Share

BAB 2 - Minta uang

Viona segera menaruh pakaian sang suami ke lantai. Ia melangkah dan mengambil benda pipih yang berada di ranjang. Lekas mendaratkan bokong di sana lalu mulai menelepon Dimas.

"Ish ... kenapa gak diangkat sih," gerutu wanita itu.

"Aku kan butuh jawaban," lanjutnya.

Baru saja hendak menelepon Dimas, adik iparnya telepon. Ia mengerutkan kening tetapi, mengangkat sambungan itu.

"Mbak ... kapan Mbak ke sini, besok ke sini dong. Bantuin Hana, besok kan Hana sekolah. Ibu sakit, Mbak. Gak ada yang jagain. Kesini ya, please ...," pinta perempuan tersebut.

Viona mengeryitkan alis seraya memiringkan kepala.

"Apa Mas Dimas gak tau Ibu sakit? Bukannya tadi udah ngasih uang ke Ibu. Bahkan bukti transfer aja masih ada," batin wanita itu.

Perempuan tersebut tersadar kala Hana terus memanggil.

"Mbak, gimana? Mau ya ... Hana kan sekolah, kalau bukan Mbak siapa lagi yang jaga Ibu," lontar Hana.

Viona mengembuskan napas pelan, lalu menganggukan kepala.

"Ya udah. Besok pagi, Mbak bakal secepatnya ke sana. Kamu tungguin Ibu dulu, jangan berangkat sekolah dulu," seru Viona.

"Emang Ibu sakit apa, Han? Sejak kapan, udah dibawa berobat belum," lanjut wanita itu.

Mendengar pertanyaan kakak iparnya, Hana langsung menatap sang Ibu. Mertua Viona itu dengan cepat menulis sesuatu di kertas dan memperlihatkan pada putrinya. Membaca deretan yang di tulis Milla.

"Eum ... sejak pagi, Mbak. Lagi pagi gak terlalu parah makanya gak bilang sama Mbak. Tapi pas aku pulang eh Ibu sakitnya parah. Belum berobat Mbak, gak ada uang soalnya. Kata Ibu, tolong bawain uang besok, soalnya Mas Dimas udah lama gak ngasih uang sama kami," tutur perempuan itu.

Viona kembali menukikan alis sampai menyatu mendengar penuturan gadis itu.

"Apa Hana gak tau, kalau Ibunya baru aja dapet transfer dari Mas Dimas."

Wanita itu kembali bergumam dalam hati, lalu dari ponsel terdengar suara Mila.

"Iya Vio, Ibu gak punya uang sama sekali. Ini aja tinggal buat Hana aja besok sekolah. Kalau bisa nanti ke sini sekalian bawa makanan ya," seru Mila.

Dia berucap sambil sesekali batuk, mendengar hal itu Viona semakin kebingungan. Ia terus diam lalu panggilan tersebut terputus karena benda pipih miliknya baterai habis.

"Eh, baterainya habis. Baru aja aku mau ngomong," kata wanita itu.

Viona mengedikan bahu lalu bangkit dan menarik laci. Mengambil changer untuk mengisi daya ponsel. Setelah itu memilih melangkah ke bilik mandi untuk wudhu karena azan isya telah berkumandang.

"Haduh, mukenanya di mana ya," kata Viona.

Dia mulai mencari dimana tempat biasa menyimpan, lalu saat melihat jemuran ia langsung menepuk kening.

"Oh iya, yang itu kan baru aja di cuci, moga aja kering."

Perempuan itu segera mengambil mukena buat sembahyang di jemuran. Lalu melangkah ke kamar untuk melakukan kewajiban sebagai umat muslim. Selesainya Viona membaringkan tubuh di kasur.

"Mas Dimas ditelepon kenapa gak nelepon balik sih," gerundel perempuan itu.

Dia memegang benda pipihnya lalu menatap layar. Mengembuskan napas dan menjatuhkan ponsel ke samping tempat ia berbaring.

"Kania itu siapa sih? Tapi Mas Dimas gak ada gelagat selingkuh lho. Apa dia sepupunya Mas Dimas? Tapi kenapa Mas Dimas pake bohong segala."

Wanita itu mengacak-acak rambut karena frustasi. Otak yang terus bekerja menerka-nerka membuat ia lelah, tanpa sadar lelap memasuki alam mimpi. Suara azan subuh terdengar, Viona segera melakukan kewajibannya lalu lekas memasak untuk di bawa ke rumah mertua.

"Bawa seadanya aja deh, gak usah yang heboh-heboh. Lagian Mas Dimas kan ngasih uang cuma segitu, aku harus hemat-hemat biar jangan terlalu hamburin uang," gumam istri Dimas.

Setelah memasukan makanan yang hendak di bawa ke rantang. Wanita itu segera mengambil piring dan mulai mengisi perut.

"Uh ... rasanya padahal enak, tapi karna pikiranku lagi kacau. Jadi ...."

Viona menaruh piring yang berisi makanan yang baru saja lima suap ia masukan ke perut. Ia menghela napas lalu memejamkan mata, suara dering ponsel terdengar. Wanita tersebut segera mengambil benda pipih dengan cepat.

"Kirain Mas Dimas, pokoknya setelah pulang kerja pokoknya aku harus tanya penjelasan dia. Atau enggak aku tanya Ibu aja," gumam wanita itu.

Dering ponsel itu telah berhenti lalu berbunyi kembali. Viona segera mengangkat sambungan tersebut.

"Mbak, kenapa lama angkat teleponnya. Ayo cepet ke sini, aku kerepotan banget nih," seru Hana.

Mendengar nada suara Hana yang lumayan kencang. Wanita itu menjauhkan hanpdhone dari telinga, lalu menarik napas dan mengusap dada.

"Iya-iya, Han. Ini Mbak mau otw, sabar dulu ya. Mbak juga kan kudu nyari ojek yang mangkal," balas Viona.

Setelah mendapatkan jawaban Viona, Hana langsung berpamitan. Perempuan itu juga bilang akan segera berangkat sekolah, jadi saat sampai di rumah Mila. Dia menyuruh sang Kakak Ipar segera masuk tanpa lupa mengetuk pintu.

"Ya udah, kamu hati-hati berangkat sekolahnya. Jaga pergaulan kamu lho," nasihat Viona.

Hana yang mendengar perkataan Viona memutarkan bola mata malas.

"Hm ... iya-iya, Mbak. Aku tau kok, gak usah dibilangin terus kali. Aku udah gede tau," balas perempuan itu.

Setelah berkata demikian, Hana langsung mematikan sambungan telepon. Sedangkan Viona hanya mengembuskan napas lalu menaruh handphonenya.

"Gak sabaran banget sih, baru juga jam segini. Lagian kenapa berangkat sepagi ini, gak sekalian berangkat sekolah subuh," gerundel Viona.

Perempuan itu segera bangkit dari duduknya, lalu membawa rantang yang berisi makanan. Ia tidak lupa mengambil tas di kamar dan tak lupa setelah keluar kediaman mengunci pintu.

"Tuh, masih belum terang banget. Huh ...."

Wanita berambut sebahu dan berpakaian dengan baju sehari-hari mulai melangkah. Ia menyelempangkan tas dan menjinjing rantang. Tukang sayur yang biasa lewat sini, melihat Viona keluar dari kediaman menyapa.

"Eh, Mbak Vio mau ke mana? Pagi-pagi gini udah bawa tas," sapa lelaki itu.

Mendengar seruan yang familiar, perempuan itu menoleh.

"Eh, Mang. Ini mau ke rumah mertua, dia sakit soalnya," sahut Viona.

Lelaki itu tidak menjawab, karena ia mulai sibuk melayani pembeli. Sedangkan Viona memilih melangkah pergi menuju pangkalan ojek, setelah menemukan dia lekas meminta diantar. Sesampai di kediaman sang mertua, wanita berambut sebahu ini lupa tidak mengetuk pintu.

"Bu, kok Ibu di luar? Katanya sakit. Apa udah mendingan," seru Viona.

Mendengar suara menantunya, Mila membulatkan mata. Ia langsung sangat terkejut, bukannya saat Hana menelepon wanita tersebut masih di kediaman.

"Eh, kamu udah sampe Vio. Ibu laper Vi, jadinya Ibu masak mie deh. Ayo sini, makannya juga belum habis. Kamu bawa makanan kan, Ibu masih laper nih," panggil wanita itu.

Viona mengerutkan kening, tetapi memilih tidak ingin berpikir begitu banyak. Ia segera melangkah dan duduk di dekat Mila.

"Kamu ke sini kok pakaiannya gini sih, bikin malu aja," gerundel Mila.

Mila mengadahkan tangan ke arah sang menantu.

"Oh iya, mana uangnya. Ibu minta uang," pinta wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status