#Gaji_Yang_Dirahasiakan_Suamiku
"Mas, kok segini!" keluh Viona.Wanita tersebut menatap lembaran uang yang diberikan suaminya. Sedangkan lelaki itu mengembuskan napas saat mendengar keluhan sang istri. Dia memilih mendaratkan bokong di sofa."Udah dong, Vio. Mas baru aja pulang lho, kenapa kamu selalu aja ngajak ribut kalau aku kasih gajiku sih ...."Dimas memijit kening lalu memejamkan mata. Sedangkan Viona yang mendengar hal itu langsung mendekati pria tersebut dan duduk di samping sang suami."Tapi ini kurang, Mas ... bahkan ini lebih sedikit dari bulan kemaren," tutur wanita itu.Pria tersebut mengembuskan napas berat mendengar penuturan sang istri. Ia langsung menatap Viona dengan menyipitkan mata."Harus cukup Vio! Lima ratus ribunya aku kasih ke Ibu. Dia lagi butuh uang Vio, apalagi kata Erna, Ibu lagi sakit. Harusnya kamu bersyukur, ada yang lebih susah dari kita. ""Lagian, Mas juga ngambil uang buat bensin dan makan siang aja kok di kantor," lanjut lelaki tersebut.Viona mendengar penjelasan sang suami akhirnya mengangguk lemah. Sedangkan Dimas melihat respon wanita tersebut langsung mengulas senyum."Makasih udah berusaha ngertiin keadaanku, ya udah. Aku mandi dulu ya, doain suamimu ini biar gajinya dinaikin supaya bisa kasih uang lebih besar dari ini," ujar Dimas.Sekali lagi Viona mengangguk sebagai jawaban dari ujaran sang suami. Melihat hal itu, Dimas langsung menarik hidung wanita tersebut, membuat Viona memajukan bibirnya."Ayo buatkan kopi, aku kangen minum buatan kamu, kalau buatan orang lain gak seenak buatan istriku ini," goda lelaki itu.Setelah mendapatkan iyaan lesu dari sang istri, Dimas segera pergi ke kamar. Sedangkan Viona menghela napas, ia memasukan uang ke saku lalu bergegas membuatkan kopi."Akh ... aku harus gimana, hutang di warung udah banyak. Apalagi Mas Dimas selalu minta dibeli rokok, huh," ucap Viona lemah.Viona membuat kopi dengan keadaan melamun, bahkan menghela napas beberapa kali. Sedangkan di dalam kamar, lelaki itu merogoh handphone yang bergetar lalu segera mengangkat panggilan tersebut. Tidak lupa pria yang berstatus suami Viona ini mengunci pintu."Mas ... kenapa angkatnya lama banget sih," gerutu seseorang.Mendengar ucapan mendayu dari seorang wanita itu meringis."Eum ... maaf, Sayang. Lagian kamu kenapa telepon Mas? Udah tau kalau jam segini itu Mas udah ada di rumah," balas lelaki itu.Wanita yang mendengar jawaban pria tersebut langsung mendengkus. Terdengar hentakan kaki dari ponsel, membuat Dimas mengeyitkan alis."Mas ini, biasanya juga kamu tiap malam selalu minta video call sambil nyuruh aku pake baju seksi. Masa sekarang aku telepon kamu gak boleh! Gak adil banget deh," gerundel perempuan tersebut.Nada suara cewek itu terdengar seperti merajuk. Dimas menggaruk kepala yang tak gatal mendengar perkataan sang wanita."Tapi kan kamu tau, jam segini Mas pasti udah sampe rumah. Kalau misalnya istri Mas yang angkat telepon gimana," lontar lelaki itu.Dimas bergerak dengan gelisah dan berdecak kesal.Mendengar perkataan lelaki itu, perempuan tersebut mendengkus."Kamu mah nyebelin, Mas! Awas, pokoknya malam ini kamu harus ke rumahku, titik!" seru perempuan tersebut.Wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, sedangkan Dimas mengembuskan napas kasar."Huh ...."Lelaki itu menaruh handphone ke kasur, lalu gedoran pintu terdengar. Membuat ia melirik benda tersebut lalu mendekat dan membuka."Kenapa kamu kunci, Mas! Lagian kenapa belum mandi," cecar Viona.Dimas memutarkan bola mata malas, lelaki itu memeluk pinggang istrinya."Tadi ditelepon Bos, disuruh ngerjain kerjaan. Kayanya aku bakal lembur deh, kamu gak usah nungguin aku. Palingan aku pulang besok malam," jelas Dimas.Mata Viona membulat, ia menatap suaminya."Emang gak bisa dikerjain di rumah, Mas. Beberapa hari ini kamu selalu lembur, dapet bonus cuma dikyit, gak sesuai sama yang kamu kerjain. Protes dong, Mas! Sama Bos kamu," gerundel wanita itu.Dimas menghela napas mendengar gerutuan sang istri. Lalu menepuk bahu Viona dan membuat wanita itu menatap dirinya."Kalau Mas protes terus malah dipecat gimana? Udah deh gak usah masalahin itu. Nyari kerja itu susah kalau Mas begitu terus jadi pengangguran gimana! Udah, Mas mau mandi dulu terus ngabisin kopi buatan kamu terus pergi kerja. Doakan Mas aja ya, biar sehat terus," seru Dimas.Pria tersebut mendorong istrinya dengan pelan ke luar kamar."Kamu tunggu aja di luar, nanti Mas mandi dulu. Jangan ngintip lho, nanti bintitan," goda pria tersebut.Dia langsung menutup pintu membuat Viona mengembuskan napas. Dengan langkah lesu, wanita itu melangkah menuju ruang tamu dan duduk di sofa kecil."Huh, aku harus gimana. Mas Dimas ngasih uang cuma satu juta setengah, sedangkan kudu bayar kasbon di warung belum bayar kontrakan," keluh wanita itu.Sedangkan di kamar mandi, Dimas segera membersihkan diri dengan cepat. Lalu bersiap tak lupa menyemprot parfum ke pakaian, setelah itu melangkah ke tempat istrinya berada. Mencium aroma yang sangat harum membuat wanita tersebut menoleh ke sumber wewangian."Mas, kan cuma mau ke kantor kenapa wangi banget. Lagian udah malam, palingan cuma beberapa orang kan yang kerja. Ngapain segala pake parfum, badanmu bau asem juga gak bakal ada yang komen," sembur Viona.Dimas menarik dalam lalu mengembuskan napas. Ia memegang bahu istrinya lalu menuntun untuk duduk di kursi."Kamu ini, malu dong. Kerja kantoran masa bau. Lagian kalau wangi kan bagus, gak malu-maluin. Udah deh, aku cuma pake parfum aja dipermasalahin. Mendingan temenin aku minum kopi," lontar Dimas.Viona memanyunkan bibirnya, wanita itu langsung menatap sang suami yang duduk dihadapan dan memamerkan senyuman."Jangan cemberut gitu, nanti kopi buatanmu jadi asin gimana," goda pria tersebut.Setelah berkata demikian, lelaki itu segera meniup-niup kopi yang berada di cangkir. Lalu perlahan di minum dan di semburkan. Membuat Viona melihat hal tersebut mengeryitkan alis." kamu kenapa, Mas?" tanya Viona khawatir.Dimas yang ditanya oleh Viona masih membuang ludah. Ia lelaki itu langsung berlari ke dapur lalu mengambil air putih. Wanita tersebut yang heran mengikuti sang suami."Kamu ini gimana sih! Masa buat kopi jadi asin," omel pria tersebut.Viona menukikan alisnya, sedangkan Dimas menatap kesal sang istri. Lalu wanita tersebut menepuk kening."Haduh, maaf Mas. Kayanya aku salah masukin, kirain gula ternyata garem," ujar Viona.Ia memutarkan bola mata kala mendengar ujaran sang istri. Mendengkus tanda dirinya kesal, lalu melangkah keluar."Udahlah, gak usah dibahas lagi. Mas mau pergi sekarang. Takut nanti telat diomelin Bos lagi," celetuk lelaki itu.Viona berusaha mengejar suaminya yang melangkah sangat lebar. Saat berada di depan pintu, wanita itu segera menarik lengan Dimas kala tergapai."Mas, masa mau langsung pergi. Kamu kan belum makan, itu makanan udah di atas meja lho. Walau makannya seadanya," tutur Viona.Lelaki itu langsung menoleh menatap istrinya lalu melepaskan cekalan Viona."Ya gimana atuh, Vio. Mas kan cuma karyawan, udah kamu makan aja sendiri terus tidur. Mas kerja dulu," seru Dimas.Dia mencium kening Viona lalu melangkah dan menaiki kendaraan roda dua. Ia melambaikan tangan dan dibalas wanita tersebut. Setelah sang suami hilang dari pandangan, perempuan itu menghela napas lalu segera menutup pintu."Aku ke kamar aja deh, sekalian wudhu. Bentar lagi kan Isya," gumam Viona.Perempuan yang memakai daster itu segera melangkah menuju kamar. Lalu kala membuka pintu, ia mengeryitkan alis kala melihat kertas kecil di dekat pintu di samping tong sampah. Wanita itu berjongkok dan menatap lembaran ini."Hah, ini kan slip gaji Mas Dimas. Kok nominalnya gede dan lagian kerjaannya kok buat yang dia sebutin dulu. Apa udah naik jabatan ya, mungkin Mas Dimas mau kasih kejutan buat aku. Besok kan aniversery kami," ucap Viona terkejut.Viona segera bangkit lalu melangkah ke ranjang. Ia segera merogoh handphone hendak menanyakan semua. Tetapi saat mengingat sang suami pasti masih diperjalanan dia urungkan."Nanti aku tanyain kalau Mas Dimas pulang aja."Segera menaruh kertas ke nakas, lalu hendak beristirahat dahulu. Wanita itu bangkit dari duduk karena ingin buang air kecil. Setelah selesai melakukan hal tersebut, ia mengembuskan napas kasar kala melihat pakaian bekas yang berantakan di bilik mandi."Mas Dimas, ini. Kebiasaan banget deh," keluh Viona.Wanita berambut sebahu itu segera mengambil pakaian bekas yang ditaruh asal oleh sang suami. Kala hendak menaruh ke keranjang cucian. Ia menemukan dua struk tranfer yang jumlah sangat lumayan."Katanya ngasih Ibu lima ratus, ini kok dua juta. Dan ini, Kania. Siapa lagi kenapa Mas Dimas kirim uang sampe tiga juta," seru wanita itu."Apa Mas Dimas selingkuh, dan dia gak pernah bilang kalau naik jabatan biar selalu ngasih uang cuma sedikit," terka perempuan itu.Viona segera menaruh pakaian sang suami ke lantai. Ia melangkah dan mengambil benda pipih yang berada di ranjang. Lekas mendaratkan bokong di sana lalu mulai menelepon Dimas."Ish ... kenapa gak diangkat sih," gerutu wanita itu."Aku kan butuh jawaban," lanjutnya. Baru saja hendak menelepon Dimas, adik iparnya telepon. Ia mengerutkan kening tetapi, mengangkat sambungan itu. "Mbak ... kapan Mbak ke sini, besok ke sini dong. Bantuin Hana, besok kan Hana sekolah. Ibu sakit, Mbak. Gak ada yang jagain. Kesini ya, please ...," pinta perempuan tersebut.Viona mengeryitkan alis seraya memiringkan kepala. "Apa Mas Dimas gak tau Ibu sakit? Bukannya tadi udah ngasih uang ke Ibu. Bahkan bukti transfer aja masih ada," batin wanita itu.Perempuan tersebut tersadar kala Hana terus memanggil. "Mbak, gimana? Mau ya ... Hana kan sekolah, kalau bukan Mbak siapa lagi yang jaga Ibu," lontar Hana.Viona mengembuskan napas pelan, lalu menganggukan kepala."Ya udah. Besok pagi, Mbak bakal secepatnya ke s
Viona mengerutkan keningnya, ia menatap sang mertua."Minta uang? Bukannya Ibu udah di transfer sama Mas Dimas ya. Lagian uang yang dikasih Mas Dimas buat sehari-hari aja gak cukup, Bu!"Mata Mila melotot mendengar balasan menantunya. Ia langsung menunjuk Viona dengan jari. "Kamu ini kurang ajar ya! Ibu lagi sakit lho. Ibu minta uang buat berobat, lagian ... kamu tuh bohong banget. Anakku selalu ngasih uang banyak lho sama kamu, makanya Ibu cuma dikasih dikit," sungut Mila.Viona terkejut dengan perkataan Mila. Ia langsung mengeluarkan uang di tas dan menunjukan pada sang mertua. "Uang yang dikasih anakmu itu cuma segini, Bu! Besar dari mana coba, bahkan kebanyakan kurang buat aku jadi kasbon ke warung. Belum bayar kontrakan," balas Viona.Melihat uang yang ditunjukan menantunya, Mila langsung merebut. Viona terkejut dengan gerakan wanita tersebut. "Ibu apa-apaan sih! Sini uangnya. Aku gak bisa ngasih Ibu uang, itu aja gak cukup buat kebutuhan aku sama Mas Dimas," seru Viona.Mila
Viona mengerutkan kening karena bingung dengan pertanyaan tetangga kontrakannya. Ia segera bangkit dan menatap wanita itu. "Maksud kamu apa, Sin? Berita apa?" tanya Viona.Wanita itu segera mengajak Viona untuk duduk di kursi yang ada di depan kontrakan."Tahap emosimu ya, Vi. Ini lho, beritanya udah nyebar ke grup. Bahkan namamu sama sekali gak di sembunyikan," ucap perempuan itu.Viona semakin kebingungan mendengar tetangga kontrakannya. "Ini baca sendiri beritanya, lagian. Kamu kenapa gak ikut join di grup kampung ini," lontarnya.Dia segera meraih handphone wanita tersebut. Lalu segera membaca berita yang ditanyakan tetangga kontraknya, mata Viona membulat membaca deretan itu."Apa-apaan ini? Aku gak nyuri uang Ibu kok," ucap Viona spontan.Perempuan tersebut terkejut dengan kata yang keluar dari bibir Viona. Dia mengelus dada akibat masih terasa kagetnya. "Makanya aku nanya ke kamu, gak mau asal telen berita mentah-mentah," sahut Sinta.Istri Dimas itu menarik dan mengembuskan
Setelah berkata demikian Mila langsung berlalu masuk ke kediaman. Sedangkan warga yang tadi bersama istri ketua RT. Mengusap punggung wanita tersebut. "Sabar Bu, dia emang gitu."Wanita tersebut menghela napas dan menatap orang yang berbicara. Ia mengulas senyum kecil lalu mengangguk."Kasian Viona ya. Ya udah yuk gak usah ikut campur urusan orang, kita pergi aja," seru perempuan itu.Setelah berkata demikian, ia langsung menatap Nisa. "Kamu juga jangan lupa minta maaf ke Viona, kamu awal yang nyebar gosip itu," nasihatnya.Nisa menganggukan kepala, mereka langsung bubar. Sedangkan Mila yang mengintip di dalam kediaman lewat jendela. Mengepalkan tangan, amarah sangat memuncak di dada."Sial! Ini semua dalang utamanya Viona, dia harus tanggung jawab," geram perempuan itu.Perempuan paruh baya itu segera menutup gorden, ia melangkah ke ruang tamu. Karena sudah tidak tahan ingin menelepon anaknya, wanita tersebut segera menghubungi Dimas. Beberapa kali Mila terus menelepon, sampai ters
Gadis itu mengerutkan kening lalu cemberut. Ia menoleh menatap temannya memanggil karena pesanan mereka sudah matang. Dia mengangguk kepala sebagai jawaban."Nanti ya, aku habis pulang sekolah mau jalan-jalan sama pacarku," balas Hana.Mila menggeram mendengar balasan sang anak. "Gak! Pokoknya kamu bawain dulu itu pesenan Ibu ke rumah, kalau enggak uang jajan kamu distop sampe sebulan," sentak Mila.Hana segera menjauhkan handphone dari telinga saat sang Ibu berteriak. Lalu menempelkan kembali dan menghela napas. "Iya-iya, nanti pulang sekolah aku langsung beli dan anter ke rumah. Udah ya kalau gitu Hana mau makan dulu di kantin," sungut gadis tersebut. Wanita paruh baya itu berdecak kesal mendapati anaknya langsung memutuskan sambungan telepon."Huh, aku terlalu memanjakannya," gerundel perempuan itu.Mila menaruh handphonenya kembali lalu memilih melangkah ke kamar untuk beristirahat. Waktu berlaku begitu cepat, kini Hana baru saja keluar dari sekolah. "Duh ... Aku lupa bilang s
Dimas mengepalkan tangan mendengar cerita Ibunya. Sedangkan Hana menyeringai melihat hal tersebut. "Berani banget dia nyakitin Ibu!" geram Dimas.Tangan lelaki itu terkepal, urat leher sangat terlihat. Bahkan wajah pria tersebut sampai memerah. Melihat reaksi anaknya, Mila sangat ingin bersorak senang. "Iya, Dim. Masa dia malah sebarin ke grup, Ibu jadi disudutkan sama semua orang," adu wanita tersebut.pria tersebut melotot, seperti mata lelaki itu hendak keluar dari tempatnya. Dengan penuh emosi, Dimas memukul kasur karena terlampau marah. "Bener-bener, gak tau diri banget sih. Pasti dia begitu karena gak terima aku kasih uang dikit!"Mila mengerutkan kening mendengar perkataan Dimas. Tetapi ia malas bertanya, yang penting pembalasannya akan segera tersampai bukan?"Aku harus pulang sekarang! Buat beri pelajaran Viona," seru lelaki itu.Lelaki itu langsung bangkit lalu melangkah pergi. Mila dengan gerakan mata menyuruh putrinya untuk mengikuti Dimas."Ajak makan dulu, setelah i
Wanita itu memegang pipi yang di tampar. Sedangkan Dimas masih menatap sangar sang istri karena masih tidak puas. "Dasar, istri sialan!" maki pria tersebut.Viona mendongak menatap Dimas, mata perempuan itu berkaca-kaca. Tangannya memegang pipi yang baru saja ditampar sang suami. "Kamu apa-apaan sih, Mas! Harusnya aku yang marah di sini," sungut wanita itu.Mata lelaki itu melebar seperti hendak keluar dari kelopak. Pria tersebut menarik lengan Viona lalu mendorong ke arah sofa. "Apa kamu bilang! Kamu marah karna apa. Karna aku ngasih uang lima ratus ribu ke Ibu, gitu," hardik Dimas.Setelah berkata demikian, lelaki itu langsung mengambil sapu."Sebenernya pembalas ini belum setimpal dari apa yang kamu lakuin ke Ibuku!" lontar pria tersebut.Dimas langsung memukul Viona dengan batang sapu. Wanita itu memekik kesakitan. Mendengar teriakan perempuan tersebut sangat kencang. Lelaki yang berstatus suaminya, pergi ke ruangan lain. "Akh ... sakit," erang Viona.Wanita itu memegang paha
Dua hari berlalu, Dimas tidak pulang ke kontrakan. Ia sama sekali tidak merasa menyesal telah menyiksa sang istri. Langit kini telah menyemburkan semburat jingga, yang tandanya akan berganti menjadi malam. Viona memakai pakaian panjang agar tidak ada yang tau jika ia terluka."Vio, luka kamu udah sembuh belum?" tanya Sinta. Wanita itu bertanya saat ia tengah bersama beberapa perempuan yang sama penghuni kontrakan. Mendengar pertanyaan Sinta, mereka mengerutkan kening karena bingung. "Emang Viona kenapa, Sin," lontar salah satu dari mereka.Baru aja Sinta hendak menyahuti, Viona sudah menarik wanita itu. "Eh, Sin. Suamimu udah ada di dalam rumah tuh, tadi nyariin kamu lho," seru Viona.Mendengar itu mata Sinta membulat, ia langsung pamit masuk ke kontrakannya. Sedangkan teman bersama wanita itu tadi memilih pergi tidak lupa berpamitan dengan Viona."Vio ... kenapa kamu bohong?" tanya Sinta. Sinta tersadar kala pintu kontrakan masih terkunci. Biasanya sang suami tidak akan mengunci