"Kau cantik sekali, Cassa!" Dera tidak berhenti tersenyum menatap Cassa dalam balutan gaun pengantinnya yang begitu indah. Vanno dan istrinya juga ada di sana dan menatap anaknya dengan penuh rasa bangga. "Akhirnya anak Papa menikah juga. Rasanya masih terlalu cepat. Papa belum bersamamu begitu lama." Vanno mendadak melow. "Pa, mengapa Papa bicara begitu? Membuatku ingin menangis saja!" seru Cassa yang langsung memeluk lengan ayahnya itu. Vanno mengangguk. "Kau terlalu cepat besar, Cassa. Akhir-akhir ini Papa sering teringat saat kau masih kecil, manja sekali." "Ya ampun, mengapa jadi bernostalgia?" "Kau selalu menjadi gadis kecil Papa." Vanno mencium kening Cassa dan suasananya begitu mengharukan. "Sudah, Vanno. Nanti make up Cassa luntur," terus istrinya kali ini. "Dia sudah begitu cantik. Aku bersyukur dia mendapat pria yang lebih tua cukup jauh, jadi suaminya bisa meredam sikap manjanya." "Hmm, tenang saja, Ma. Tama sangat dewasa, terkadang saat bersamanya, aku malah mera
Satu minggu menjelang pernikahan adalah saat yang begitu berat untuk Tama maupun Cassa karena mereka harus dipingit. Mereka tidak boleh saling bertemu satu sama lain dan mereka hanya bisa saling mendengarkan suara lewat telepon. Namun sialnya, semakin mendengar suara seksi Tama di telepon, makin membuat Cassa merindukan kekasihnya itu. "Aku merindukanmu, Tama," rajuk Cassa di telepon siang itu. "Haha, sabar Sayang. Besok lusa kita sudah akan menikah kan?" Bukannya Tama tidak merindukan Cassa. Tama juga merindukan wanita itu, tapi Tama tahu ini adalah tradisi yang memang harus mereka lakukan sebelum menikah. Lagipula menjelang pernikahan, Tama menjadi super sibuk. Memang Tama sudah cuti dari pekerjaannya di kantor, tapi beberapa hal yang memerlukan dirinya tetap ia kerjakan di rumah dan juga ia harus menyambut beberapa tamu penting yang merupakan undangan di pernikahannya. Tama sangat sibuk, walaupun ia selalu menyempatkan diri menelepon calon istrinya itu hanya untuk mendengar
Setelah lamaran yang indah, kedua keluarga mulai melakukan persiapan pernikahan. Dan saat ini, kedua calon pengantin pun melakukan prewedding di Bali di beberapa tempat yang indah dan romantis. Cassa dan Tama tidak pergi berdua saja karena mereka pergi bersama Dera dan para tim fotografer. Cassa pun tidur sekamar dengan Dera, tapi ia selalu gemas mengintip ke kamar Tama yang selalu harum. Aroma parfum Tama selalu membuatnya tergila-gila. Malahan Cassa selalu betah di kamar Tama berlama-lama. Tama sendiri bukannya tidak suka, tapi ia sering mengusir Cassa keluar agar ia tidak kelolosan. Begitu sulitnya menahan diri kalau Cassa ada di dekatnya. Ia pasti ingin menyentuh atau memeluk."Kembalilah ke kamarmu, Sayang!" seru Tama saat Cassa masih begitu betah di sana. "Mengapa kau selalu mengusirku? Kita sudah hampir satu minggu di sini, tapi aku tidak boleh lama-lama di kamarmu," protes Cassa. "Hmm, kau mau tahu alasannya?" Tama menangkup wajah manis calon istrinya itu. "Apa alasannya
"Bersulang untuk calon pengantin kita!" Xander mengangkat gelasnya malam itu dan bersulang bersama semua orang. Setelah lamaran yang mengharukan tadi pagi, kedua keluarga pun makan malam bersama untuk merayakan ulang tahun Cassa sekaligus lamaran yang membahagiakan itu. Dua hal penting dirayakan sekaligus dan semua orang sangat bahagia, terutama tentu saja pasangan Tama dan Cassa. Semua anggota keluarga Xander ikut bergabung dalam acara itu, semua anak Sena lengkap di sana. Tama merasa sangat dihargai. Sejak sudah sudah menganggap Tama sebagai anaknya. Tama dan Hanna sudah tidak punya orang tua, tapi Sena menjanjikan akan terus menjadi keluarga untuk mereka. Dan inilah bukti janji Sena. Yang lebih hebatnya, bukan hanya Sena, tapi Xander juga bersedia mengambil peran ayah bagi Tama. Dan semua anak-anak Sena juga sudah menganggap Tama sebagai saudaranya. Orang tua Cassa sendiri datang tidak sendiri, tapi Dera dan anggota tim Cassa ikut datang. Cassa sudah menganggap anggota timny
Dua bulan bersama adalah dua bulan yang paling indah bagi Tama dan Cassa. Secara mengejutkan, mereka sangat cocok bersama. Tama menjadi dirinya sendiri, begitu juga dengan Cassa. Mereka nyaman bersama dan setiap hari hanya diisi tawa bersama. Cassa masih bertahan menyembunyikan wajah Tama dari media sosialnya, tapi ia sudah go public di perusahaan bersama Tama. Ia menjadi sering mengunjungi perusahaan, selain untuk bertemu teman-temanya, ia juga menemani Tama yang selalu ia rindukan. "Besok kau akan berulang tahun, apa ada yang kau inginkan, Sayang?" tanya Tama siang itu saat keduanya berada di ruang kerja Tama. "Hmm, aku tidak menginginkan apa-apa. Media sosialku sudah ramai dan biasanya saat aku ulang tahun, selalu banyak kiriman kue ke rumahku." "Benarkah itu? Fansmu luar biasa! Kau dicintai layaknya artis-artis." "Aku memang artis. Haha, kau beruntung mendapatkan aku!" Tama mengangguk. "Tentu saja! Sangat beruntung!" Cassa tersipu mendengarnya. Seperti biasa, mereka makan
Jantung Cassa masih berdebar hebat saat Tama memintanya menjadi kekasihnya. Tentu saja Cassa mau, ini adalah hal yang sangat ia nantikan sejak ia tergila-gila pada pria itu. "Tama ...." "Maafkan aku yang lancang. Aku tidak tahu apa kau punya perasaan yang sama denganku ...." "Apakah kau bodoh sampai tidak bisa merasakannya?" sela Cassa gemas. "Kita sudah berciuman di rooftop kan? Apa kau pikir aku akan sembarangan mencium seorang pria kalau aku tidak menyukainya?" Tama terdiam sejenak. "Jadi kau mau menjadi kekasihku, Cassa?" "Tentu saja mau! Apa hal seperti itu masih harus ditanya?"Cassa langsung melepaskan sabuk pengamannya dan mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk Tama. Dengan perasaan yang membuncah, Tama pun masuk ke dalam pelukan Cassa dan keduanya berpelukan begitu erat. "Cassa, ah, sial! Aku senang sekali!" "Apa kau selalu mengumpat saat kau senang?" "Maafkan aku, Sayang! Maafkan aku!" Cassa terdiam sejenak mendengar panggilan itu. Cassa melepaskan pelukannya dan