"Sayang sudah dong, jangan ngambek begitu," ucap Juragan Wildan.
Saat ini mereka baru saja sampai di depan rumah. Sejak istri dari Pak Bandi tadi menyuarakan keinginannya, untuk menjadikan putrinya sebagai menantu keluarga mereka, juragan Wildan sama sekali belum ada membahas apapun dengan Ayuna, lebih tepatnya, gadis itu yang sedang menghindarinya. Bahkan sepanjang perjalanan pulang, Ayuna sama sekali tidak menatap kearah sang ayah."Ayuna, kamu dengar ayah kan?" ucap Juragan Wildan, sedikit kesal.Ayuna menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap ayahnya, dengan raut wajah yang juga terlihat kesal. "Ayah itu apa-apaan sih? Buat apa coba, pakai acara menjodohkan aku dengan Ciko, aku tidak suka Yah," ucapnya sambil berdecak kesal."Loh, siapa juga yang mau menjodohkan kamu, itukan ibu Lela yang mau, sedangkan ayah, mana tahu," ucap juragan WildanAyuna memicingkan matanya, menatap sang ayah curiga, sepertinya gadis itu sama sekali tidak mempercayai ucapan ayahnya barusan."Kenapa melihat ayah seperti itu? Kamu masih belum percaya, juga?" tanya pria itu lagi."Entahlah, aku hanya merasa jika ayah terlibat dengan semua ini," jawab gadis itu lagi. Setelah itu Ayuna langsung melangkahkan kaki jenjangnya itu menuju kamar.Sedangkan juragan Wildan langsung menghembuskan nafas lega. "Hampir saja, walaupun dia curiga, setidaknya saat ini aku aman," monolognya.DI TEMPAT LAIN"Loh, motornya kenapa Nak? Kok di dorong?" tanya seorang wanita paruh baya, kepada putranya."Mogok, Bu," jawabnya. Dan pria tersebut adalah Jaka. Setelah pulang dari kediaman Indah, tiba-tiba di tengah jalan, mesin motor miliknya mati, pemuda itu sudah mencoba untuk mencari tahu, apa yang rusak dari kendaraannya itu, namun ia tidak menemukannya. Sebab Jaka juga tidak terlalu mengerti, alhasil pria itu lebih memilih untuk mendorong motor tersebut, hingga tanpa sengaja, matanya melihat sepasang anak muda yang sedang berada di teras rumah, yang tidak lain adalah Ayuna dan juga Ciko. Namun karena posisi saat itu yang memang cukup jauh, membuat Jaka tidak terlalu melihat jelas wajah gadis itu, berbeda dengan Ciko. Jaka mengenal pemuda tersebut beserta keluarganya, hanya sebatas itu saja, sebab Jaka tahu, jika Ciko adalah sosok pemuda yang pemilih kala berteman, mana mungkin pemuda itu mau berteman dengan dirinya yang hanya orang miskin."Ya sudah kalau begitu, sekarang kamu bersihkan tubuhmu! Ibu akan siapkan makan malam untuk kamu dan Bapakmu dulu," ucap Bu Romlah.Jaka menganggukkan kepalanya, setelah itu langsung masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk.Beberapa saat kemudian, Jaka dan kedua orang tuanya sudah berada di meja makan. Di atas meja sudah tersaji ikan goreng, tumis kangkung, dan juga lalapan, jangan lupakan sambel terasi yang selalu menggugah lidah Jaka."Masakan Ibu memang paling enak, Bu," ucap Jaka memuji."Benar kata Jaka, Bu, makasan Ibu selalu bisa memanjakan lidah bapak," sambung Pak Agus."Kalian ini, Bapak dan Anak, paling bisa kalau merayu ibu," ucap Bu Romlah, sambil menggelengkan kepalanya."Oya Jaka, nanti selesai makan, bapak ingin mengatakan sesuatu sama kamu," ucap Pak Agus terdengar serius."Baik Pak," jawab pemuda itu, walaupun sedikit penasaran, dengan apa yang ingin bapaknya itu sampaikan, namun Jaka tetap menggu sampai mereka selesai dengan aktivitas yang ada di depan mereka."Apa yang ingin Bapak katakan padaku, Pak?" tanya Jaka, saat ini ketiganya sudah berada di ruang tengah rumah mereka."Nak, tadi sore Pak Budi datang, beliau bertanya pada bapak, apakah bapak masih sanggup, untuk kembali bekerja di perkebunan Juragan Wildan," ucap Pak Agus, sedikit menjeda ucapannya."Terus Pak?""Pak Budi bilang, jika saat ini mereka sedang membutuhkan seorang pekerja, di bagian tempat, yang biasa ayah kerjakan, nah, karena ayah masih belum bisa masuk, bagai mana jika kamu saja yang masuk menggantikan bapak, Nak?" ucap Pak Agus."Maksud Bapak, Jaka menggantikan Bapak, di perkebunan Juragan Wildan?" tanya Jaka memastikan."Benar Nak, rasanya bapak sudah tidak bisa lagi bekerja di sana, kamu kan tahu kesehatan Bapak. Sekarang sering sakit-sakitan, sebaiknya memang kamu yang harus mengantikannya," sambung Bu Romlah."Tapi, bukannya Ibu dan Bapak tahu, kalau Jaka masih bekerja di pabrik," ucap pemuda itu."Bapak dan Ibu tahu Nak, maka dari itu, bapak meminta kamu untuk segera berhenti dari sana, dan bekerja di perkebunan milik Juragan Wildan, untuk menggantikan bapak. Dari pada kamu harus kerja di kampung sebelah, lagi pula gaji di perkebunan Juragan Wildan juga lebih besar dari gajimu di pabrik itu," jelas Pak Agus."Iya Nak, sebaiknya kamu harus pikirkan tentang ini," sambung Bu Romlah lagi.***"Pak bagai mana? Apa Bapak sudah bicara dengan, Jaka?" tanya seorang gadis cantik."Sudah, tapi bukan dengan Jaka," jawab lelaki yang dipanggil bapak oleh gadis itu."Loh, maksudnya gimana Pak?" tanya gadis yang masih belum diketahui namanya tersebut."Bapak hanya bicara dengan kedua orangtuanya, sebab pemuda yang kamu sukai itu tidak ada di rumahnya. Bu Romlah bilang, kalau Jaka itu sedang pergi, bersama Indah," jelas lelaki paruh baya itu, ia melirik putrinya yang terlihat kesal setelah ucapannya barusan."Kenapa kesal? Bukannya kamu sendiri sudah tahu, jika laki-laki itu sudah memiliki kekasih? Dan sekarang apa kamu masih mau mengejar cintanya? Asal kamu tahu Nak, Ibu dan Bapaknya Jaka, mengatakan jika pemuda itu menolak lamaran Bapak, sebab sudah memiliki kekasih, ya si Indah, itu," jelas lelaki paruh baya itu, yang ternyata adalah Pak Budi. Mandor, sekaligus orang tua dari gadis yang bernama Silvi.Pak Budi memang sengaja, mengatakan jika di perkebunan sedang membutuhkan seorang pekerja, khususnya di bagian tempat yang biasa Pak Agus kerjakan, Pak Budi juga memberikan solusi, agar sebaiknya pekerjaan itu di gantikan saja oleh Jaka, seperti keinginan Silvi. Sebab Silvi bekerja di sana, lebih tepatnya gadis itu setiap harinya selalu mengantarkan makan siang untuk para pekerja yang ada di sana, bersama ibunya. Keduanya memang bekerja untuk menyiapkan makan siang bagi pekerjanya, sangat baik memang juragan mereka itu."Tidak bisa Pak, aku itu sudah lama suka sama Jaka, bahkan sebelum dia sama Indah, apa bagusnya si Indah, menang putih doang, cantikan juga aku kemana-mana," ucapnya, sedangkan Pak Budi hanya menggelengkan kepalanya melihat melakukan putrinya tersebut.'Aku harus mendekati Jaka, dan membuatnya menyukaiku, bagai manapun caranya,' batin Silvi, sambil menyeringai.Di kediaman Juragan Wildan, terlihat ada sepasang suami istri yang sedang duduk di ruang tamu, sudah setengah jam keduanya menunggu sang tuan rumah, namun masih belum ada tanda-tanda sang empu akan keluar dari kamarnya." Kemana sih, itu anak, lama banget di kamar mandi," gerutu sang istri."Sudah jangan begitu, mungkin perutnya sakit, makanya lama," jawab suaminya.Saat wanita itu hendak kembali membuka mulutnya, tiba-tiba pintu kamar milik seseorang yang sejak tadi mereka tunggu akhirnya terbuka, bersamaan dengan dengan seorang gadis yang tersenyum ke arah keduanya."Nih dia, anaknya, lama banget sih Ay? Tidur kamu, di kamar mandi?" sembur wanita itu begitu melihat Ayuna. Ya, dia adalah Ayuna Baskoro."Hehehe ... maaf," jawab gadis itu."Cepat katakan! Untuk apa kamu menyuruh aku dan Feri datang ke rumahmu?" tanya wanita itu langsung, yang ternyata adalah Yola dan Feri suaminya, sekaligus sahabat Ayuna."Ayah, sepertinya mau menjodohkan aku sama Ciko," ucapnya langsung, setelah dudu
Mendengar suara seseorang, keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara."Ayah," ucap Silvi sambil tersenyum. Ya, orang itu adalah Pak Budi ayahnya Silvi, sekaligus mandor perkebunan tersebut.Jaka yang ditatap langsung mencoba menjelaskan maksud kedatangannya. "Begini Pak, kedatangan saya ke sini untuk menanyakan tentang pekerjaan," jawabnya."Pekerjaan?" ucap Pak Budi, mengulang kata-kata Jaka."Iya Pak, saya datang ke sini untuk menanyakan pekerjaan, Bapak saya bilang, kalau Pak Budi sedang membutuhkan seorang pekerja, dan Bapak saya, meminta saya untuk menggantikannya," ucap Jaka."Oh jadi kamu bersedia menggantikan Pak Agus, untuk bekerja di perkebunan, ini," tanya Pak Budi memastikan."Iya Pak, saya datang ke sini, memang untuk menggantikan pekerjaan Bapak saya," ucap Jaka.Mendengar ucapan Jaka, Pak Budi dan Silvi tersenyum senang. Khususnya Silvi, gadis itu sangat senang, karena akhirnya pemuda yang disukainya itu sebentar lagi akan bekerja di perkebunan, itu artinya jika seti
"Maksudmu apa? Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakannya padamu, jika aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun, sama kamu?" ucap Ayuna."Aku tahu, tapi apa tidak bisa kamu memberikanku kesempatan sekali saja Ay, aku beneran cinta sama kamu, dan aku rasa tidak ada laki-laki yang rasa cintanya, sebesar aku mencintaimu," ucap Ciko meyakinkan."Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikan aku kesempatan," ucap Ciko, berharap Ayuna akan memikirkan permintaannya."Tidak bisa Ko, sebaiknya kamu cari gadis lain, kamu bukan tipeku, dan lagi pula, aku tidak memiliki perasaan sama kamu, jadi aku tidak bisa memberikan harapan palsu," ucap Ayuna.Ciko mengepalkan tangannya dibawah meja, sungguh harga dirinya seperti sangat direndahkan oleh gadis yang ada didepannya ini, tapi walaupun begitu, Ciko tetap mencoba untuk mengendalikan emosinya. Sebenarnya selama ini Ciko berusaha untuk mengendalikan dirinya, agar tidak bertindak sembarangan yang nantinya akan membuat Ayuna seman
Lola melangkah masuk kedalam rumahnya, yang memang tidak tertutup rapat. Seketika matanya membola, saat melihat adegan yang ada di depan matanya.Ayuna yang melihat kedatangan Lola, dengan sedikit panik gadis itu langsung saja menarik kakinya dari pangkuan Ciko, Ayuna tidak ingin sahabatnya itu berpikir yang tidak-tidak tentang mereka. Walaupun Ayuna sempat merasakan gelenjar aneh karena sentuhan Ciko di kakinya tadi."Sedang apa kalian?" tanya Lola, membuat Ciko langsung menoleh ke arah sumber suara. Berbeda dengan halnya Ayuna, yang mencoba tetap bersikap biasa."Jangan mikir yang aneh-aneh deh Lo, itu tadi aku lagi dipijat oleh sepupumu," jelas Ayuna, yang tahu arti dari tatapan sahabatnya itu."Memangnya kenapa tuh kaki, kok sampai memar gitu?" tanya Lola, lalu mengambil posisi duduk disebelah Ayuna."Ayuna tadi terpeleset saat berada di kamar mandi, aku hanya membantunya untuk memijat kakinya, agar mengurangi rasa sakit dibagian kakinya," jelas Ciko."Kok bisa sih? Makanya hati-h
Ayuna menatap tajam ke arah keduanya, entah kenapa rasanya hatinya tidak rela saat melihat keduanya sedekat itu."Ternyata Silvi juga mengenalnya, sepertinya mereka sangat dekat, rasanya kok hatiku sakit ya, saat melihat kedekatan mereka," gumam Ayuna, sambil menyentuh dadanya yang terasa sesak.Ayuna terus melihat interaksi keduanya, walaupun tidak suka melihat kedekatan mereka, tetap saja, Ayuna tidak ingin tertinggal sedikitpun dengan sosok pemuda yang ada bersama Silvi, yang tidak lain adalah Jaka. Pemuda yang sudah berhasil mencuri perhatiannya."Iih, kok si Silvi kecentilan banget ya sama Jaka, wah, kayaknya dia suka sama Jaka deh," Ayuna terus menggerutu, matanya terus memperhatikan keduanya, hingga sampai Jaka meninggalkan Silvi, barulah gadis itu melanjutkan kembali kendaraannya.Ayuna langsung melajukan kembali kendaraannya, namun kali ini Ayuna memutuskan untuk menuju rumah milik Lola, dan Feri, sahabatnya. Rasanya gadis itu sudah tidak sabar untuk menceritakan apa saja yan
Ayuna memperhatikan sosok yang memasuki area parkir tersebut. Bahkan gadis itu dan Pak Budi masih berdiri di tempat yang sama."Loh, ternyata Nak Jaka, toh" ucap Pak Budi setelah Jaka melepaskan masker dan helm miliknya."Eh, Pak Budi, selamat pagi Pak," sapa Jaka. Lelaki itu memang tidak melihat keduanya tadi.Jaka melirik ke arah gadis yang berada disamping Pak Budi. Gadis yang saat ini terlihat sedang sibuk memainkan ponselnya, lebih tepatnya, Ayuna berpura sibuk, padahal tidak ada hal penting sama sekali.'Gadis ini, sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana, ya' batin Jaka mengingat-ingat sosok Ayuna.Sementara Ayuna masih diam, dengan menyibukkan dirinya. Bahkan gadis itu sengaja tidak menatap ke arah pemuda itu."Kok malah bengong Jak?" ucap Pak Budi, yang membuat Jaka langsung tersadar."Eh, tidak kok Pak," ucap Jaka, pemuda itu kembali melirik Ayuna, dan kali ini disadari oleh Pak Budi."Eh iya, Neng, ini kenalin Jaka, karyawan baru di perkebunan ini," ucap Pak Budi memp
Ayuna langsung membalikan tubuhnya, saat mendapat tepukan pelan di bahunya. Gadis itu semangkin terkejut, saat melihat siapa orang yang ada dibelakangnya itu."Kamu?" ucap Ayuna sedikit kaget."Eh, maaf Neng, saya tidak bermaksud kurang ajar, hanya saja, sejak tadi saya panggil Neng tidak menyahut, makanya saya menepuk pundaknya Neng Ayuna," ucap Jaka, menjelaskan, agar Ayuna tidak salah paham padanya."Iiya, tidak masalah. Aku hanya kaget saja tadi," jawab Ayuna, lalu menundukkan kepalanya, entah kenapa gadis itu merasa sangat grogi berdekatan dengan Jaka. Padahal biasanya dia tidak seperti ini."Neng, mari biar saya antar untuk melihat kedalam," ucap Jaka."Ah, i-iya. Ayo!" ajak Ayuna gugup.'Duh, kok aku jadi gugup gini ya,' batin gadis itu.Ayuna mencuri lirik, ke arah Jaka. Yang ternyata disadari oleh pemuda tersebut."Ada apa Neng? Apa Neng Ayuna ingin bertanya sesuatu kepada saya?" tanya Jaka. Lelaki itu menghentikan langkahnya sejenak."Iya, aku mau bertanya, apa kamu lelaki y
Saat kedua gadis itu masih terlibat perbincangan, tiba-tiba terdengar suara seseorang, yang membuat keduanya replek mengalihkan pandangan mereka, ke arah sumber suara."Sedang apa kalian?" tanya orang tersebut, yang ternyata adalah Ciko. Disusul oleh seorang gadis cantik di belakangnya.'Siapa gadis yang bersama Ciko itu,' batin Ayuna, yang langsung merasa penasaran. Sebab selama tinggal di desa, dirinya belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Berbeda halnya dengan Silvi, yang langsung merubah wajahnya menjadi cemberut, saat melihat kedatangan gadis itu, siapa lagi kalau bukan Indah."Indah, kamu jadi datang?" ucap Silvi, lalu melirik ke arah rantang yang dibawa oleh gadis itu, ia yakin itu pasti makan siang untuk Jaka. Seketika gadis itu langsung lemas, Karena pasti sudah tidak akan ada kesempatan untuknya berdekatan dengan Jaka siang ini."Tentu, bukankah sebelumnya aku sudah katakan padamu?" ucap Indah sambil tersenyum. Gadis itu sempat melirik ke arah Ayuna, merasa sedikit penas