Ayuna yang tadinya duduk, seketika bangkit. Gadis itu ingin memastikan, apakah penglihatannya, salah atau tidak. Sedangkan ketiga orang dewasa, yang terlihat sedang asik tersebut, tidak terlalu menghiraukan, apa yang dilakukan oleh Ayuna. Hingga ucapan gadis itu, yang seketika membuat ketiganya, langsung menoleh ke arah gadis itu.
"Ini poto siapa?" tanya Ayuna, sambil memegang bingkai tersebut."Nak, apa yang kamu lakukan? Jangan sentuh barang orang lain, sembarangan!" ucap Juragan Wildan memperingati."Tidak apa-apa kok, Juragan," jawab Bu Romlah, istri Pak Agus. Sedangkan Juragan Wildan, tak lagi menjawab.Ayuna yang masih belum mendapatkan jawaban, atas pertanyaannya, kembali bersuara."Apa ini putra kalian?" tanya Ayuna, yang kembali bersuara. Sejujurnya, Ayuna merasa sangat penasaran, dengan sosok pemuda, yang ada dalam bingkai poto tersebut."Iya Neng, itu memang poto anak Ibu dan Bapak, namanya Jaka," jawab Bu Romlah. Matanya terus melihat ke arah gadis cantik itu, yang terlihat masih betah, menatap poto anak perjakanya.'Apa ini benar dia? Laki-laki yang telah menolongku, malam itu? Walaupun kemarin malam dia memakai topi, tapi sepertinya ini memang benar dia,' batin Ayuna."Neng, kenapa terus melihat poto anak Ibu? Apa neng cantik mengenal, Jaka?" sambung Bu Romlah.Ucapan Bu Romlah, seketika membuat Ayuna tersentak, bukan hanya Ayuna, bahkan Juragan Wildan pun, langsung menatap putrinya itu, untuk meminta penjelasan."Oh, t-tidak kok, saya hanya bertanya saja, karena wajahnya mirip dengan seseorang, yang saya kenal," jawab gadis itu berkilah."Oh, begitu, saya pikir neng cantik mengenal anak saya," sambung Bu Romlah"Ayuna, Bu. Nama saya, Ayuna," jelas gadis cantik, yang sepertinya memang harus memperkenalkan dirinya tersebut."Oh, iya, Neng Ayuna. Nama yang cantik ya, seperti orangnya," puji Bu RomlahSedangkan Ayuna, hanya tersenyum, mendengar ucapan wanita paruh baya tersebut, karena memang gadis itu sudah terbiasa, mendapatkan pujian seperti itu. Bukan bermaksud sombong, tapi kenyataannya, memang Ayuna Baskoro, anak dari Juragan Wildan, memanglah gadis yang sangat cantik.DI TEMPAT LAINSaat ini, terlihat sepasang kekasih sedang duduk di atas sepeda motor, saat ini keduanya sedang berada di pinggir jalan."Bang, maafkan Bapak ya? Indah harap, Abang tidak memasukan kata-kata Bapak dalam hati," ucap seorang gadis cantik, yang mencoba memberi pengertian, pada kekasihnya.Lelaki tersebut tersenyum lembut, ke arah gadis itu, lalu mengganggukan kepalanya."Tidak masalah, kamu jangan merasa tidak enak, bukankah ini sudah biasa terjadi? Dan abang, juga tidak masalah, jika Bapakmu, bersikap seperti itu, yang terpenting, asalkan abang masih bisa bertemu denganmu, itu saja sudah cukup," jelas lelaki tersebut, yang tidak lain adalah Jaka, dan kekasihnya, Indah.Jaka yang memang sangat mencintai Indah, tidak merasa keberatan, jika orang tua kekasihnya itu, bersikap buruk dengannya. Bagi Jaka, yang terpenting dirinya masih bisa bertemu dengan Indah saja, itu sudah cukup untuknya."Sudah jangan sedih. Sebaiknya kita pergi sekarang, hari juga sudah mulai siang ini. Takutnya Ibumu, menunggu lama di sana," ucap Jaka.Walaupun bapaknya Indah tidak menyukainya, namun ibu dari gadis itu, sama sekali tidak keberatan, dengan hubungan mereka, asalkan putrinya bahagia, tidak masalah baginya."Baiklah, ayo Bang," ajak gadis ituJaka mengangguk, lalu segera menghidupkan mesin kendaraan jadul, milik bapaknya, yaitu Pak Agus, yang selama ini selalu Jaka pakai, saat pergi bekerja. Sedangkan Pak Agus sendiri, lebih memilih untuk berjalan kaki, jika pergi ke perkebunan, karena kebetulan memang jarak rumah mereka, dan tempatnya bekerja, tidaklah jauh, hanya membutuhkan waktu selama 15 menit untuk berjalan kaki.***Tok ... tok ... tok ...."Ayuna cepatlah Nak! Jangan terlalu lama,"ucap Juragan Wildan, dari balik pintu kamar gadis itu.Tak lama terdengar pintu terbuka, lalu terlihatlah Ayuna dengan penampilannya, yang sudah rapi. Namun sangat berbeda dengan wajahnya, yang terlihat kusut."Loh kok mukanya ditekuk begitu, sih?" tanya sang ayah. Sedangkan gadis itu, hanya bisa menghela nafas berat"Yah, apa aku harus banget ya, ikut? Ini kan acaranya Ayah, dan juga Pak Bandi," ucap Ayuna mencoba bernegosiasi"Harus dong Sayang, Pak Bandi itukan, sudah mengundang kita, lagi pula kamu itukan tahu, jika Ayah, hanya punya kamu sekarang, sedangkan Ibumu sudah lama meninggal. Apa kamu tega sama ayah?" ucap Juragan Wildan, dengan wajah sedihnya.Sedangkan Ayuna, yang melihat ayahnya bersedih, hanya bisa menghela nafas berat, selalu itu yang ayahnya katakan. Jika gadis itu menolak permintaan sang ayah. Dan jika sudah seperti ini, bagai mana bisa gadis itu menolaknya." Iya, baiklah. Aku akan ikut," jawabnya pasrah." Nah, begitu dong. Itu baru putri ayah," ucap Juragan Wildan, sambil tersenyumSedangkan di tempat lain, terlihat sepasang kekasih, yang baru saja sampai, di depan sebuah rumah, yang cukup besar, namun tidak sebesar milik Juragan Wildan, yang berkali-kali lipat."Baru pulang, kalian?" ucap seorang pria paruh baya, dengan tatapan tajamnya."Ayah," ucap seorang gadis dengan suara lirih."Maaf Pak, kami pulang terlambat. Sebab tadi, motor saya sempat mogok di jalan," sambung kekasih dari gadis itu, yang tak lain adalah Jaka.Mendengar alasan pemuda di depannya, membuat pria paruh baya itu, tersenyum sinis, senyuman remeh, yang selalu ia tunjukan kepada kekasih, dari putrinya tersebut."Sampai kapan kamu ingin terus menjalin hubungan dengan putri saya, hah? Lihatlah dirimu, hanya memiliki motor butut. Seharusnya kamu itu sadar, jika kamu itu tidak pantas bersanding dengan putri saya," ucapnya merendahkan."Ayah kenapa berkata seperti itu? Bukankah Ayah, sudah berjanji, untuk memberikan kesempatan, pada Bang Jaka," ucap Indah. Mencoba untuk membela kekasihnya."Ayah memang pernah berjanji, untuk memberikan kesempatan, pada kekasihmu itu, tapi lihatlah, sampai sekarang, lelaki itu sama sekali tidak ada perubahan. Dia masih sama seperti dulu, Jaka yang hanya seorang buruh pabrik, dengan penghasilan rendah. Mau makan apa kamu nantinya, jika hidup bersama dengan pria, ini?" ucap ayah dari gadis itu. Dan jangan lupakan senyum remeh, yang selalu ia tunjukan kepada Jaka.Indah menoleh ke arah kekasihnya, yang terlihat hanya diam, sambil menundukkan wajahnya.'Kasihan Bang Jaka. Ayah benar-benar keterlaluan' batin gadis itu."Dengar Jaka! Jika kamu masih belum bisa merubah nasibmu itu, maka jangan salahkan saya, jika Indah nantinya, akan saya jodohkan dengan lelaki lain," ancam lelaki paruh baya tersebut.Matanya menatap Jaka, dengan sorot mata tajam, dan selalu merendahkan."Saya tidak akan membiarkan itu terjadi, dan saya akan melakukan apapun, untuk kebahagian Indah," ucap Jaka dengan emosi tertahan."Benarkah? Kalau begitu, lakukan yang saya perintahkan!"Sepanjang perjalanan pulang, Jaka terus memikirkan permintaan ayah, dari kekasihnya tersebut. Entah apa yang harus Jaka katakan, pada orang tuanya nanti, memikirkan itu semua, membuat kepalanya, berdenyut nyeri.Sedangkan di tempat yang berbeda, terlihat Ayuna dan Juragan Wildan, baru saja sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar. Namun sekali lagi, tak ada di perkampungan tersebut, yang mampu menandingi, besarnya rumah milik sang juragan kampung. Siapa lagi kalau bukan Juragan Wildan."Ini rumahnya, Yah?" tanya gadis itu"Iya. Ini rumah Pak Bandi," jawab Juragan Wildan"Kenapa melamun? Ayo cepetan, turun!" Juragan Wildan menepuk pelan, pundak anak gadisnya, sebelum akhirnya, membuka pintu mobil Jeep miliknya." I-iya, Yah," jawab Ayuna tergagap, lalu kembali menatap rumah yang ada di depannya, saat ini " Semoga saja dugaanku salah," gumam Ayuna dengan suara lirih.Kini keduanya, sudah berada di depan pintu rumah tersebut, saat hendak mengetuk pintu, tiba-tiba pintu tersebut sud
"Sayang sudah dong, jangan ngambek begitu," ucap Juragan Wildan. Saat ini mereka baru saja sampai di depan rumah. Sejak istri dari Pak Bandi tadi menyuarakan keinginannya, untuk menjadikan putrinya sebagai menantu keluarga mereka, juragan Wildan sama sekali belum ada membahas apapun dengan Ayuna, lebih tepatnya, gadis itu yang sedang menghindarinya. Bahkan sepanjang perjalanan pulang, Ayuna sama sekali tidak menatap kearah sang ayah."Ayuna, kamu dengar ayah kan?" ucap Juragan Wildan, sedikit kesal.Ayuna menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap ayahnya, dengan raut wajah yang juga terlihat kesal. "Ayah itu apa-apaan sih? Buat apa coba, pakai acara menjodohkan aku dengan Ciko, aku tidak suka Yah," ucapnya sambil berdecak kesal."Loh, siapa juga yang mau menjodohkan kamu, itukan ibu Lela yang mau, sedangkan ayah, mana tahu," ucap juragan WildanAyuna memicingkan matanya, menatap sang ayah curiga, sepertinya gadis itu sama sekali tidak mempercayai ucapan ayahnya barusan."Kenap
Di kediaman Juragan Wildan, terlihat ada sepasang suami istri yang sedang duduk di ruang tamu, sudah setengah jam keduanya menunggu sang tuan rumah, namun masih belum ada tanda-tanda sang empu akan keluar dari kamarnya." Kemana sih, itu anak, lama banget di kamar mandi," gerutu sang istri."Sudah jangan begitu, mungkin perutnya sakit, makanya lama," jawab suaminya.Saat wanita itu hendak kembali membuka mulutnya, tiba-tiba pintu kamar milik seseorang yang sejak tadi mereka tunggu akhirnya terbuka, bersamaan dengan dengan seorang gadis yang tersenyum ke arah keduanya."Nih dia, anaknya, lama banget sih Ay? Tidur kamu, di kamar mandi?" sembur wanita itu begitu melihat Ayuna. Ya, dia adalah Ayuna Baskoro."Hehehe ... maaf," jawab gadis itu."Cepat katakan! Untuk apa kamu menyuruh aku dan Feri datang ke rumahmu?" tanya wanita itu langsung, yang ternyata adalah Yola dan Feri suaminya, sekaligus sahabat Ayuna."Ayah, sepertinya mau menjodohkan aku sama Ciko," ucapnya langsung, setelah dudu
Mendengar suara seseorang, keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara."Ayah," ucap Silvi sambil tersenyum. Ya, orang itu adalah Pak Budi ayahnya Silvi, sekaligus mandor perkebunan tersebut.Jaka yang ditatap langsung mencoba menjelaskan maksud kedatangannya. "Begini Pak, kedatangan saya ke sini untuk menanyakan tentang pekerjaan," jawabnya."Pekerjaan?" ucap Pak Budi, mengulang kata-kata Jaka."Iya Pak, saya datang ke sini untuk menanyakan pekerjaan, Bapak saya bilang, kalau Pak Budi sedang membutuhkan seorang pekerja, dan Bapak saya, meminta saya untuk menggantikannya," ucap Jaka."Oh jadi kamu bersedia menggantikan Pak Agus, untuk bekerja di perkebunan, ini," tanya Pak Budi memastikan."Iya Pak, saya datang ke sini, memang untuk menggantikan pekerjaan Bapak saya," ucap Jaka.Mendengar ucapan Jaka, Pak Budi dan Silvi tersenyum senang. Khususnya Silvi, gadis itu sangat senang, karena akhirnya pemuda yang disukainya itu sebentar lagi akan bekerja di perkebunan, itu artinya jika seti
"Maksudmu apa? Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakannya padamu, jika aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun, sama kamu?" ucap Ayuna."Aku tahu, tapi apa tidak bisa kamu memberikanku kesempatan sekali saja Ay, aku beneran cinta sama kamu, dan aku rasa tidak ada laki-laki yang rasa cintanya, sebesar aku mencintaimu," ucap Ciko meyakinkan."Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikan aku kesempatan," ucap Ciko, berharap Ayuna akan memikirkan permintaannya."Tidak bisa Ko, sebaiknya kamu cari gadis lain, kamu bukan tipeku, dan lagi pula, aku tidak memiliki perasaan sama kamu, jadi aku tidak bisa memberikan harapan palsu," ucap Ayuna.Ciko mengepalkan tangannya dibawah meja, sungguh harga dirinya seperti sangat direndahkan oleh gadis yang ada didepannya ini, tapi walaupun begitu, Ciko tetap mencoba untuk mengendalikan emosinya. Sebenarnya selama ini Ciko berusaha untuk mengendalikan dirinya, agar tidak bertindak sembarangan yang nantinya akan membuat Ayuna seman
Lola melangkah masuk kedalam rumahnya, yang memang tidak tertutup rapat. Seketika matanya membola, saat melihat adegan yang ada di depan matanya.Ayuna yang melihat kedatangan Lola, dengan sedikit panik gadis itu langsung saja menarik kakinya dari pangkuan Ciko, Ayuna tidak ingin sahabatnya itu berpikir yang tidak-tidak tentang mereka. Walaupun Ayuna sempat merasakan gelenjar aneh karena sentuhan Ciko di kakinya tadi."Sedang apa kalian?" tanya Lola, membuat Ciko langsung menoleh ke arah sumber suara. Berbeda dengan halnya Ayuna, yang mencoba tetap bersikap biasa."Jangan mikir yang aneh-aneh deh Lo, itu tadi aku lagi dipijat oleh sepupumu," jelas Ayuna, yang tahu arti dari tatapan sahabatnya itu."Memangnya kenapa tuh kaki, kok sampai memar gitu?" tanya Lola, lalu mengambil posisi duduk disebelah Ayuna."Ayuna tadi terpeleset saat berada di kamar mandi, aku hanya membantunya untuk memijat kakinya, agar mengurangi rasa sakit dibagian kakinya," jelas Ciko."Kok bisa sih? Makanya hati-h
Ayuna menatap tajam ke arah keduanya, entah kenapa rasanya hatinya tidak rela saat melihat keduanya sedekat itu."Ternyata Silvi juga mengenalnya, sepertinya mereka sangat dekat, rasanya kok hatiku sakit ya, saat melihat kedekatan mereka," gumam Ayuna, sambil menyentuh dadanya yang terasa sesak.Ayuna terus melihat interaksi keduanya, walaupun tidak suka melihat kedekatan mereka, tetap saja, Ayuna tidak ingin tertinggal sedikitpun dengan sosok pemuda yang ada bersama Silvi, yang tidak lain adalah Jaka. Pemuda yang sudah berhasil mencuri perhatiannya."Iih, kok si Silvi kecentilan banget ya sama Jaka, wah, kayaknya dia suka sama Jaka deh," Ayuna terus menggerutu, matanya terus memperhatikan keduanya, hingga sampai Jaka meninggalkan Silvi, barulah gadis itu melanjutkan kembali kendaraannya.Ayuna langsung melajukan kembali kendaraannya, namun kali ini Ayuna memutuskan untuk menuju rumah milik Lola, dan Feri, sahabatnya. Rasanya gadis itu sudah tidak sabar untuk menceritakan apa saja yan
Ayuna memperhatikan sosok yang memasuki area parkir tersebut. Bahkan gadis itu dan Pak Budi masih berdiri di tempat yang sama."Loh, ternyata Nak Jaka, toh" ucap Pak Budi setelah Jaka melepaskan masker dan helm miliknya."Eh, Pak Budi, selamat pagi Pak," sapa Jaka. Lelaki itu memang tidak melihat keduanya tadi.Jaka melirik ke arah gadis yang berada disamping Pak Budi. Gadis yang saat ini terlihat sedang sibuk memainkan ponselnya, lebih tepatnya, Ayuna berpura sibuk, padahal tidak ada hal penting sama sekali.'Gadis ini, sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana, ya' batin Jaka mengingat-ingat sosok Ayuna.Sementara Ayuna masih diam, dengan menyibukkan dirinya. Bahkan gadis itu sengaja tidak menatap ke arah pemuda itu."Kok malah bengong Jak?" ucap Pak Budi, yang membuat Jaka langsung tersadar."Eh, tidak kok Pak," ucap Jaka, pemuda itu kembali melirik Ayuna, dan kali ini disadari oleh Pak Budi."Eh iya, Neng, ini kenalin Jaka, karyawan baru di perkebunan ini," ucap Pak Budi memp