Kavita menatap sinis Deryl.
Enak sekali dia bicara!"Sudah lah, kontrak sama bos kamu kan sudah selesai. Sekarang saatnya kita mengelola toko, Yura akan bantu kamu nantinya. Aku jamin kehidupan pernikahan kita akan lancar kalau kalian bisa saling menerima."Kavita menoleh dan sadar kalau Yura melirik ke arahnya."Ngapain kamu lihat-lihat?" sentak Kavita. "Kamu tidak kepikiran untuk mengucapkan sepatah dua patah kata karena sudah jadi selingkuhan suami aku?"Yura langsung tersentak kaget."Vita, aku kan sudah bilang kalau Yura bukan selingkuhan—dia istri aku, yang sekarang jadi adik madu kamu."Kavita melipat kedua tangannya di dada, dia heran sekali kenapa Deryl bisa sepercaya diri itu mengira bahwa dirinya akan menerima pernikahan kedua suaminya dengan lapang dada."Vita, ini minumnya." Mertua muncul ketika suasana sudah lebih kondusif. "Tadi ibu cari-cari kamu, tapi tidak ada ....""Ibu tahu kalau Deryl menikah lagi?" tanya Kavita menyela.Ibu Deryl tidak menjawab, tapi dilihat dari ekspresinya yang tidak kaget saat menatap Yura, Kavita menduga bahwa mertuanya juga sudah tahu."Minumlah dulu, kamu pasti capek." Deryl bangkit dan meraih secangkir teh hangat dari ibunya, kemudian membawa Kavita menuju kamar mereka di lantai dua."Aku tidak bilang kalau aku menerima Yura," kata Kavita tegas ketika mereka berdua tiba di kamar."Kamu harus menerima, kamu pasti bisa." Deryl membujuk seraya mengulurkan teh itu. "Minumlah, kamu kelihatan capek."Tentu saja capek, lebih capek lagi setelah Kavita pulang dalam rangka kejutan dan malah justru dirinya sendiri yang dibuat terkejut dengan kehadiran istri kedua suaminya di rumah mereka."Tidur yuk?" ajak Deryl setelah Kavita minum teh buatan ibunya. "Aku tahu kamu rindu sama aku, hari ini juga aku akan memanjakan kamu sepenuhnya ... Aku jamin perhatian aku sama kamu tidak akan berkurang sedikit pun meski istriku nambah satu."Kavita mengernyit jijik saat memandang wajah Deryl yang terkesan mesum saat membaringkannya di tempat tidur."Lihat diri kamu," ucap Kavita dingin. "Kamu kira kamu hebat karena bisa nikah lagi diam-diam tanpa izin?""Ini aku sedang berusaha adil sama kamu," kilah Deryl sembari melepas kaosnya. "Aku kan sudah janji akan adil soal apa pun, termasuk kebutuhan batin kamu."Kavita berkelit ketika Deryl berusaha menerkamnya, sisa-sisa keringat di tubuh sang suami membuat dia merasa jijik dan mual.Bayangan pergumulan seru yang baru saja terjadi di tempat tidurnya sontak meluruhkan rasa cinta dan rindu yang semula begitu membuncah."Jangan sentuh aku," tegas Kavita sambil mendorong Deryl hingga terjengkang. "Rapikan sisa-sisa pertempuran kamu sama perempuan itu, aku tidak sudi tidur di sini lagi.""Vita!" panggil Deryl yang masih belum puas kalau bukan Kavita yang menjadi hidangan penutupnya. "Ayolah, jangan seperti ini. Aku berusaha jadi suami yang baik dengan tidak menceraikan kamu, jadi ....""Ya sudah, ceraikan saja aku." Kavita menegakkan dirinya dengan napas tersengal. "Bagiku, kamu sudah berkhianat.""Itu tandanya kamu istri yang tidak paham aturan," tandas Deryl dengan gaya pongah. "Pria boleh menikah lagi dengan atau tanpa seizin istri, mau dua atau tiga perempuan juga tidak masalah!""Enak sekali kamu ya?""Justru istri yang berbakti itu akan menerima apa pun keputusan suaminya selagi itu demi kebaikan rumah tangga," sambung Deryl lagi."Kebaikan rumah tangga? Kebaikan apa yang kamu maksud?""Apa saja, mungkin kamu atau Yura punya anak? Bisa juga Yura ikut membantu bisnis toko kita, semakin banyak istri maka semakin besar pula rejeki suami!" oceh Deryl, lagaknya seperti bos yang memiliki kemapanan finansial yang membuatnya berani menikah lagi."Aku sehat luar dalam, kamu tahu itu." Kavita mengingatkan. "Aku bisa mengandung anak kamu, jadi menurut aku Yura cuma akan jadi beban tambahan karena pengeluaran rumah tangga jelas bertambah."Deryl tertawa, membuat Kavita menyipitkan matanya."Kamu tenang saja, bisnis toko kita sudah berjalan naik sejauh ini ....""Terus utang-utang kamu bagaimana?" Kavita mengingatkan."Tetap kita cicil, bukankah gaji tambahan dari bos kamu sudah lebih dari cukup—kalau belum, mana mungkin kamu berhenti dari kontrak itu?"Kavita mengembuskan napas. Ada untungnya juga Deryl melimpahkan seluruh utang-utang kepadanya, sehingga dengan begini Kavita akan semakin mudah menyusun rencana untuk memberi pelajaran balik terhadap suaminya itu.Kalaupun memang laki-laki memiliki kewenangan untuk bisa menikah lagi tanpa seizin istri, bukankah akan jauh lebih baik seandainya Deryl berkomunikasi lebih dulu dengannya sebelum terburu napsu untuk menikah?"Kamu tidak usah jual mahal begitu," kata Deryl sembari memamerkan lengannya yang mengkilat oleh bekas keringat Yura, dia tunjuk ke arah bagian belakang kepala. "Sana ambil posisi, aku akan memuaskan kamu hari ini juga."Muak, Kavita berbalik dan melangkah pergi meninggalkan kamar utama yang telah ternodai.***Menjelang sore, Kavita bersiap-siap pergi meninggalkan rumahnya yang dia beli dari hasil patungan bersama Deryl kurang lebih dua tahun yang lalu. Itu saja cicilannya sempat tersendat-sendat karena Deryl terlampau sembrono ikut investasi yang ternyata berujung penipuan dan uangnya raib tak pernah kembali."Mau ke mana?" Yura muncul dan untuk pertama kalinya dia bersuara semenjak kedatangan Kavita ke rumah.Untuk sesaat lamanya, Kavita enggan menanggapi teguran dari perempuan berambut tebal itu.Wajah Yura terlihat masih polos dan lugu."Kerja," jawab Kavita pendek sambil berdiri dari duduknya. "Kamu tidak punya pikiran untuk minta maaf atau apa karena sudah jadi orang ketiga di rumah tangga orang lain?"Yura tidak mengubah ekspresi wajahnya sedikit pun, membuat amarah Kavita semakin memuncak di ubun-ubun."Deryl bilang kalau istri yang baik itu akan menerima apa pun keputusan suaminya," ucap Yura dengan nada menggurui. "Dia akan selalu mendukung apa yang dilakukan suaminya, karena suami sebagai kepala rumah tangga lebih tahu apa yang terbaik untuk anggota keluarga."Kavita menyipitkan mata, heran dengan cara Yura berceramah. Tentu ringan bagi sang madu untuk masuk di dalam kehidupan rumah tangganya dengan Deryl, karena dia tidak perlu susah payah merintis dari nol!"Begitu menurut kamu?" komentar Kavita dingin. "Kamu perempuan baik-baik bukan sih?"Yura memundurkan wajahnya."Tentu saja, kalau tidak mana mungkin Deryl akan ....""Mana ada wanita baik-baik yang mau sama suami orang?" potong Kavita dengan sorot mata membara. "Wanita baik-baik setidaknya akan mikir beribu kali untuk mau dijadikan istri kedua!""Bersedia jadi istri kedua bukan berarti wanita itu bukan wanita baik-baik," bantah Yura. "Aku dinikahi, bukan dijadikan simpanan atau selingkuhan ....""Setidaknya izin dulu bisa kan?""Urusan izin itu urusan Deryl, dia bilang kamu pasti akan menerima keputusannya untuk menikahi aku."Mata Kavita berkilat, ternyata Yura tidak sepolos wajahnya.Bersambung—"Tumben ramai—Lho, Kak Vita? Kapan pulang?"Perhatian kedua wanita itu teralihkan saat adik perempuan Deryl muncul di tengah-tengah mereka."Ini mau kerja lagi," ucap Kavita sambil menyampaikan tasnya ke bahu dan melangkah pergi meninggalkan rumah.Dari cara adik ipar Deryl yang justru jauh lebih kaget saat melihat kehadirannya, Kavita yakin bahwa keberadaan Yura sudah diakui secara resmi."Kak Deryl! Kak, aku mau ngomong!"Deryl yang sedang makan roti di dapur, refleks menoleh ketika mendengar suara Karin."Ngapain teriak-teriak begitu?""Tadi aku bertemu Kak Vita, dia sudah pulang!""Memang, terus kenapa?""Kak Vita hadap-hadapan sama Kak Yura!""Biar saja, kan mereka berdua memang harus saling kenal biar akrab." Deryl menjawab santai, membuat kening Karin berkerut bingung."Ja—jadi ... Kak Vita sudah tahu kalau Kakak nikah lagi?""Tahu lah! Di mana Vita sekarang?""Kerja katanya ....""Biarlah, nanti juga pulang—kontraknya sama si bos kan sudah habis, dia tidak akan punya pilihan l
Malam itu Kavita menghadap laptop yang menyala dengan wajah serius, dia harus segera menyusun kontrak baru yang lebih menggiurkan untuk kedua belah pihak.Apa pun akan Kavita lakukan dalam kontrak itu kecuali melakukan hubungan suami istri, karena Ezra juga setuju untuk tidak memasukkannya dalam kewajiban. Karena pernikahan kontrak mereka harus dirahasiakan rapat-rapat dari publik, termasuk keluarga dan rekan kerja."Keuntungan baru apa yang harus aku berikan pada Pak Ezra?" gumam Kavita seraya memainkan rambutnya. Sekian lama berinteraksi dengannya membuat dia paham bahwa segala sesuatu terkadang harus dihitung untung ruginya.Termasuk dalam hubungan dalam rumah tangga, suami mampu mengayomi dan istri akan berbakti sepenuh hati."Aku tidak mungkin memberikan hak Pak Ezra sebagai suami, tidak ... kami sudah sepakat ..." Jari jemari Kavita berulang kali mengetik dan menghapus ulang tulisan sebelumnya, hingga dia merasa kepalanya akan meledak tidak lama lagi.Di tengah-tengah buntunya
"Apa? Kok bisa kamu nunggak tiga bulan?" Kavita terbelalak kaget. "Aku kan rutin kirim uang sama kakak kamu ....""Nggak tahu tuh Kak Deryl, katanya buat modal toko dulu ... Bulan depannya kalau Kakak transfer, uang sekolah aku mau dibayar." Karin menjelaskan. "Tapi sudah tiga kali dia cuma janji terus sama aku, Kak ...."Kavita sontak lemas. Mempercayakan urusan keuangan rumah tangga sepenuhnya kepada Deryl ternyata merupakan sebuah kesalahan besar yang pernah dia perbuat!"Kamu minta Kak Deryl saja ya, suruh dia tanggung jawab." Kavita menyuruh, setelah itu dia sengaja langsung mematikan ponselnya untuk menghindari drama berkepanjangan.Sudah cukup Kavita menjadi sosok malaikat tak bersayap yang selalu bisa menyelesaikan masalah keuangan mereka dengan mudah, kini mereka harus belajar bahwa uang itu tidak jatuh begitu saja dari langit.Sebelum Ezra terlihat keluar dari ruangan, Kavita sudah lebih dulu meninggalkan kantor supaya dia tidak terlambat menyambut kepulangan suami kontrakny
Kavita tertegun sebentar setelah mendengar ocehan Deryl. “Uang sekolah Karin, listrik, air, kebutuhan dapur juga ya ...” komentar Kavita sementara Yura hanya memeluk nampan dan tidak ikut berkomentar. “Iya, duh ... Jangan bilang kalau kamu lupa transfer!” “Bukan, aku sih tidak lupa—tapi ....” “Tapi apa, Vita? Cepat, jangan bikin aku menunggu!” “Menunggu apa?” “Menunggu ditagih lah! Kita bisa kena denda juga kalau telat bayar air dan listrik, Vit!” Kavita menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan supaya menimbulkan kesan bahwa dia sedang memikul beban yang jauh lebih besar dari seharusnya. “Vita, kamu kok diam saja?” desak Deryl lagi. “Mana uangnya?” “Aku capek sekali, Deryl.” “Kalau begitu habiskan dulu minumannya, ya?” sahut Deryl dengan nada semanis madu. “Biar capek kamu cepat hilang, Yura ini sangat pintar membuat teh!” Yura hanya melempar senyum paksa menanggapi ucapan suaminya. “Bukan itu, aku mau istirahat dulu. Kerja seharian itu berat, tahu.” Kavita melang
Air liur Deryl seolah sanggup menetes dari bibirnya ketika lengan Kavita terulur untuk membetulkan handuk yang menutupi kepalanya.“Yura, kamu keluar dulu bantu ibu!” usir Deryl dengan ekspresi menyebalkan. “Vita, kemarin-kemarin kan aku belum sempat bermalam sama kamu ....”“Tidak usah,” tolak Kavita dengan berkelas, dari sudut matanya dia bisa melihat betapa kesalnya Yura dengan sikap yang diperlihatkan Deryl di depan mereka berdua.“Tidak usah bagaimana? Aku kan berusaha untuk bisa adil sama kalian berdua!” kata Deryl gusar. “Aku akan merasa sangat berdosa seandainya ada salah satu dari kalian yang tidak mendapatkan haknya ....”“Contoh?” Kavita menatap Deryl sedingin es.“Ya contohnya nafkah lahir dan juga nafkah batin, kedua hal itu harus seimbang kan?”“Nafkah lahir? Memangnya kapan terakhir kali kamu kasih aku nafkah lahir?” tanya Kavita sembari mengingat-ingat.Ucapan Kavita membuat Deryl mati kutu, terlebih lagi karena dia mengucapkannya tepat di hadapan istri kedua.
Kavita tersenyum bijak. “Bagaimana kalau kita dengar dulu apa pendapat Yura?” Sontak semua orang langsung mengarahkan pandangannya kepada Yura yang terduduk tegak di kursi. “Eh, kok ... kenapa aku?” Dia gelagapan. “Kamu kan istrinya Deryl juga,” komentar Kavita santai. “Jadi kamu harus terlibat setiap kali ada permasalahan seperti ini kan?” Yura diam saja, Kavita sangat menikmati ekspresinya saat berada di tengah-tengah keluarga bermasalah layaknya keluarga Deryl. “Aku percaya kalau Deryl bisa menyelesaikan setiap permasalahan rumah tangga,” cetus Yura kemudian. “Betul kan, Ryl?” Deryl tersentak. “Ah, iya! Tentu saja, tapi ....” “Aku setuju, Deryl selalu bisa menyelesaikan setiap masalah.” Kavita menimpali. “Kamu memang tidak salah memilih suami.” Yura tersenyum miring. “Aku tidak memilih, tapi Deryl sendiri yang memilihku.” Kavita melirik Deryl, yang merespons dengan menghindari tatapannya sekilas. “Kalau begitu aku serahkan pengeluaran ini kepada kalian berdua, termasuk uan
Ezra mengamati tanda tangan Kavita di beberapa kolom yang tersedia, menurutnya dia terlalu mudah percaya dengan apa yang orang lain katakan. Ezra bahkan ragu kalau Kavita sudah betul-betul membaca seluruh pasal kontrak baru ini dengan baik.Bukan salahku, pikir Ezra seraya ikut membubuhkan tanda tangannya juga sembari tersenyum samar. Mungkin dia yang terlalu gegabah memutuskan ....Malam itu Kavita baru bisa tidur dengan tenang setelah Ezra resmi menyetujui perpanjangan kontrak pernikahan mereka, hari-hari ke depan dia tinggal menyusun rencana untuk membuat Deryl sadar diri karena telah menyia-nyiakan pengorbanannya.“Aku bisa saja langsung menggugat cerai kamu, tapi itu terlalu mudah ...” Kavita memandang foto-foto Deryl di galeri ponselnya untuk terakhir kali, setelah itu dia menghapus seluruh foto itu tanpa ada lagi yang tersisa.Kecuali balas dendam.“Jadi apa rencana kamu selanjutnya?” Ezra bertanya saat Kavita muncul ke kamarnya pagi itu untuk membantunya bersiap-siap.
“M—maaf, Pak! Saya terpaksa bilang begitu karena ... Kalau suami saya tahu gaji saya sudah ditransfer, dia akan mengambilnya!” “Ya sudah, kamu masuk saja. Lain kali kamu bisa gunakan pintu belakang kalau situasi seperti ini,” suruh Ezra.Kavita menggigit bibirnya, dia menebak bahwa kemungkinan Ezra belum tahu kalau pintu belakang dilarang digunakan pegawai kecuali dalam keadaan darurat.Sekarang bagaimana?“Saya serius masuk, Pak?” tanya Kavita ragu.“Apa perintah saya tadi kurang jelas?“Suami saya pasti bikin keributan, Pak ....”“Biar penjaga yang akan mengatasinya kalau sampai ada orang mengacau di kantor saya.”Kavita mau tak mau menuruti perintah Ezra, baginya lebih baik menghadapi Deryl sampai berdarah-darah daripada membuat kesalahan dalam pekerjaan dengan Ezra.Karena itulah Kavita meninggalkan warung tenda dan bergegas menuju kantor tanpa mempedulikan keberadaan Deryl dan adik iparnya.Dia lebih takut jika membuat Ezra murka atau tidak puas dengan pekerjaannya.“