Nina masih tertegun ketika kaca pintu depan mobil itu diturunkan, samar-samar terlihat seorang pria duduk di belakang kemudi, lalu terdengar suara yang tidak asing memanggilnya.
“Ayo cepat masuk, Nina! Mau aku ditangkap polisi ya karena masuk dan berhenti di jalur yang salah,” tegas pria di dalam mobil itu.
“Oh, i-iya, Pak!” Nina bergegas masuk dan duduk di kursi belakang.
“Kamu pikir aku sopir, kamu duduk di situ, hem.”
“Oh, i-iya, ma’af.” Nina segera pindah ke kursi depan, mobil itu pun segera melaju cepat keluar dari jalur khusus bus itu.
Nina masih terlihat gugup, ia sama sekali tidak menyangka kalau sang bos akan memintanya masuk ke mobilnya.
“Kamu kenapa, Nina. Disuruh masuk malah bengong, ketakutan seperti lihat hantu,” ujar Nathan sambil tetap fokus pada jalan di depannya.
“Saya … saya tidak tahu kalau itu bapak, saya kira …” Nina ragu-ragu meneruskan kata-katanya.
“Memang kamu kira apa?” desak Nathan.
“Saya kira penjahat yang mau menculik saya,” jawab Nina polos. Nathan tergelak medengar jawaban Nina yang masih terlihat ketakutan.
“Ya, kamu benar. Malam begini tidak aman bagi seorang gadis cantik seperti kamu keluyuran sendirian, makanya aku bergegas menyusul kamu,” ucap Nathan serius, “tapi aku memang akan menculik kamu kok, Nina.” Nathan tersenyum menggoda.
“Ha? Menculik saya?” Nina terkejut, refleks gadis itu menggeser duduknya ke tepi, Nathan tertawa terbahak-bahak melihat kegugupan Nina.
“Iya, aku akan menculik kamu Nina,” ulang Nathan sambil terkekeh, “menculik hatimu.” Nathan kembali menggoda.
“Ih, bapak. Becandanya nggak lucu.” Nina menghela napas lega, namun wajah gadis itu tersipu.
“Hahaha, aku serius Nina. Aku akan menculik hati kamu dari pacar kamu.”
“Ish, apaan sih, Pak. Siapa juga yang punya pacar.”
“Oh, kamu jomblo, Nina? Wah kebetulan sekali, nggak perlu di culik berarti ya.” Nathan tersenyum.
“Apaan sih, Pak?” Nina mengelak, wajahnya panas dan memerah, terlihat sangat menggemaskan bagi Nathan, pria itu tertawa sambil mencubit hidung Nina.
“Ih, Bapak genit.”
“Hahaha, ini bukan di kantor, Nina. Nggak usah formal begitu, panggil saja Nathan.”
“Saya nggak berani, Pak.” Nina menggeleng.
“Kalau aku yang minta gimana? Ayo panggil Nathan.”
Nina terdiam sebelum akhirnya berkata, “baik, N-Nathan.”
“Hahaha. Kedengarannya bagus, coba ulangi,” pinta Nathan.
“Nathan …” ucap Nina Pelan.
“Ahaaa, jadi mulai sekarang nggak diterima panggil Pak diluar kantor dan diluar urusan kerja, apalagi kalau berdua gini.” Nathan tersenyum.
Nina tidak menjawab, namun irama di dadanya bertalu-talu merdu. ‘Duh Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi ini?’
“Kamu biasa tidur jam berapa, Nin?”
“Paling lambat jam sebelas,” jawab Nina. Nathan melihat arlojinya.
“Baru jam sembilan lewat lima belas menit, masih ada waktu buat belanja.”
“Ha? Belanja?” Nina bingung, “mau belanja apa malam-malam begini?”
“Ya, belanja bahan makanan buat kamu masak.”
“Apa? masak? Malam-malam begini? Bukannya tadi sudah makan?”
“Hahaha, ya bukan buat makan sekarang dong, ah. Tapi buat sarapan besok pagi.”
“Sarapan?” ulang Nina masih bingung.
“Hei, jangan bilang lupa, ya. Kamu kan mau masakin aku makanan, jadi besok pagi kamu buatkan aku sarapan, oke.”
“Bapak eh e-k-kamu mau sarapan apa, Nathany eh Nathan?” tanya Nina canggung.
“Apa? Nathany? Hmm, kedengarannya manis, panggilan khusus dari kamu.” Nathan tersenyum, “Anyway terserah kamu mau buatin apa, aku sudah bilang aku nggak pemilih soal makanan, tapi aku pemilih soal cewek,” imbuhnya, senyum pria itu semakin lebar.
Mereka menuju ke sebuah supermarket, Nina masih belum punya ide akan membuat masakan apa, namun ia mengambil beberapa bahan makanan, daging dan sayur-sayuran, serta bumbu-bumbu lengkap.
Setelah selesai, Nathan membayar semua belanjaan itu di kasir, lalu ia juga yang membawanya ke mobil. Nina berjalan di sisi pria itu seakan sedang berada di alam mimpi.
“Aku nggak sabar nih, nunggu besok pagi, menikmati sarapan buatan gadis cantik di sampingku ini,” goda Nathan sambil tersenyum.
“Kalau nggak enak, bagaimana?” tanya Nina merasa kurang percaya diri.
“Pasti ada hukumannya dong,” jawab Nathan sambil tersenyum.
“Hukumannya apa?”
“Apa ya …?” Nathan tersenyum, “ada deh …”
Mobil Nathan pun meluncur ke sebuah rumah sewa tempat Nina tinggal.
“Kamu tinggal di sini, Nin?” tanya Nathan sambil memperhatikan tempat itu.
“Iya, tapi aku ambil dua kamar yang di atas, karena Tante aku dan sepupu suka datang, selain itu di atas ada dapurnya, jadi aku bisa masak sendiri.”
Nathan mengangguk, Nina hendak turun namun Nathan menahannya.
“Nina … aku percaya kamu bisa menjaga rahasia kita.” Nathan berkata dengan serius, mata elangnya langsung menghujam ke dalam mata gadis itu.
“Rahasia …?” ulang Nina linglung.
Nathan mengangguk. “Semua yang terjadi diantara kita, kebersamaan kita, malam ini dan seterusnya adalah rahasia kita berdua, kamu mengerti?”
Nina perlahan mengangguk, sebelum akhirnya dia bertanya, “seterusnya?”
Nathan menghela napas. “Nina, kamu adalah salah satu karyawan terbaikku, itu sebabnya aku sangat ketat dan tegas kepadamu, suatu saat nanti kamu akan menangani proyek besar di perusahaan kita, itu sebabnya aku harus mempersiapkanmu diam-diam.”
Hening, sejenak keduanya terdiam. “Tapi ada masalah lain yang aku rasakan, Nina.”
“Apa?” tanya Nina singkat.
Nathan menghadap ke arah Nina, kedua tangannya memegang wajah gadis cantik yang masih terlihat bingung. Mata pria itu berbinar lembut, ia menatap Nina dengan tatapan mesra, ada sejuta rasa terpancar di sana.
“Aku menyukai kamu, Nina. Kamu adalah gadis yang sudah membuatku jatuh cinta.”
Kata-kata itu diucapkan Nathan dengan lembut dan penuh kesungguhan, membuat Nina tak berkutik. Bagaikan disambar petir di siang bolong, Nina bengong hingga tanpa sadar kedua bibirnya setengah terbuka, karena terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa.
Hal itu membuat gairah Nathan semakin bergejolak, gairah yang sudah lama terkubur bersama cerita kelam yang menerpanya. Gairah yang selalu tersembunyi dibalik sikap angkuh dan dinginnya.
“Nina … maukah kamu menerima cintaku, Nin. Menjadikan aku orang yang spesial di hatimu?” Suara Nathan bergetar, begitu pun Nina, jantungnya berdegup keras. Belum sempat gadis itu menjawab, Nathan sudah menundukkan wajahnya, melumat bibir gadis itu dengan lembut. Entah mengapa, kali ini Nina pun tak kuasa lagi menahan diri untuk tidak membalasnya.
Gejolak di dalam diri Nina terus meronta, aliran darah ke wajahnya pun mengalir cepat, hingga ia merasakan wajahnya menghangat. Perlahan Nina memejamkan mata, merasakan kelembutan serta rasa manis dan kenyal pada bibir yang melumat bibir mungilnya itu. Kedua tangannya melingkari leher Nathan.
Gadis itu pun membalas melumat bibir pria itu dengan lembut, hal itu membuat Nathan sedikit terkejut, lalu pria itu memeluk gadis di hadapannya dengan erat. Ciuman itu pun menjadi semakin dalam berbalut hasrat hati keduanya yang selama ini tersembuyi.
Sebelum hasrat dan gairah keduanya makin meronta dan menguasai kesadaran mereka, Nathan perlahan melepaskan ciumannya, namun ia menempelkan dahinya pada dahi gadis di hadapannya yang masih terpejam.
“Nina … terima kasih ya Sayang, kamu sudah menerima dan membalas cintaku,” bisik Nathan lembut. Perlahan gadis itu membuka matanya.
“Nathany aku …”
“Aku tahu Sayang, tidak perlu diucapkan, tapi kamu sudah membuktikannya.” Nathan menempelkan hidung mancungnya ke hidung gadis itu, dan menggesekkannya perlahan sambil tersenyum, ia kembali menyapu bibir gadis itu dengan pagutan lembut dan ringan.
Nathan mengangkat wajahnya, lalu merengkuh Nina ke dadanya, gadis itu pun memejamkan mata, merasakan degup jantung pria itu.
“Nina … jaga dan rawat selalu cintaku dengan baik ya, Nin.” Nathan berkata sambil membelai rambut gadis itu, Nina mengangguk.
“Untuk sementara, kita akan merahasiakan hubungan kita ini, di kantor aku adalah bosmu, dan bersikaplah seperti biasa, apa kamu bisa, Nina?”
“Iya, Nathany, aku mengerti,” jawab Nina lembut.
“Terima kasih babe,” ucap Nathan seraya mencium kening Nina lembut, “sudah malam, kamu langsung tidur ya, jangan lupa buatkan aku sarapan special besok, titipkan sama Emy di pintu samping, oke.”
“Oke, kamu juga hati-hati di jalan ya,” pesan Nina sambil tersenyum manis. Gadis itu mencium pipi Nathan lembut lalu bergegas turun, Nathan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
Nina melambaikan tangan, wajahnya sumringah. Namun tanpa disadarinya, sepasang mata sejak tadi memperhatikan gadis itu.
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s