Ayuna dengan suara lirih.Kini keduanya, sudah berada di depan pintu rumah tersebut, saat hendak mengetuk pintu, tiba-tiba pintu tersebut sudah terbuka lebih dahulu, seolah tahu, jika ada tamu yang sedang berdiri di balik daun pintu tersebut."Eh, Juragan, sudah datang? Silahkan masuk Juragan, silahkan Neng, sudah ditunggu oleh Bapak dan Ibu," ucap seorang wanita paruh baya, yang bekerja di rumah keluarga Pak Bandi. Wanita tersebut juga mengenal Juragan Wildan, karena memang dirinya juga termasuk warga kampung tersebut.Juragan Wildan, dan putrinya hanya menganggukkan kepala, lalu ikut melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut.DegJantung Ayuna seketika berdetak kencang, saat melihat seorang pria muda yang sedang melangkah menuju ke arahnya, sambil tersenyum."Tuh, kan, benar dugaanku," gumamnya lirih"Hai Ayuna, selamat datang di rumahku," ucap pria tersebut, dengan senyum yang sangat manis di bibirnya, namun sama sekali tidak terlihat manis sedikitpun, di mata gadis itu. Dan pria itu, tidak lain dan tidak bukan, adalah Ciko, sepupu dari sahabatnya Lola. Lelaki yang selama ini menaruh hati padanya."Nak kok bengong?Jabat dong, tangannya!" Juragan Wildan mengintrupsiAyuna hanya tersenyum, dengan perasaan malas, gadis itu pun terpaksa menyambut uluran tangan pemuda tersebut."Mari-mari Juragan, silahkan duduk," ucap Pak Bandi."Iya Juragan. Jangan sungkan," sambung istrinya, yang bernama Lela.Lalu tatapan wanita paruh baya tersebut, beralih ke arah Ayuna. "Mari Nak Ayuna, silahkan," sambungnya.Ayuna merasa sedikit heran, bukankah ini adalah pertemuan pertama mereka, lagi pula gadis itu merasa belum memperkenalkan dirinya, sama sekali, tapi kenapa wanita paruh baya itu bisa tahu namanya, begitulah isi kepala gadis cantik tersebut. Namun meskipun begitu, tetap saja Ayuna mengikuti langkah wanita tersebut.Satu jam kemudian, setelah selesai dengan acara makan malam, mereka memutuskan untuk pergi ke ruang tamu. Tentunya untuk kembali melanjutkan pembicaraan, yang sempat tertunda sebelumnya.Sementara Ayuna sendiri, lebih memilih untuk duduk di teras rumah, ditemani oleh Ciko. Lebih tepatnya, Ciko lah yang selalu ingin berada didekat gadis itu."Kamu kenapa terus mengikuti, aku?" ucap Ayuna, sambil menatap jengah, ke arah pemuda tampan tersebut.Ciko memang termasuk pria yang cukup tampan, namun sayangnya, modal tampan saja tidak cukup bagi Ayuna, sebab pria itu memiliki sifat yang sangat Ayuna benci."Aku mengikuti kamu, ya karena aku suka," jawab Ciko santai.Ayuna yang mendengar ucapan lelaki tersebut, memutar bola matanya malas."Sebenarnya apa sih, tujuan kalian, mengundang aku dan Ayahku, untuk makan malam bersama?" tanya Ayuna, yang akhirnya mengutarakan isi pikirannya."Tujuan? Maksud kamu tujuan apa? Aku tidak mengerti deh," jawab Ciko"Jangan pura- pura tidak mengerti, aku tahu kamu tidak bodoh," ucap Ayuna sarkasCiko menggaruk tengkuknya, yang tidak gatal, lalu tersenyum. Senyum yang menurut Ayuna sangat dipaksakan."Kenapa diam? Jawab dong pertanyaanku," desak Ayuna lagi."Jangan berpikiran buruk, mana mungkin keluargaku merencanakan sesuatu. Ayah dan Ibuku mengundang kalian, hanya untuk makan malam saja, dan sekalian membahas ....""Membahas, apa?" potong Ayuna tidak sabaran. Sedangkan Ciko, terlihat menarik sudut bibirnya, karena telah berhasil membuat gadis itu penasaran."Tentu saja membahas perkebunan, apa lagi," sambungnya.Sedangkan Ayuna hanya mendengus. Sepertinya, gadis itu sama sekali tidak percaya, dengan apa yang baru saja Ciko katakan padanya.Tiba-tiba Ayuna berdiri dari duduknya, membuat Ciko juga langsung ikut berdiri."Kamu mau ke mana?" tanya Ciko"Aku mau menemui Ayah, dan mengajaknya pulang," jelas Ayuna"Jangan pulang dulu Ay, aku masih ingin bersamamu, aku masih kangen," ucapnya lirihCiko memberanikan diri untuk menyentuh tangan Ayuna, setelah lelaki itu meraihnya, Ciko langsung mengecup punggung tangan gadis itu, membuat darah Ayuna seketika berdesir, saat bibir basah milik Ciko, berhasil mendarat di kulit tangannya."Kamu apa-apaan sih Cik? Seenaknya mencium tanganku," ucap Ayuna sambil menepis kasar tangan Ciko." M-maaf, aku khilaf," cicitnyaAyuna mendengus, mendengar jawaban lelaki yang sudah kurang ajar, mencium tangannya itu. Namun tidak dipungkiri, saat ini, Ayuna masih merasakan debaran di jantungnya. Bukan karena sudah jatuh cinta kepada Ciko, namun karena perlakuan pria itu, yang sudah berani mencium tangannya. Jujur saja, walaupun pernah tinggal lama di kota, namun Ayuna sama sekali belum pernah disentuh oleh pria manapun, selain ayahnya. Dan semua perlakukan Ciko barusan membuat sesuatu di dalam dirinya bergejolak.Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sejak tadi terus memperhatikan keduanya. Dari kejauhan, terlihat seseorang sedang berdiri di samping motornya, sambil melihat keduanya dengan tatapan datar. Setelahnya, orang tersebut mendorong kembali motor miliknya, menyusuri jalan perkampungan tersebut."Apa yang kamu, lihat?" tanya Ciko saat melihat Ayuna, sedang memperhatikan jalan yang tak jauh dari rumahnya."Entahlah, sepertinya tadi aku melihat seseorang, tapi mungkin aku yang salah melihat," Jawabnya, lalu kembali ingin beranjak dari tempatnya."Kamu mau ke mana lagi?" tanya Ciko"Menemui Ayah, memangnya apa lagi," ucapnya ketus, setelah mengatakan itu, Ayuna segera melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut, untuk menemui Juragan Wildan, yang berada di dalam rumah Ciko, bersama kedua orang tuanya.Sedangkan Ciko sendiri, mengikuti langkah gadis itu masuk ke dalam rumahnya. Dan keduanya pun melangkah beriringan menuju ruang tamu, di mana saat ini ayah dan kedua orang tua Ciko berada."Eh, ini mereka sudah datang," ucap Bu Lela, sambil menatap ke arah Ciko dan Ayuna, yang baru memasuki rumah."Memangnya ada apa, Bu?" tanya Ayuna penasaran"Duduklah dulu, setelah itu baru bicara," sambung Juragan Wildan'Ada apa ya? Kok perasaanku tiba-tiba merasa tidak enak,' batin Ayuna."Neng Ayuna, boleh ibu bertanya sesuatu sama, Neng?" ucap Bu Lela, yang seketika membuyarkan lamunan Ayuna."Memangnya mau tanya apa, Bu?" jawab Ayuna."Begini, apa sebelumnya Neng Ayuna sudah memiliki, kekasih?" tanya wanita paruh baya tersebut, langsung to the point.Mendapat pertanyaan seperti itu, membuat Ayuna mengerenyitkan alisnya bingung."Maksud Ibu sebenarnya, apa ya?" tanya Ayuna lagi. Karena ibu dari Ciko tersebut, tiba-tiba bertanya perihal masalah pribadinya"Kalau misalkan Neng Ayuna, memang belum memiliki kekasih, ibu dan Ayahnya Ciko, ingin melamar Neng Ayuna, sebagai menantu kami," ucapnya."What ...?""Sayang sudah dong, jangan ngambek begitu," ucap Juragan Wildan. Saat ini mereka baru saja sampai di depan rumah. Sejak istri dari Pak Bandi tadi menyuarakan keinginannya, untuk menjadikan putrinya sebagai menantu keluarga mereka, juragan Wildan sama sekali belum ada membahas apapun dengan Ayuna, lebih tepatnya, gadis itu yang sedang menghindarinya. Bahkan sepanjang perjalanan pulang, Ayuna sama sekali tidak menatap kearah sang ayah."Ayuna, kamu dengar ayah kan?" ucap Juragan Wildan, sedikit kesal.Ayuna menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap ayahnya, dengan raut wajah yang juga terlihat kesal. "Ayah itu apa-apaan sih? Buat apa coba, pakai acara menjodohkan aku dengan Ciko, aku tidak suka Yah," ucapnya sambil berdecak kesal."Loh, siapa juga yang mau menjodohkan kamu, itukan ibu Lela yang mau, sedangkan ayah, mana tahu," ucap juragan WildanAyuna memicingkan matanya, menatap sang ayah curiga, sepertinya gadis itu sama sekali tidak mempercayai ucapan ayahnya barusan."Kenap
Di kediaman Juragan Wildan, terlihat ada sepasang suami istri yang sedang duduk di ruang tamu, sudah setengah jam keduanya menunggu sang tuan rumah, namun masih belum ada tanda-tanda sang empu akan keluar dari kamarnya." Kemana sih, itu anak, lama banget di kamar mandi," gerutu sang istri."Sudah jangan begitu, mungkin perutnya sakit, makanya lama," jawab suaminya.Saat wanita itu hendak kembali membuka mulutnya, tiba-tiba pintu kamar milik seseorang yang sejak tadi mereka tunggu akhirnya terbuka, bersamaan dengan dengan seorang gadis yang tersenyum ke arah keduanya."Nih dia, anaknya, lama banget sih Ay? Tidur kamu, di kamar mandi?" sembur wanita itu begitu melihat Ayuna. Ya, dia adalah Ayuna Baskoro."Hehehe ... maaf," jawab gadis itu."Cepat katakan! Untuk apa kamu menyuruh aku dan Feri datang ke rumahmu?" tanya wanita itu langsung, yang ternyata adalah Yola dan Feri suaminya, sekaligus sahabat Ayuna."Ayah, sepertinya mau menjodohkan aku sama Ciko," ucapnya langsung, setelah dudu
Mendengar suara seseorang, keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara."Ayah," ucap Silvi sambil tersenyum. Ya, orang itu adalah Pak Budi ayahnya Silvi, sekaligus mandor perkebunan tersebut.Jaka yang ditatap langsung mencoba menjelaskan maksud kedatangannya. "Begini Pak, kedatangan saya ke sini untuk menanyakan tentang pekerjaan," jawabnya."Pekerjaan?" ucap Pak Budi, mengulang kata-kata Jaka."Iya Pak, saya datang ke sini untuk menanyakan pekerjaan, Bapak saya bilang, kalau Pak Budi sedang membutuhkan seorang pekerja, dan Bapak saya, meminta saya untuk menggantikannya," ucap Jaka."Oh jadi kamu bersedia menggantikan Pak Agus, untuk bekerja di perkebunan, ini," tanya Pak Budi memastikan."Iya Pak, saya datang ke sini, memang untuk menggantikan pekerjaan Bapak saya," ucap Jaka.Mendengar ucapan Jaka, Pak Budi dan Silvi tersenyum senang. Khususnya Silvi, gadis itu sangat senang, karena akhirnya pemuda yang disukainya itu sebentar lagi akan bekerja di perkebunan, itu artinya jika seti
"Maksudmu apa? Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakannya padamu, jika aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun, sama kamu?" ucap Ayuna."Aku tahu, tapi apa tidak bisa kamu memberikanku kesempatan sekali saja Ay, aku beneran cinta sama kamu, dan aku rasa tidak ada laki-laki yang rasa cintanya, sebesar aku mencintaimu," ucap Ciko meyakinkan."Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikan aku kesempatan," ucap Ciko, berharap Ayuna akan memikirkan permintaannya."Tidak bisa Ko, sebaiknya kamu cari gadis lain, kamu bukan tipeku, dan lagi pula, aku tidak memiliki perasaan sama kamu, jadi aku tidak bisa memberikan harapan palsu," ucap Ayuna.Ciko mengepalkan tangannya dibawah meja, sungguh harga dirinya seperti sangat direndahkan oleh gadis yang ada didepannya ini, tapi walaupun begitu, Ciko tetap mencoba untuk mengendalikan emosinya. Sebenarnya selama ini Ciko berusaha untuk mengendalikan dirinya, agar tidak bertindak sembarangan yang nantinya akan membuat Ayuna seman
Lola melangkah masuk kedalam rumahnya, yang memang tidak tertutup rapat. Seketika matanya membola, saat melihat adegan yang ada di depan matanya.Ayuna yang melihat kedatangan Lola, dengan sedikit panik gadis itu langsung saja menarik kakinya dari pangkuan Ciko, Ayuna tidak ingin sahabatnya itu berpikir yang tidak-tidak tentang mereka. Walaupun Ayuna sempat merasakan gelenjar aneh karena sentuhan Ciko di kakinya tadi."Sedang apa kalian?" tanya Lola, membuat Ciko langsung menoleh ke arah sumber suara. Berbeda dengan halnya Ayuna, yang mencoba tetap bersikap biasa."Jangan mikir yang aneh-aneh deh Lo, itu tadi aku lagi dipijat oleh sepupumu," jelas Ayuna, yang tahu arti dari tatapan sahabatnya itu."Memangnya kenapa tuh kaki, kok sampai memar gitu?" tanya Lola, lalu mengambil posisi duduk disebelah Ayuna."Ayuna tadi terpeleset saat berada di kamar mandi, aku hanya membantunya untuk memijat kakinya, agar mengurangi rasa sakit dibagian kakinya," jelas Ciko."Kok bisa sih? Makanya hati-h
Ayuna menatap tajam ke arah keduanya, entah kenapa rasanya hatinya tidak rela saat melihat keduanya sedekat itu."Ternyata Silvi juga mengenalnya, sepertinya mereka sangat dekat, rasanya kok hatiku sakit ya, saat melihat kedekatan mereka," gumam Ayuna, sambil menyentuh dadanya yang terasa sesak.Ayuna terus melihat interaksi keduanya, walaupun tidak suka melihat kedekatan mereka, tetap saja, Ayuna tidak ingin tertinggal sedikitpun dengan sosok pemuda yang ada bersama Silvi, yang tidak lain adalah Jaka. Pemuda yang sudah berhasil mencuri perhatiannya."Iih, kok si Silvi kecentilan banget ya sama Jaka, wah, kayaknya dia suka sama Jaka deh," Ayuna terus menggerutu, matanya terus memperhatikan keduanya, hingga sampai Jaka meninggalkan Silvi, barulah gadis itu melanjutkan kembali kendaraannya.Ayuna langsung melajukan kembali kendaraannya, namun kali ini Ayuna memutuskan untuk menuju rumah milik Lola, dan Feri, sahabatnya. Rasanya gadis itu sudah tidak sabar untuk menceritakan apa saja yan
Ayuna memperhatikan sosok yang memasuki area parkir tersebut. Bahkan gadis itu dan Pak Budi masih berdiri di tempat yang sama."Loh, ternyata Nak Jaka, toh" ucap Pak Budi setelah Jaka melepaskan masker dan helm miliknya."Eh, Pak Budi, selamat pagi Pak," sapa Jaka. Lelaki itu memang tidak melihat keduanya tadi.Jaka melirik ke arah gadis yang berada disamping Pak Budi. Gadis yang saat ini terlihat sedang sibuk memainkan ponselnya, lebih tepatnya, Ayuna berpura sibuk, padahal tidak ada hal penting sama sekali.'Gadis ini, sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana, ya' batin Jaka mengingat-ingat sosok Ayuna.Sementara Ayuna masih diam, dengan menyibukkan dirinya. Bahkan gadis itu sengaja tidak menatap ke arah pemuda itu."Kok malah bengong Jak?" ucap Pak Budi, yang membuat Jaka langsung tersadar."Eh, tidak kok Pak," ucap Jaka, pemuda itu kembali melirik Ayuna, dan kali ini disadari oleh Pak Budi."Eh iya, Neng, ini kenalin Jaka, karyawan baru di perkebunan ini," ucap Pak Budi memp
Ayuna langsung membalikan tubuhnya, saat mendapat tepukan pelan di bahunya. Gadis itu semangkin terkejut, saat melihat siapa orang yang ada dibelakangnya itu."Kamu?" ucap Ayuna sedikit kaget."Eh, maaf Neng, saya tidak bermaksud kurang ajar, hanya saja, sejak tadi saya panggil Neng tidak menyahut, makanya saya menepuk pundaknya Neng Ayuna," ucap Jaka, menjelaskan, agar Ayuna tidak salah paham padanya."Iiya, tidak masalah. Aku hanya kaget saja tadi," jawab Ayuna, lalu menundukkan kepalanya, entah kenapa gadis itu merasa sangat grogi berdekatan dengan Jaka. Padahal biasanya dia tidak seperti ini."Neng, mari biar saya antar untuk melihat kedalam," ucap Jaka."Ah, i-iya. Ayo!" ajak Ayuna gugup.'Duh, kok aku jadi gugup gini ya,' batin gadis itu.Ayuna mencuri lirik, ke arah Jaka. Yang ternyata disadari oleh pemuda tersebut."Ada apa Neng? Apa Neng Ayuna ingin bertanya sesuatu kepada saya?" tanya Jaka. Lelaki itu menghentikan langkahnya sejenak."Iya, aku mau bertanya, apa kamu lelaki y