Share

6 Insan yang Dimabuk Cinta

Kavita tertegun sebentar setelah mendengar ocehan Deryl.

“Uang sekolah Karin, listrik, air, kebutuhan dapur juga ya ...” komentar Kavita sementara Yura hanya memeluk nampan dan tidak ikut berkomentar.

“Iya, duh ... Jangan bilang kalau kamu lupa transfer!”

“Bukan, aku sih tidak lupa—tapi ....”

“Tapi apa, Vita? Cepat, jangan bikin aku menunggu!”

“Menunggu apa?”

“Menunggu ditagih lah! Kita bisa kena denda juga kalau telat bayar air dan listrik, Vit!”

Kavita menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan supaya menimbulkan kesan bahwa dia sedang memikul beban yang jauh lebih besar dari seharusnya.

“Vita, kamu kok diam saja?” desak Deryl lagi. “Mana uangnya?”

“Aku capek sekali, Deryl.”

“Kalau begitu habiskan dulu minumannya, ya?” sahut Deryl dengan nada semanis madu. “Biar capek kamu cepat hilang, Yura ini sangat pintar membuat teh!”

Yura hanya melempar senyum paksa menanggapi ucapan suaminya.

“Bukan itu, aku mau istirahat dulu. Kerja seharian itu berat, tahu.” Kavita melangkah pergi dengan gestur serupa nyonya rumah begitu dia lewat di depan Yura.

Deryl berpandangan dengan Yura.

“Ini pasti gara-gara teh yang kamu suguhkan kurang enak,” komentar Deryl seolah menyesalkan.

“Kok aku yang disalahkan sih?” protes Yura tidak terima. “Yang seharusnya komplain itu aku, Ryl! Belum lama jadi istri kamu saja, aku sudah disuruh-suruh begini ... Memangnya aku pembantu?”

Deryl langsung melunak ekspresinya.

“Bukan begitu, Sayang! Kamu sama Vita itu sama-sama istri aku, makanya ....”

“Terus kenapa kamu suruh aku untuk bikin minuman buat dia? Katanya aku juga istri kamu, itu artinya aku tidak layak melayani dia seperti pembantu.”

“Yura!” desis Deryl sembari meletakkan jari telunjuk di bibir istri keduanya. “Jangan banyak protes, lebih baik kamu ikut mengelola toko saja. Lumayan lho keuntungannya ....”

Yura tersenyum sinis. Awal dia menerima pinangan Deryl, tentu dia berharap diperlakukan seperti nyonya rumah sungguhan dan tinggal menerima uang bulanan tanpa perlu susah payah banting tulang di luar sana.

Namun, belum apa-apa sudah diperintah membuatkan minum untuk kakak madunya.

“Ihh, jangan suka nempel jari ke bibirku! Jari kamu bau rokok, Ryl!” dengus Yura sambil melipat tangannya dengan kesal.

“Sudah ya, pokoknya kamu nurut saja. Aku juga seperti ini biar bisa rutin kasih nafkah kamu, Yura.”

“Oh ya? Dulu kamu bilang kalau kamu buka usaha toko, terus kenapa kamu masih minta biaya listrik dan lain-lain ke Vita?”

Deryl sontak tersenyum salah tingkah mendengar ucapan istri keduanya.

“Karena ... ya karena aku menafkahi dia kan? Jadi tentu saja itu termasuk biaya listrik, air, dapur, dan macam-macam lagi!”

“Hmm, tapi aku dengarnya tidak seperti itu tadi. Kamu jelas-jelas minta uang sama dia, jangan-jangan ke depan kamu juga akan minta uang dari nafkah yang sudah kamu kasih ke aku?” tanya Yura sambil bergelayut manja di lengan Deryl.

“Tentu tidak, Sayang!”

“Masa? Aku tidak mau ya kalau sampai hal itu terjadi? Pokoknya aku minta nafkah bersih, utuh, dan tidak tercampur sama biaya-biaya rumah tangga lainnya.”

“Iya, aku kan juru keuangan di sini. Gampang lah, itu bisa aku atur buat kamu!”

“Nah, begitu kan enak!”

Di balik tembok, Kavita masih berdiri bersandar dan mendengarkan percakapan kedua insan yang sedang dimabuk cinta itu dengan saksama.

Jadi begitu, batinnya dengan tangan terkepal dan dada bergemuruh. Aku yang selama ini kerja keras, tapi justru mereka berdua yang berencana akan memetik seluruh hasil panennya.

“Lihat saja nanti,” gumam Kavita sembari melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Sejak dia menyaksikan sendiri bagaimana Yura menginjakkan kakinya di kamar utama, bahkan selancang itu bermain cinta di atas ranjang yang seharusnya dia tempati, detik itu juga Kavita tidak sudi lagi untuk tidur di sana.

Beruntung, rumah yang dia cicil bersama Deryl memiliki satu kamar ekstra yang selama ini difungsikan sebagai ruang kerja. Alih-alih mengusir si adik madu untuk menempati kamar Karin, justru Kavita yang memilih untuk menyendiri di ruang kerja miliknya.

Sambil duduk bersandar, Kavita menuliskan pesan untuk atasannya.

[Maaf, Pak. Malam ini saya tidak pulang]

Setelah pesan itu berhasil dikirim, Kavita meletakkan ponselnya di atas meja dan memeriksa buku keuangan yang dia tinggalkan dengan harapan supaya Deryl tekun mencatat pemasukan dan pengeluaran toko yang dirintisnya.

Namun, hal itu ternyata tidak ada gunanya. Setiap lembar buku yang Kavita sediakan jarang sekali digunakan untuk mencatat aktivitas toko.

Lamunan Kavita pecah saat mendengar bunyi notifikasi di ponselnya. Dia mengernyit heran saat memeriksa layar dan menemukan pesan baru yang dikirimkan Ezra untuknya.

[Masih rindu dengan suamimu yang beristri dua itu?]

Kavita memegang keningnya, tidak mengira kalau Ezra akan membalas pesannya dengan kalimat seperti ini.

[Tidak Pak, tapi meninggalkan rumah untuk ditempati suami saya dengan istri keduanya juga bukan pilihan yang bijak]

Kavita tanpa ragu mengirimkan pesan itu, setelahnya dia berpikir bagaimana caranya dia membalikkan keadaan dengan cara yang sangat elegan.

***

Pintu kamar terbuka sedikit ketika Kavita tiba, dia tidak peduli dan langsung menerobos masuk begitu saja.

“Vita!” Deryl yang sedang ganas bercumbu dengan Yura, nyaris saja menggigit bibir istri keduanya ketika menyadari kedatangan Kavita.

“Lanjutkan saja, aku cuma mau numpang mandi.” Kavita berlalu dengan ekspresi tidak peduli.

“Numpang mandi? Memangnya di sini tidak ada kamar mandi lain apa?”

Kavita masih sempat mendengar komentar Yura yang langsung dibalas dengan teguran dari Deryl tepat setelah dia menutup pintu kamar mandi.

Dinginnya air shower mengguyur kepala Kavita hingga kedua matanya terbuka lebar, seolah ingin menyadarkan Kavita bahwa kenyataan tidak seindah bayangannya selama dia bekerja ikut orang.

Kalau bukan karena andil Deryl, Kavita tidak akan tanda tangan kontrak dengan Ezra meskipun ide itu berasal dari kepalanya begitu saja.

“Istri kontrak atasan kamu?”

“Iya, Ryl ... Aku tahu ini gila, tapi atasan aku punya banyak uang dan ....”

“Tidak apa-apa kalau memang atasan kamu bisa memberikan bayaran yang setimpal, Vita!”

Ketika itu Kavita justru dibuat ternganga atas respons yang diperlihatkan oleh Deryl kepadanya, demi uang untuk bayar utang saja pria itu rela jika istrinya menandatangani kontrak pernikahan dengan atasannya di kantor.

“Kamu tidak cemburu sedikit pun, Ryl?”

“Tentu saja cemburu sebenarnya, tapi utang aku terlalu banyak dan harus dicicil. Kalau cuma mengandalkan gaji kantor dan penghasilan toko yang tidak menentu, kapan utang-utang itu akan lunas?”

Saking gampangnya Deryl memberikan izin saat itu, terus terang sempat terbersit rasa curiga di hati Kavita.

Tentang seberapa besar cinta sang suami kepadanya, bukankah cinta yang besar terlihat dari seberapa kuat rasa cemburunya?

“Tapi bos aku itu masih muda, kaya, mempesona dan ....”

“Aku percaya kalau kamu akan setia sama aku, Vita. Lagipula yang penting kan uang bos kamu itu.”

“Yakin? Sebagai istri kontrak, aku akan tinggal satu atap sama dia, Ryl.”

“Yang penting tidak satu kamar, oke? Cepat sana temui bos kamu, minta gaji setinggi-tingginya supaya utang aku cepat lunas!”

Dari situlah awal kehidupan Kavita menjadi istri kontrak dari pria lain terjadi. Beruntung, Ezra Danadyaksa bukanlah pria hidung belang yang suka bermain perempuan.

Selama menjalani kontrak pernikahan dengannya, Kavita diperlakukan dengan cukup sopan dan manusiawi.

“Vita, sudah selesai belum?”

Terdengar pintu digedor dan suara Deryl yang seketika memaksa Kavita untuk kembali ke alam nyata. Dia tahu bahwa Deryl paling tidak bisa menahan diri ketika istrinya sedang mandi cukup lama seperti ini.

Dulu, apa yang Kavita lakukan adalah sebuah kode yang dia berikan kepada Deryl bahwa dirinya siap untuk dimanjakan sampai semalam suntuk.

“Dasar buaya darat,” pikir Kavita dalam hati sembari menggosok tubuhnya dengan sabun. Selanjutnya dia membilas diri sampai benar-benar bersih dan wangi semerbak.

“Apaan sih, Ryl? Orang mandi juga, ngapain digedor-gedor?” Yura menggerutu, sumpek rasanya ketika dia melihat Deryl yang tidak ada bedanya dengan kuda yang sedang kesetanan.

Melihat suami yang telah menikahinya kini sedang menunggu kenikmatan duniawi dari istri pertama, membuat dada Yura seakan sedang dipukul bertalu-talu sampai nyeri.

“Kamu sebaiknya ke kamar sebelah dulu, Yura.”

“Apa? Kamu ngusir aku karena sekarang sudah ada Vita?”

“Shhh, jangan keras-keras! Ini kan kamar utama yang seharusnya dipakai sama Vita.”

Yura mengatupkan bibirnya rapat-rapat, tapi giginya bergemeletuk keras.

Perdebatan kecil mereka terhenti saat pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan Kavita yang hanya mengenakan handuk kimono untuk menutupi lekuk tubuhnya.

Bersambung—

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status