"Apa? Kok bisa kamu nunggak tiga bulan?" Kavita terbelalak kaget. "Aku kan rutin kirim uang sama kakak kamu ...."
"Nggak tahu tuh Kak Deryl, katanya buat modal toko dulu ... Bulan depannya kalau Kakak transfer, uang sekolah aku mau dibayar." Karin menjelaskan. "Tapi sudah tiga kali dia cuma janji terus sama aku, Kak ...."Kavita sontak lemas. Mempercayakan urusan keuangan rumah tangga sepenuhnya kepada Deryl ternyata merupakan sebuah kesalahan besar yang pernah dia perbuat!"Kamu minta Kak Deryl saja ya, suruh dia tanggung jawab." Kavita menyuruh, setelah itu dia sengaja langsung mematikan ponselnya untuk menghindari drama berkepanjangan.Sudah cukup Kavita menjadi sosok malaikat tak bersayap yang selalu bisa menyelesaikan masalah keuangan mereka dengan mudah, kini mereka harus belajar bahwa uang itu tidak jatuh begitu saja dari langit.Sebelum Ezra terlihat keluar dari ruangan, Kavita sudah lebih dulu meninggalkan kantor supaya dia tidak terlambat menyambut kepulangan suami kontraknya.Kavita harus bisa membuat Ezra terkesan dengan tidak membuat kesalahan sekecil apa pun, supaya pengajuan kontraknya disetujui.Apa pun risikonya, Kavita akan jalani demi bisa merebut kembali semua hal yang telah dia berikan kepada Deryl."Selamat datang, Pak."Ezra mengangguk singkat ketika Kavita menyambutnya di depan pintu kamar. Setelah beberapa saat lamanya tidak ada percakapan sama sekali, Kavita baru bisa menyingkir ke tempat lain karena itu berarti tidak ada hal yang akan Ezra kritik terkait pelayanannya.Malam hari usai makan malam, Kavita mendatangi ruang kerja Ezra dan menyerahkan berlembar-lembar surat kontrak kepadanya untuk diperiksa."Tolong Anda cek dulu, Pak." Kavita menyarankan. "Seandainya Anda ingin menambahkan syarat tertentu, kita bisa membicarakannya sekarang."Ezra mengangguk, sementara Kavita berdiri menunggu dengan kedua tangan menyatu di depan."Duduk saja," suruh Ezra. "Tidak perlu terlalu formal kalau berada di rumah.""Baik, Pak."Begitu Kavita duduk, Ezra mulai membaca setiap pasal yang ditulis dalam surat kontrak terbaru.Selama menunggu, Kavita tidak berani banyak bergerak karena takut mengusik konsentrasi atasannya yang sedang begitu serius membaca kontrak.Hingga akhirnya ...."Ini hampir tidak ada bedanya dengan surat kontrak yang lama," komentar Ezra. "Menurut kamu, apa yang bisa saya harapkan dari perpanjangan kontrak pernikahan ini?"Kavita sudah menduga kalau tanggapan Ezra akan seperti itu."Saya pikir ada sedikit perbedaan di surat kontrak yang baru, Pak ....""Apa itu?""Pasal tambahan yang memuat risiko kontrak ini batal secara sah, misalnya ketika Anda bertemu jodoh dan memilih untuk menikah—tentu saja segala urusan kita bisa diselesaikan dengan lebih cepat.""Jadi kewajiban nafkahmu bisa disesuaikan, begitu?""Tentu saja, Pak. Seperti prinsip Anda selama ini, tidak ada kerja sama jika di dalamnya tidak saling menguntungkan kedua belah pihak."Ezra menatap Kavita dengan ekspresi terkesan. "Bagus, kamu sangat memahami saya ternyata."Kavita menarik napas lega."Boleh saya ikut menambahkan poin di sini?" tanya Ezra dengan wajah serius."Tentu saja, Pak.""Kalau begitu, kamu pergilah dulu. Besok pagi-pagi kamu bisa ambil surat ini lagi di kamar."Meskipun bingung dan penasaran dengan apa yang akan Ezra tambahkan di dalam surat kontrak baru itu, Kavita tidak berani mendesaknya. Dia memilih pergi dari ruang kerja Ezra dengan pikiran semrawut.***"Toko ini bisa kamu kelola kan, Sayang?" ucap Deryl sambil tersenyum lembut kepada Yura. "Aku merintis usaha ini dari nol ....""Sama Vita juga?""Tidaklah, Vita lebih sering ada di luar ... seperti yang kamu lihat.""Oh ya, pantas saja kamu tidak terurus dengan baik begini.""Makanya itu aku butuh istri lagi yang bisa mengurusku, Sayang ....""Aku janji akan jadi istri yang baik dan setia buat kamu," ucap Yura sembari tersenyum menggoda, kepalanya dia labuhkan di atas bahu Deryl dengan manja. "Nanti kita akan memiliki banyak anak, masa depan kita cerah, hidup terjamin dengan bisnis toko ini ... Aku beruntung bisa jadi istri kamu, Deryl.""Tentu saja, seharusnya Vita juga berpikir sama seperti kamu." Deryl mengangguk. "Aku adalah suami yang membiarkan istri berdikari, tidak banyak suami yang seperti aku kan?""Betul, rata-rata mereka melarang istri bekerja dan membatasi kegiatan mereka hanya sebatas dapur ....""Nah, kamu malah lebih paham daripada Vita!"Yura perlahan mengubah ekspresi wajahnya."Tapi kelihatannya Vita tidak suka dengan pernikahan kita.""Dia butuh waktu, tidak apa-apa. Yang namanya istri itu kan harus berbakti sama suami apa pun kondisinya, Vita harus dididik seperti itu."Yura mengangguk saja, yang penting dia bisa membina rumah tangga dengan Deryl tanpa halangan yang berarti.Sementara itu di kediaman keluarga Danadyaksa, Kavita baru saja selesai melipat baju-baju bersih Ezra dan memasukkannya ke dalam lemari pakaian. Sebagai istri, kewajibannya di dalam kontrak adalah melayani seluruh kebutuhan pribadi Ezra kecuali kebutuhan batin. Sedangkan untuk nenek Ezra sudah ditangani sendiri oleh pengasuh yang sudah lebih dulu tinggal di rumah sebelum Kavita."Oh iya!"Baru istirahat sebentar, Kavita teringat bahwa dia harus memeriksa tempat tidur Ezra termasuk mengganti seprai dan sarung bantalnya.Semua harus sudah siap ketika Ezra masuk untuk beristirahat."Anda mau minum sesuatu dulu sebelum tidur, Pak?" tanya Kavita sopan."Tidak, kamu boleh pergi.""Baik, Pak. Permisi ..." Kavita melangkah meninggalkan kamar Ezra. "Oh ya, surat kontraknya, Pak ...?""Besok pagi, saya lupa."Kavita mengangguk dan tidak bertanya lagi, dia percaya bahwa Ezra tidak akan terlalu lama menunda pekerjaan.Malam itu meskipun sudah larut, Kavita memutuskan pulang ke rumah dengan diantar sopir keluarga Danadyaksa sesuai ketentuan kontrak."Vita, Sayangku! Akhirnya kamu pulang juga!" Deryl menyambut kepulangan Kavita dengan senyum terkembang di wajahnya. "Kamu habis kerja keras ya? Uangnya pasti banyak ini!"Kavita hanya tersenyum kecut mendengarnya, tapi ekspresi wajahnya langsung berubah saat melihat keberadaan Yura di seberang ruangan."Aduh, capeknya!" Kavita mengeluh jujur sambil duduk di sofa. "Lapar, haus ....""Sebentar, aku suruh Yura untuk siapkan makan dulu buat kamu—Yura, pergi ke dapur sekarang!"Yura terperanjat saat Deryl menyuruh tiba-tiba, tapi Kavita tidak peduli.Saatnya dia menunjukkan siapa yang jadi ratu sesungguhnya di rumah ini."Capek ya, Sayang?" kata Deryl dengan suara semanis madu sembari membelai wajah Kavita yang halus. "Mau aku pijat?"Kavita menggeleng. "Tidak usah, masa suami pijat istri?""Tidak apa-apa, aku ikhlas melakukannya untuk kamu!"Kavita tersenyum samar, terlebih saat Yura muncul dan menghidangkan makanan ringan beserta secangkir teh hangat untuknya."Dimakan dulu," kata Yura mempersilakan.Sekadar basa-basi, Kavita meminum teh itu sedikit."Aku mau langsung istirahat saja ....""Tapi uangnya, Vit?" Deryl terperanjat saat Kavita berdiri dari duduknya."Uang apa?""Uang sekolah Karin, listrik, air, kebutuhan dapur juga." Deryl mengingatkan.Bersambung—Kavita tertegun sebentar setelah mendengar ocehan Deryl. “Uang sekolah Karin, listrik, air, kebutuhan dapur juga ya ...” komentar Kavita sementara Yura hanya memeluk nampan dan tidak ikut berkomentar. “Iya, duh ... Jangan bilang kalau kamu lupa transfer!” “Bukan, aku sih tidak lupa—tapi ....” “Tapi apa, Vita? Cepat, jangan bikin aku menunggu!” “Menunggu apa?” “Menunggu ditagih lah! Kita bisa kena denda juga kalau telat bayar air dan listrik, Vit!” Kavita menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan supaya menimbulkan kesan bahwa dia sedang memikul beban yang jauh lebih besar dari seharusnya. “Vita, kamu kok diam saja?” desak Deryl lagi. “Mana uangnya?” “Aku capek sekali, Deryl.” “Kalau begitu habiskan dulu minumannya, ya?” sahut Deryl dengan nada semanis madu. “Biar capek kamu cepat hilang, Yura ini sangat pintar membuat teh!” Yura hanya melempar senyum paksa menanggapi ucapan suaminya. “Bukan itu, aku mau istirahat dulu. Kerja seharian itu berat, tahu.” Kavita melang
Air liur Deryl seolah sanggup menetes dari bibirnya ketika lengan Kavita terulur untuk membetulkan handuk yang menutupi kepalanya.“Yura, kamu keluar dulu bantu ibu!” usir Deryl dengan ekspresi menyebalkan. “Vita, kemarin-kemarin kan aku belum sempat bermalam sama kamu ....”“Tidak usah,” tolak Kavita dengan berkelas, dari sudut matanya dia bisa melihat betapa kesalnya Yura dengan sikap yang diperlihatkan Deryl di depan mereka berdua.“Tidak usah bagaimana? Aku kan berusaha untuk bisa adil sama kalian berdua!” kata Deryl gusar. “Aku akan merasa sangat berdosa seandainya ada salah satu dari kalian yang tidak mendapatkan haknya ....”“Contoh?” Kavita menatap Deryl sedingin es.“Ya contohnya nafkah lahir dan juga nafkah batin, kedua hal itu harus seimbang kan?”“Nafkah lahir? Memangnya kapan terakhir kali kamu kasih aku nafkah lahir?” tanya Kavita sembari mengingat-ingat.Ucapan Kavita membuat Deryl mati kutu, terlebih lagi karena dia mengucapkannya tepat di hadapan istri kedua.
Kavita tersenyum bijak. “Bagaimana kalau kita dengar dulu apa pendapat Yura?” Sontak semua orang langsung mengarahkan pandangannya kepada Yura yang terduduk tegak di kursi. “Eh, kok ... kenapa aku?” Dia gelagapan. “Kamu kan istrinya Deryl juga,” komentar Kavita santai. “Jadi kamu harus terlibat setiap kali ada permasalahan seperti ini kan?” Yura diam saja, Kavita sangat menikmati ekspresinya saat berada di tengah-tengah keluarga bermasalah layaknya keluarga Deryl. “Aku percaya kalau Deryl bisa menyelesaikan setiap permasalahan rumah tangga,” cetus Yura kemudian. “Betul kan, Ryl?” Deryl tersentak. “Ah, iya! Tentu saja, tapi ....” “Aku setuju, Deryl selalu bisa menyelesaikan setiap masalah.” Kavita menimpali. “Kamu memang tidak salah memilih suami.” Yura tersenyum miring. “Aku tidak memilih, tapi Deryl sendiri yang memilihku.” Kavita melirik Deryl, yang merespons dengan menghindari tatapannya sekilas. “Kalau begitu aku serahkan pengeluaran ini kepada kalian berdua, termasuk uan
Ezra mengamati tanda tangan Kavita di beberapa kolom yang tersedia, menurutnya dia terlalu mudah percaya dengan apa yang orang lain katakan. Ezra bahkan ragu kalau Kavita sudah betul-betul membaca seluruh pasal kontrak baru ini dengan baik.Bukan salahku, pikir Ezra seraya ikut membubuhkan tanda tangannya juga sembari tersenyum samar. Mungkin dia yang terlalu gegabah memutuskan ....Malam itu Kavita baru bisa tidur dengan tenang setelah Ezra resmi menyetujui perpanjangan kontrak pernikahan mereka, hari-hari ke depan dia tinggal menyusun rencana untuk membuat Deryl sadar diri karena telah menyia-nyiakan pengorbanannya.“Aku bisa saja langsung menggugat cerai kamu, tapi itu terlalu mudah ...” Kavita memandang foto-foto Deryl di galeri ponselnya untuk terakhir kali, setelah itu dia menghapus seluruh foto itu tanpa ada lagi yang tersisa.Kecuali balas dendam.“Jadi apa rencana kamu selanjutnya?” Ezra bertanya saat Kavita muncul ke kamarnya pagi itu untuk membantunya bersiap-siap.
“M—maaf, Pak! Saya terpaksa bilang begitu karena ... Kalau suami saya tahu gaji saya sudah ditransfer, dia akan mengambilnya!” “Ya sudah, kamu masuk saja. Lain kali kamu bisa gunakan pintu belakang kalau situasi seperti ini,” suruh Ezra.Kavita menggigit bibirnya, dia menebak bahwa kemungkinan Ezra belum tahu kalau pintu belakang dilarang digunakan pegawai kecuali dalam keadaan darurat.Sekarang bagaimana?“Saya serius masuk, Pak?” tanya Kavita ragu.“Apa perintah saya tadi kurang jelas?“Suami saya pasti bikin keributan, Pak ....”“Biar penjaga yang akan mengatasinya kalau sampai ada orang mengacau di kantor saya.”Kavita mau tak mau menuruti perintah Ezra, baginya lebih baik menghadapi Deryl sampai berdarah-darah daripada membuat kesalahan dalam pekerjaan dengan Ezra.Karena itulah Kavita meninggalkan warung tenda dan bergegas menuju kantor tanpa mempedulikan keberadaan Deryl dan adik iparnya.Dia lebih takut jika membuat Ezra murka atau tidak puas dengan pekerjaannya.“
Di kantor, pikiran Kavita sudah tidak fokus lagi. Berulang kali dia memeriksa hasil pekerjaan di komputer, berusaha mencari-cari kesalahan yang tadi disebutkan Ezra di depan Deryl. “Vita, itu kamu ngapain sih cek-cek file lama?” tegur salah seorang rekan Kavita, Siska. “Aku takut ada yang salah tanpa disengaja,” jawab Kavita gelisah dengan mata lelah. “Salah dari mana, itu kan file lama yang print-nya saja mungkin sudah disobek-sobek.” “Jangan bercanda, Sis.” “Aku tidak bercanda, memang itu kebiasaan Pak Ezra. Dia tidak mau kalau arsip-arsipnya cuma dibuang ke tempat sampah, harus dibakar atau disobek kecil-kecil.” Kavita diam saja, tapi tetap ucapan Siska tidak membuat hatinya merasa tenang. Kalau Ezra menyatakan seseorang bersalah, maka sudah dipastikan kalau orang itu memang telah melakukan kesalahan. “Daripada kamu cek laporan yang sudah tidak digunakan, lebih baik kamu mulai nyicil laporan untuk bulan ini.” Siska menyarankan. Kavita hanya mengangguk saja, dia tidak akan b
Setelah obrolan dengan Karin berakhir, Kavita mencuci wajahnya dengan pembersih dari serangkaian paket skincare mahal yang dia beli sebagai bentuk penghargaan terhadap diri sendiri setelah sekian lama hidup irit demi suami dan keluarganya.Tiba-tiba pintu kamar Kavita diketuk beberapa kali dan tanpa pikir panjang dia membukanya.“Pak Ezra?” Dia terperanjat. “Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan?”“Kamu tidur di kamar saya.”Sontak saja Kavita terbelalak kaget.“Apa, Pak?”“Kamu tidak dengar apa yang saya bilang tadi?” Kavita menelan ludah, dia tentu saja mendengarnya dengan sangat baik. Namun ....“Tapi kita kan tidak ... tidak seharusnya kita ...” Kavita semakin terbata-bata berbicara di bawah tatapan mata Ezra. “Bukankah kita sudah sepakat, Pak? Kewajiban apa pun bisa kita lakukan di dalam pernikahan kontrak ini, kecuali tidur di kamar yang sama.”Dan juga melakukan hubungan suami istri, sambung Kavita dalam hati.Ezra menarik napas. “Itu artinya kamu benar-benar tidak memb
“Aku tidak bisa, Ryl. Kenapa harus perhiasan aku? Pakai saja perhiasan Vita,” sahut Yura keberatan. Deryl tertegun, dia ingat kalau Kavita sudah merelakan seluruh perhiasannya untuk mencicil utang. “Yura, jangan seperti ini. Aku itu sedang susah,” keluh Deryl memelas. “Terus? Kamu kan janjinya tidak akan menyusahkan aku, Ryl. Kamu bilang kalau aku mau jadi istri kedua kamu, aku akan hidup bahagia dan berkecukupan. Masa belum punya anak saja, aku sudah disuruh berkorban.” Ibu Deryl yang mendengar jawaban Yura dari luar, tak urung hanya bisa mengelus dadanya dengan masygul. “Istri macam apa itu?” “Biarlah, Bu. Aku mencintai Yura ....” “Bagaimana sama Vita? Kamu tidak mencintai dia lagi?” Deryl diam sejenak. “Aku juga cinta sama dia, tapi ... keuangan dia sedang tidak bisa diharapkan.” Ibu Deryl memandang putranya. “Kamu yakin? Bukan karena Vita menyesalkan perbuatan kamu yang menikah diam-diam di belakangnya?” Deryl menggeleng perlahan. “Aku yakin, Bu. Vita tidak mempermasalah