Share

Bab 6 Niat terselubung

"Sayang sudah dong, jangan ngambek begitu," ucap Juragan Wildan.

Saat ini mereka baru saja sampai di depan rumah. Sejak istri dari Pak Bandi tadi menyuarakan keinginannya, untuk menjadikan putrinya sebagai menantu keluarga mereka, juragan Wildan sama sekali belum ada membahas apapun dengan Ayuna, lebih tepatnya, gadis itu yang sedang menghindarinya. Bahkan sepanjang perjalanan pulang, Ayuna sama sekali tidak menatap kearah sang ayah.

"Ayuna, kamu dengar ayah kan?" ucap Juragan Wildan, sedikit kesal.

Ayuna menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap ayahnya, dengan raut wajah yang juga terlihat kesal. "Ayah itu apa-apaan sih? Buat apa coba, pakai acara menjodohkan aku dengan Ciko, aku tidak suka Yah," ucapnya sambil berdecak kesal.

"Loh, siapa juga yang mau menjodohkan kamu, itukan ibu Lela yang mau, sedangkan ayah, mana tahu," ucap juragan Wildan

Ayuna memicingkan matanya, menatap sang ayah curiga, sepertinya gadis itu sama sekali tidak mempercayai ucapan ayahnya barusan.

"Kenapa melihat ayah seperti itu? Kamu masih belum percaya, juga?" tanya pria itu lagi.

"Entahlah, aku hanya merasa jika ayah terlibat dengan semua ini," jawab gadis itu lagi. Setelah itu Ayuna langsung melangkahkan kaki jenjangnya itu menuju kamar.

Sedangkan juragan Wildan langsung menghembuskan nafas lega. "Hampir saja, walaupun dia curiga, setidaknya saat ini aku aman," monolognya.

DI TEMPAT LAIN

"Loh, motornya kenapa Nak? Kok di dorong?" tanya seorang wanita paruh baya, kepada putranya.

"Mogok, Bu," jawabnya. Dan pria tersebut adalah Jaka. Setelah pulang dari kediaman Indah, tiba-tiba di tengah jalan, mesin motor miliknya mati, pemuda itu sudah mencoba untuk mencari tahu, apa yang rusak dari kendaraannya itu, namun ia tidak menemukannya. Sebab Jaka juga tidak terlalu mengerti, alhasil pria itu lebih memilih untuk mendorong motor tersebut, hingga tanpa sengaja, matanya melihat sepasang anak muda yang sedang berada di teras rumah, yang tidak lain adalah Ayuna dan juga Ciko. Namun karena posisi saat itu yang memang cukup jauh, membuat Jaka tidak terlalu melihat jelas wajah gadis itu, berbeda dengan Ciko. Jaka mengenal pemuda tersebut beserta keluarganya, hanya sebatas itu saja, sebab Jaka tahu, jika Ciko adalah sosok pemuda yang pemilih kala berteman, mana mungkin pemuda itu mau berteman dengan dirinya yang hanya orang miskin.

"Ya sudah kalau begitu, sekarang kamu bersihkan tubuhmu! Ibu akan siapkan makan malam untuk kamu dan Bapakmu dulu," ucap Bu Romlah.

Jaka menganggukkan kepalanya, setelah itu langsung masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk.

Beberapa saat kemudian, Jaka dan kedua orang tuanya sudah berada di meja makan. Di atas meja sudah tersaji ikan goreng, tumis kangkung, dan juga lalapan, jangan lupakan sambel terasi yang selalu menggugah lidah Jaka.

"Masakan Ibu memang paling enak, Bu," ucap Jaka memuji.

"Benar kata Jaka, Bu, makasan Ibu selalu bisa memanjakan lidah bapak," sambung Pak Agus.

"Kalian ini, Bapak dan Anak, paling bisa kalau merayu ibu," ucap Bu Romlah, sambil menggelengkan kepalanya.

"Oya Jaka, nanti selesai makan, bapak ingin mengatakan sesuatu sama kamu," ucap Pak Agus terdengar serius.

"Baik Pak," jawab pemuda itu, walaupun sedikit penasaran, dengan apa yang ingin bapaknya itu sampaikan, namun Jaka tetap menggu sampai mereka selesai dengan aktivitas yang ada di depan mereka.

"Apa yang ingin Bapak katakan padaku, Pak?" tanya Jaka, saat ini ketiganya sudah berada di ruang tengah rumah mereka.

"Nak, tadi sore Pak Budi datang, beliau bertanya pada bapak, apakah bapak masih sanggup, untuk kembali bekerja di perkebunan Juragan Wildan," ucap Pak Agus, sedikit menjeda ucapannya.

"Terus Pak?"

"Pak Budi bilang, jika saat ini mereka sedang membutuhkan seorang pekerja, di bagian tempat, yang biasa ayah kerjakan, nah, karena ayah masih belum bisa masuk, bagai mana jika kamu saja yang masuk menggantikan bapak, Nak?" ucap Pak Agus.

"Maksud Bapak, Jaka menggantikan Bapak, di perkebunan Juragan Wildan?" tanya Jaka memastikan.

"Benar Nak, rasanya bapak sudah tidak bisa lagi bekerja di sana, kamu kan tahu kesehatan Bapak. Sekarang sering sakit-sakitan, sebaiknya memang kamu yang harus mengantikannya," sambung Bu Romlah.

"Tapi, bukannya Ibu dan Bapak tahu, kalau Jaka masih bekerja di pabrik," ucap pemuda itu.

"Bapak dan Ibu tahu Nak, maka dari itu, bapak meminta kamu untuk segera berhenti dari sana, dan bekerja di perkebunan milik Juragan Wildan, untuk menggantikan bapak. Dari pada kamu harus kerja di kampung sebelah, lagi pula gaji di perkebunan Juragan Wildan juga lebih besar dari gajimu di pabrik itu," jelas Pak Agus.

"Iya Nak, sebaiknya kamu harus pikirkan tentang ini," sambung Bu Romlah lagi.

***

"Pak bagai mana? Apa Bapak sudah bicara dengan, Jaka?" tanya seorang gadis cantik.

"Sudah, tapi bukan dengan Jaka," jawab lelaki yang dipanggil bapak oleh gadis itu.

"Loh, maksudnya gimana Pak?" tanya gadis yang masih belum diketahui namanya tersebut.

"Bapak hanya bicara dengan kedua orangtuanya, sebab pemuda yang kamu sukai itu tidak ada di rumahnya. Bu Romlah bilang, kalau Jaka itu sedang pergi, bersama Indah," jelas lelaki paruh baya itu, ia melirik putrinya yang terlihat kesal setelah ucapannya barusan.

"Kenapa kesal? Bukannya kamu sendiri sudah tahu, jika laki-laki itu sudah memiliki kekasih? Dan sekarang apa kamu masih mau mengejar cintanya? Asal kamu tahu Nak, Ibu dan Bapaknya Jaka, mengatakan jika pemuda itu menolak lamaran Bapak, sebab sudah memiliki kekasih, ya si Indah, itu," jelas lelaki paruh baya itu, yang ternyata adalah Pak Budi. Mandor, sekaligus orang tua dari gadis yang bernama Silvi.

Pak Budi memang sengaja, mengatakan jika di perkebunan sedang membutuhkan seorang pekerja, khususnya di bagian tempat yang biasa Pak Agus kerjakan, Pak Budi juga memberikan solusi, agar sebaiknya pekerjaan itu di gantikan saja oleh Jaka, seperti keinginan Silvi. Sebab Silvi bekerja di sana, lebih tepatnya gadis itu setiap harinya selalu mengantarkan makan siang untuk para pekerja yang ada di sana, bersama ibunya. Keduanya memang bekerja untuk menyiapkan makan siang bagi pekerjanya, sangat baik memang juragan mereka itu.

"Tidak bisa Pak, aku itu sudah lama suka sama Jaka, bahkan sebelum dia sama Indah, apa bagusnya si Indah, menang putih doang, cantikan juga aku kemana-mana," ucapnya, sedangkan Pak Budi hanya menggelengkan kepalanya melihat melakukan putrinya tersebut.

'Aku harus mendekati Jaka, dan membuatnya menyukaiku, bagai manapun caranya,' batin Silvi, sambil menyeringai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status