"Kontrak ini akan segera berakhir."
Kavita menoleh ketika suara seorang pria mencapai kedua telinganya. "Segera siapkan surat pemutusan kontrak ini untuk memperjelas status kita."Kavita lekas berdiri dari duduknya dan mengangguk hormat kepada sang atasan, Ezra."Saya akan segera menyiapkannya, Pak. Perkiraan satu minggu sebelum kontrak itu berakhir, surat pemutusannya sudah ada di meja kerja Anda.""Bagus, jangan lupa sertakan biaya-biaya yang belum selesai ... Saya tidak mau ada sedikitpun yang ketinggalan setelah kontrak ini berakhir.""Baik, Pak."Ezra meraih dasinya karena dia harus segera berangkat ke kantor, Kavita dengan sigap membantunya supaya lebih cepat dan rapi.Sebagai sentuhan terakhir, Kavita memakaikan jas hitam legam kepada Ezra dan mengantarkan pria itu ke mobilnya yang sudah menunggu.Setelah sang bos berangkat ke kantor, Kavita kembali ke dalam rumah dan masuk ke kamar Ezra untuk bersih-bersih.Sudah hampir satu tahun ini dia terikat kontrak dengan atasannya di kantor demi membantu mencicil utang suaminya yang menggunung dan seakan tidak ada habis-habisnya.Kalau bukan karena rasa baktinya yang tinggi sekaligus untuk mempertahankan bisnis toko kecil-kecilan yang baru dirintis, Kavita tidak akan mau mengambil jalan pintas seperti ini dengan menawarkan sebuah kontrak kepada bosnya yang dingin dan cuek."Selesai, kamar Pak Ezra sudah rapi ... baju-baju kotor juga sudah aku taruh di tempat cuci ..." Kavita menyeka keningnya yang berkeringat sembari memandang ke setiap sudut di kamar Ezra, termasuk ke arah ranjang berukuran besar yang sudah dia pasang seprai dan juga sarung bantal baru.Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Kavita bergegas pergi ke kamar lain untuk mandi dan bersiap-siap karena dia sudah minta izin kepada Ezra untuk tidak masuk kantor hari ini.Kavita merindukan rumahnya sendiri, juga suami yang pasti juga merasakan hal yang sama."Kapan kontrak kamu selesai, Sayang? Meskipun uangnya banyak, tapi tetap saja aku merasa hampa dan kosong karena kamu tidak ada di sampingku ..." Itulah yang suami Kavita katakan saat berbincang di telepon terakhir kalinya."Aku akan segera pulang, aku janji. Titip toko dan juga rumah kita, kamu jaga baik-baik ....""Tentu saja, Sayang."Kavita menyeka matanya setelah mengenang percakapan itu dengan penuh haru.Selesai mandi, dia bersolek lebih lama supaya membuat suaminya berseri-seri saat menyambut kedatangannya.Kavita sengaja tidak memberi tahu kalau dia akan datang ke rumah hari itu juga, sehingga bayangan kalau suaminya merasa gembira sudah menari-nari di dalam pikiran Kavita.Beberapa saat kemudian, Kavita berjalan santai menuju blok perumahan setelah menempuh perjalanan kira-kira setengah jam menggunakan taksi. Dua buah paperbag terjinjing rapat di masing-masing tangannya sebagai oleh-oleh."Vita, kamu kok ke sini?" Ibu mertua muncul ketika Kavita melangkah masuk ke dalam rumah. "Kamu pasti capek, ibu buatkan minum dulu ya? Jangan ke mana-mana!"Kavita meletakkan paperbag itu dan menggeleng. "Tidak usah repot-repot, Bu ....""Tidak repot kok, tunggu ya?""Tapi, Bu ..." Kavita menghentikan ucapannya karena ibu mertua sudah keburu menghilang ke arah dapur.Senang dengan sambutan sederhana dari sang mertua, Kavita melanjutkan langkahnya menuju kamar utama.Kamar yang dulunya dia dan suami tempati untuk berbagi canda tawa, juga rasa cinta penuh gelora yang berapi-api ...."Deryl pasti terkejut," pikir Kavita seraya menaiki tangga.Dilihatnya pintu kamar utama sedikit terbuka, tanpa ragu Kavita mendorong pintu itu hingga terbuka dan ....Betapa terkejutnya Kavita ketika dia disuguhkan pemandangan yang tersaji di hadapannya.Deryl sedang bergelut dengan selimut yang menggembung, tampak begitu berenergi hingga tidak memperhatikan keadaan sekelilingnya."Aduh, Ryl ....""Ini sudah pelan!"Kavita tidak membutuhkan waktu lama lagi untuk menerka-nerka apa yang sedang terjadi di kamarnya. Dia tarik selimut itu dengan kencang hingga memperlihatkan Deryl yang sedang menyatu erat dengan seorang perempuan tanpa dibatasi sehelai benang pun."Vita! Ka—kamu sudah pulang?" cicit Deryl pucat pasi, ekspresi wajahnya terlihat kaget sementara di sisi lain dia masih ingin menuntaskan geloranya yang belum mencapai puncak."Kenapa berhenti, lanjutkan saja." Kavita menjatuhkan selimut itu kemudian menginjaknya tanpa ampun, dia hujamkan tatapan tajamnya ke arah perempuan yang sedang menunggu pergumulan dengan Deryl dilanjutkan.Wajah keduanya yang bermandikan peluh membuat Kavita ingin meledakkan mereka hingga menjadi kepingan-kepingan kecil sel hingga tak lagi dikenali."Aku akan jelaskan, Vit ... Ah, tapi tunggu—sedikit lagi ...."Tidak tahu malu, Deryl melanjutkan pergumulan itu lagi dan Kavita tidak ingin kedua matanya ternodai lebih dari ini.Beberapa saat kemudian setelah peristiwa menjijikan itu terjadi, Kavita dan Deryl berkumpul di ruang keluarga termasuk perempuan yang tadi menjadi pasangan gelutnya."Apa penjelasan kamu soal ini?" tanya Kavita dengan nada sedingin es. "Tega sekali kamu selingkuh di saat aku bantu perekonomian kamu di luar sana.""Aku tidak selingkuh, Vit. Aku akan menjelaskan siapa Yura sama kamu," jawab Deryl dengan rambut berantakan dan wajah serius.Kavita melirik perempuan yang menjadi biang kerok dalam rumah tangganya dengan Deryl."Tidak selingkuh, ya? Kamu kira mataku buta?""Vita, jangan kasar!""Terus ini apa namanya, kamu menampung perempuan lain dan bahkan tidur sama dia! Seperti itu kamu bilang kalau kamu tidak selingkuh?" tukas Kavita."Aku tidak selingkuh, Yura ini adalah istriku." Deryl menegaskan.Blaaar!Bak tersambar petir di siang bolong, Kavita terbelalak ketika mendengar pengakuan jujur dari mulut Deryl."Kamu ... kamu tega, ya? Aku di luar sana kerja keras, banting tulang buat bantu kamu mencicil utang itu, tapi kamu malah membalasnya dengan pengkhianatan!""Aku tidak berkhianat, Vit! Aku menikahi Yura, jadi posisi dia sama seperti kamu." Deryl memberi pengertian. "Jadi jangan anggap aku berkhianat, selingkuh, atau hal buruk lainnya ....""Kenapa kamu tidak minta izin dulu sama aku?" tanya Kavita dengan menahan keperihan hati yang sangat dalam. "Seharusnya kamu izin dulu."Deryl terdiam sebentar, lebih-lebih Yura yang tidak ingin bicara jika tidak diminta."Kamu harus tahu, bahwa pria tidak membutuhkan izin istrinya jika dia mau menikah lagi ....""Apa kamu bilang?" potong Kavita sengit."Itu kenyataan, Vit! Selama ada uang, kamu dan Yura tidak perlu takut hidup kekurangan. Aku juga akan berlaku adil pada kalian berdua, termasuk urusan ranjang."Cih, dengus Kavita dalam hati. Masalahnya uang yang kamu gunakan untuk hidup itu hampir semuanya adalah uangku!"Setidaknya kamu bisa kan bicara dulu sama aku?" tukas Kavita. "Kalau aku tahu kamu bakal menikah lagi, aku tidak akan pernah mau berkorban sampai sebegini besarnya."Deryl mengusap wajahnya, kemudian menatap Kavita lurus-lurus."Aku tahu kamu akan mengungkit hal itu lagi, makanya aku sengaja tidak minta izin kamu untuk menikahi Yura." Deryl membenarkan.Bersambung—Kavita menatap sinis Deryl.Enak sekali dia bicara!"Sudah lah, kontrak sama bos kamu kan sudah selesai. Sekarang saatnya kita mengelola toko, Yura akan bantu kamu nantinya. Aku jamin kehidupan pernikahan kita akan lancar kalau kalian bisa saling menerima."Kavita menoleh dan sadar kalau Yura melirik ke arahnya."Ngapain kamu lihat-lihat?" sentak Kavita. "Kamu tidak kepikiran untuk mengucapkan sepatah dua patah kata karena sudah jadi selingkuhan suami aku?"Yura langsung tersentak kaget."Vita, aku kan sudah bilang kalau Yura bukan selingkuhan—dia istri aku, yang sekarang jadi adik madu kamu."Kavita melipat kedua tangannya di dada, dia heran sekali kenapa Deryl bisa sepercaya diri itu mengira bahwa dirinya akan menerima pernikahan kedua suaminya dengan lapang dada."Vita, ini minumnya." Mertua muncul ketika suasana sudah lebih kondusif. "Tadi ibu cari-cari kamu, tapi tidak ada ....""Ibu tahu kalau Deryl menikah lagi?" tanya Kavita menyela.Ibu Deryl tidak menjawab, tapi dilihat dari
"Tumben ramai—Lho, Kak Vita? Kapan pulang?"Perhatian kedua wanita itu teralihkan saat adik perempuan Deryl muncul di tengah-tengah mereka."Ini mau kerja lagi," ucap Kavita sambil menyampaikan tasnya ke bahu dan melangkah pergi meninggalkan rumah.Dari cara adik ipar Deryl yang justru jauh lebih kaget saat melihat kehadirannya, Kavita yakin bahwa keberadaan Yura sudah diakui secara resmi."Kak Deryl! Kak, aku mau ngomong!"Deryl yang sedang makan roti di dapur, refleks menoleh ketika mendengar suara Karin."Ngapain teriak-teriak begitu?""Tadi aku bertemu Kak Vita, dia sudah pulang!""Memang, terus kenapa?""Kak Vita hadap-hadapan sama Kak Yura!""Biar saja, kan mereka berdua memang harus saling kenal biar akrab." Deryl menjawab santai, membuat kening Karin berkerut bingung."Ja—jadi ... Kak Vita sudah tahu kalau Kakak nikah lagi?""Tahu lah! Di mana Vita sekarang?""Kerja katanya ....""Biarlah, nanti juga pulang—kontraknya sama si bos kan sudah habis, dia tidak akan punya pilihan l
Malam itu Kavita menghadap laptop yang menyala dengan wajah serius, dia harus segera menyusun kontrak baru yang lebih menggiurkan untuk kedua belah pihak.Apa pun akan Kavita lakukan dalam kontrak itu kecuali melakukan hubungan suami istri, karena Ezra juga setuju untuk tidak memasukkannya dalam kewajiban. Karena pernikahan kontrak mereka harus dirahasiakan rapat-rapat dari publik, termasuk keluarga dan rekan kerja."Keuntungan baru apa yang harus aku berikan pada Pak Ezra?" gumam Kavita seraya memainkan rambutnya. Sekian lama berinteraksi dengannya membuat dia paham bahwa segala sesuatu terkadang harus dihitung untung ruginya.Termasuk dalam hubungan dalam rumah tangga, suami mampu mengayomi dan istri akan berbakti sepenuh hati."Aku tidak mungkin memberikan hak Pak Ezra sebagai suami, tidak ... kami sudah sepakat ..." Jari jemari Kavita berulang kali mengetik dan menghapus ulang tulisan sebelumnya, hingga dia merasa kepalanya akan meledak tidak lama lagi.Di tengah-tengah buntunya
"Apa? Kok bisa kamu nunggak tiga bulan?" Kavita terbelalak kaget. "Aku kan rutin kirim uang sama kakak kamu ....""Nggak tahu tuh Kak Deryl, katanya buat modal toko dulu ... Bulan depannya kalau Kakak transfer, uang sekolah aku mau dibayar." Karin menjelaskan. "Tapi sudah tiga kali dia cuma janji terus sama aku, Kak ...."Kavita sontak lemas. Mempercayakan urusan keuangan rumah tangga sepenuhnya kepada Deryl ternyata merupakan sebuah kesalahan besar yang pernah dia perbuat!"Kamu minta Kak Deryl saja ya, suruh dia tanggung jawab." Kavita menyuruh, setelah itu dia sengaja langsung mematikan ponselnya untuk menghindari drama berkepanjangan.Sudah cukup Kavita menjadi sosok malaikat tak bersayap yang selalu bisa menyelesaikan masalah keuangan mereka dengan mudah, kini mereka harus belajar bahwa uang itu tidak jatuh begitu saja dari langit.Sebelum Ezra terlihat keluar dari ruangan, Kavita sudah lebih dulu meninggalkan kantor supaya dia tidak terlambat menyambut kepulangan suami kontrakny
Kavita tertegun sebentar setelah mendengar ocehan Deryl. “Uang sekolah Karin, listrik, air, kebutuhan dapur juga ya ...” komentar Kavita sementara Yura hanya memeluk nampan dan tidak ikut berkomentar. “Iya, duh ... Jangan bilang kalau kamu lupa transfer!” “Bukan, aku sih tidak lupa—tapi ....” “Tapi apa, Vita? Cepat, jangan bikin aku menunggu!” “Menunggu apa?” “Menunggu ditagih lah! Kita bisa kena denda juga kalau telat bayar air dan listrik, Vit!” Kavita menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan supaya menimbulkan kesan bahwa dia sedang memikul beban yang jauh lebih besar dari seharusnya. “Vita, kamu kok diam saja?” desak Deryl lagi. “Mana uangnya?” “Aku capek sekali, Deryl.” “Kalau begitu habiskan dulu minumannya, ya?” sahut Deryl dengan nada semanis madu. “Biar capek kamu cepat hilang, Yura ini sangat pintar membuat teh!” Yura hanya melempar senyum paksa menanggapi ucapan suaminya. “Bukan itu, aku mau istirahat dulu. Kerja seharian itu berat, tahu.” Kavita melang
Air liur Deryl seolah sanggup menetes dari bibirnya ketika lengan Kavita terulur untuk membetulkan handuk yang menutupi kepalanya.“Yura, kamu keluar dulu bantu ibu!” usir Deryl dengan ekspresi menyebalkan. “Vita, kemarin-kemarin kan aku belum sempat bermalam sama kamu ....”“Tidak usah,” tolak Kavita dengan berkelas, dari sudut matanya dia bisa melihat betapa kesalnya Yura dengan sikap yang diperlihatkan Deryl di depan mereka berdua.“Tidak usah bagaimana? Aku kan berusaha untuk bisa adil sama kalian berdua!” kata Deryl gusar. “Aku akan merasa sangat berdosa seandainya ada salah satu dari kalian yang tidak mendapatkan haknya ....”“Contoh?” Kavita menatap Deryl sedingin es.“Ya contohnya nafkah lahir dan juga nafkah batin, kedua hal itu harus seimbang kan?”“Nafkah lahir? Memangnya kapan terakhir kali kamu kasih aku nafkah lahir?” tanya Kavita sembari mengingat-ingat.Ucapan Kavita membuat Deryl mati kutu, terlebih lagi karena dia mengucapkannya tepat di hadapan istri kedua.
Kavita tersenyum bijak. “Bagaimana kalau kita dengar dulu apa pendapat Yura?” Sontak semua orang langsung mengarahkan pandangannya kepada Yura yang terduduk tegak di kursi. “Eh, kok ... kenapa aku?” Dia gelagapan. “Kamu kan istrinya Deryl juga,” komentar Kavita santai. “Jadi kamu harus terlibat setiap kali ada permasalahan seperti ini kan?” Yura diam saja, Kavita sangat menikmati ekspresinya saat berada di tengah-tengah keluarga bermasalah layaknya keluarga Deryl. “Aku percaya kalau Deryl bisa menyelesaikan setiap permasalahan rumah tangga,” cetus Yura kemudian. “Betul kan, Ryl?” Deryl tersentak. “Ah, iya! Tentu saja, tapi ....” “Aku setuju, Deryl selalu bisa menyelesaikan setiap masalah.” Kavita menimpali. “Kamu memang tidak salah memilih suami.” Yura tersenyum miring. “Aku tidak memilih, tapi Deryl sendiri yang memilihku.” Kavita melirik Deryl, yang merespons dengan menghindari tatapannya sekilas. “Kalau begitu aku serahkan pengeluaran ini kepada kalian berdua, termasuk uan
Ezra mengamati tanda tangan Kavita di beberapa kolom yang tersedia, menurutnya dia terlalu mudah percaya dengan apa yang orang lain katakan. Ezra bahkan ragu kalau Kavita sudah betul-betul membaca seluruh pasal kontrak baru ini dengan baik.Bukan salahku, pikir Ezra seraya ikut membubuhkan tanda tangannya juga sembari tersenyum samar. Mungkin dia yang terlalu gegabah memutuskan ....Malam itu Kavita baru bisa tidur dengan tenang setelah Ezra resmi menyetujui perpanjangan kontrak pernikahan mereka, hari-hari ke depan dia tinggal menyusun rencana untuk membuat Deryl sadar diri karena telah menyia-nyiakan pengorbanannya.“Aku bisa saja langsung menggugat cerai kamu, tapi itu terlalu mudah ...” Kavita memandang foto-foto Deryl di galeri ponselnya untuk terakhir kali, setelah itu dia menghapus seluruh foto itu tanpa ada lagi yang tersisa.Kecuali balas dendam.“Jadi apa rencana kamu selanjutnya?” Ezra bertanya saat Kavita muncul ke kamarnya pagi itu untuk membantunya bersiap-siap.