Share

Gajiku untuk Pernikahan Suamiku
Gajiku untuk Pernikahan Suamiku
Author: TintaMerah

Undangan Pernikahan

Author: TintaMerah
last update Last Updated: 2025-09-04 19:25:21

Aku menatap sebuah kertas berlipat di atas meja rias adikku pagi ini saat membersihkan kamarnya. Undangan pernikahan dengan nama yang tertera atas nama suamiku dan juga adikku.

"Sin! Sinta! Ini undangan siapa?!" Teriakku sambil bertanya.

Tidak ada jawaban, mungkin dia sudah pergi bekerja.

Kembali aku melihat undangan itu, dengan perasaan campur aduk aku membaca setiap kata di dalamnya. Semuanya terasa janggal, kenapa nama suamiku dan juga keluarganya yang ada di sana? Apa mungkin undangan salah cetak? Atau mungkin ini undangan pernikahan kami enam bulan yang lalu bersama suamiku? Bisa saja kan pihak pencetak salah buat.

"Mas! Mas Danu! Kesini sebentar!" Teriakku lagi.

Masih tidak ada jawaban, kemana dia pergi? Biasanya Mas Danu baru berangkat kerja di jam sembilan pagi. Pekerjaannya sebagai manager pabrik membuat dia santai jika ingin pergi kerja.

Asal tugasnya baik dan juga semua karyawan aman, maka dari itu Mas Danu bisa datang kapan saja. Terdengar sedikit sepele, tapi itulah kenyataannya. Pemilik pabrik tempat dia bekerja adalah salah satu sahabat ayah, maka dari itu Mas Danu bisa melakukan hal demikian.

"Tanggalnya minggu depan ini, kenapa begini?!" Gerutuku saat membaca tanggal yang tertera di kertas undangan.

Bahkan foto pengantinnya itu gambar dari Mas Danu dan Sinta, adik tiriku yang didapat dari pernikahan kedua ayah. Ayah menikah lagi setelah ibuku meninggal saat melahirkan aku.

Kata orang, tepat di satu bulan pasca ibu meninggal ayah menikah lagi dengan ibunya Sinta yang saat itu berstatus sebagai janda. Jarak di antara kami hanyalah satu tahun saja.

Tidak mau berpikir lebih lanjut, aku langsung menghubungi nomor percetakan yang ada di dalam undangan.

"Maaf mengganggu kak, apa benar ini dari pihak yang membuatkan undangan atas nama Danuarta dan juga saudari Sinta?" Aku langsung pada inti pembicaraan saja.

"Ya benar kak, apa ada kesalahan dari undangan yang kita buat?" Tanya dari seberang.

Aku semakin gelisah, namun pikiranku menolak untuk berpikir negatif tentang semua ini. Lagian Sinta tidak ada bercerita kalau dia akan menikah, mungkin memang benar kalau undangan ini ada kesalahan.

"Oh, tidak ada kak. Apa kakak tahu kalau laki-laki yang akan menikah itu sudah punya istri?"

Sedikit berat untuk bertanya, tapi pikiranku tidak bisa ditahan lagi untuk mengetahui lebih lanjut tentang undangan ini.

"Ya benar kak, customer kita mengatakan kalau istri pertamanya sudah bersedia kalau suaminya menikah lagi. Dan, dari cerita yang kami dengar, istrinya mandul maka dari itu dia bersedia mendapatkan madu." Aku refleks menjatuhkan handphone, menatap nanar ke depan dengan mata sudah berair.

Darimana Mas Danu tahu kalau aku mandul? Padahal selama ini kami memang belum menginginkan buah hati gara-gara perekonomian yang belum stabil. Mas Danu harus menafkahi ibu dan adiknya yang masih kuliah, gaji sepuluh juta sebulan bukanlah apa-apa untuk dua keluarga besar.

"Kak! Apa masih ada yang mau ditanyakan?" Suara panggilan menyadarkan aku kembali pada kenyataan.

Aku buru-buru bangkit dan keluar dari kamar Sinta, masuk ke kamarku dan Mas Danu dengan rasa perih di hati. Baru enam bulan menikah, kami baru enam bulan menikah dan selama itu juga Mas Danu belum bisa memberikan aku nafkah yang layak.

Aku bekerja di sebuah restoran dengan gaji yang hanya bisa kami tabung untuk membeli rumah, cita-cita kecilku setelah menikah harus bisa keluar dari rumah peninggalan ibu ini.

"Ini semua nggak benar kan Mas?" Aku meringis menahan sesak di dada.

Aku membuka m-banking dan mengecek tabungan yang bisa aku akses bersama Mas Danu, dan kenyataan pahit itu kembali datang padaku.

Jumlah tabungan yang harusnya sudah mencapai 102 juta sekarang tinggal 20 juta lagi, kemana semua uang itu pergi? Padahal seminggu yang lalu aku masih mengecek tabungan itu, semuanya masih utuh.

Uang Mas Danu? Jangan harap bisa ditabung, untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah bersyukur bisa tercukupi. Keluarganya yang mendapatkan lebih dari setengah gaji Mas Danu saja masih sering datang ke rumah ini untuk meminta beras dan makanan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    kejutan

    Handphone Sinta masih berada di genggaman ku, sedikit penasaran dengan isinya, aku membuka handphone tersebut. Ternyata tidak di kunci, mungkin Sinta yakin aku tidak akan mencurigai nya sebab selama ini aku masa bodoh dengan urusannya. Aku tidak pernah ikut campur urusan Sinta, kecuali itu urusan keuangan. Namun, sekarang setelah dia bekerja, aku tidak pernah lagi dia mintai uang. Berganti pada ibuk yang hampir setiap minggu meminta uang dengan alasan arisan dan juga uang iuran. Untuk urusan dapur, mereka tidak pernah ambil pusing. Akulah yang selama ini memenuhi kebutuhan dapur, mengesampingkan perawatan dan juga keperluan badanku demi bisa memenuhi kebutuhan keluarga. "Astaga!" Seruku dengan suara tertahan, aku refleks menutup mulut saat melihat galeri foto Sinta yang penuh dengan isi gambar terlarang. Begitu banyak, bahkan ada juga beberapa video biru yang diambil secara langsung dari handphone tersebut. Tanganku gemetar melihat gambar-gambar itu, Sinta dengan tak tau malu mem

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Awal Dekat

    Satu hari sebelum pesta yang dikatakan oleh pihak percetakan, aku langsung pergi untuk melihat lokasi yang sudah ditentukan. Gedung mewah yang Mas Danu sewa ternyata begitu ramai, banyak perias ruangan dan juga beberapa staf yang mempersiapkan pesta besok.Aku tahu untuk sewa gedung lantai bawah ini saja kita harus merogoh kocek sebanyak 3 juta dalam satu jam. Pantas saja uang di tabunganku hilang lebih dari setengahnya. Aku mengumpulkan uang itu selama lebih dari dua tahun bekerja di restoran, dengan gaji lima juta sebulan aku harus bisa hemat. Kebutuhan rumah akulah yang mengadakan. Bahkan saat Sinta kuliah, akulah orang yang membiayai kuliahnya.Maka dari itu, selama dia kuliah aku tidak bisa menabung apa pun untuk diriku. Setelah dia selesai kuliah, aku mulai diangkat menjadi manajer di restoran mewah yang lebih dari lima tahun aku huni. Bekerja dari tukang bersih-bersih sampai jadi pelayan sudah aku lakukan. Bahkan aku melakukan pekerjaan mencuci piring sampai sekarang, itu sem

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Ancaman

    "Din, kamu kenapa sih jadi cuek gini? Mas ada salah ya?" Mas Danu mengelus wajahku. Aku merasa jijik melihat tangannya itu, pasti dia sering memegang tangan Sinta. Aku masih penasaran awal pertama mereka dekat bagaimana, perasaan dari dulu Mas Danu terlihat dingin pada Sinta. Mas Danu juga jarang bicara pada Sinta saat di rumah, mungkin cara bermain mereka rapi sampai aku tidak menyadari."Mas jangan pegang-pegang! Tangan kamu kotor itu. Pasti di pabrik kamu sering memegang benda kotor! Siapa tahu kamu juga sering memegang perempuan lagi," ketusku."Enak saja kamu! Kamu pikir aku di pabrik itu kerjanya jadi penghibur istri orang. Kerjaku di pabrik itu cuma melihat-lihat ruangan dan juga pekerja yang membuat kasur, otak kamu yang kotor itu," seru Mas Danu.Pantatnya menjauh sedikit dariku, wajahnya berubah masam dan sesekali melirik aku dengan tatapan tajam."Kamu ini jadi istri tidak pernah mengerti perasaan aku, Din. Selama enam bulan kita nikah, kamu belum pernah berbuat hal yang

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Sakit Hati

    "Kakak yakin kalau ini benar-benar dari Bapak Danuarta?" Tanyaku pada seorang kurir pengantar makanan. Sampai di rumah, bukannya langsung istirahat, aku malah mendapati kurir makanan yang sedang menunggu. Rupanya Mas Danu memesan makanan untuk Sinta, tapi yang membayar malah aku."Iya, Buk. Ini atas nama Bu Dina kan? Tapi di pesan yang dikirim makanannya untuk Bu Sinta. Mungkin ada kesalahpahaman di sini," jawab kurir tersebut. Ting! Sebuah pesan masuk. "Sayang, kamu bayarin makanan yang aku pesan itu dulu ya. Nanti kasih sama Sinta, dia sudah lama minta makanan itu. Katanya kamu tidak mau belikan dia." Pesan dari Mas Danu aku baca dalam hati. Aku langsung membayar biaya makanan dan membawanya masuk.Seonggok mie ayam dengan es yang sedang viral aku tatap dengan perasaan jengkel. Sepertinya hatiku sudah menjadi batu sekarang karena aku tidak sakit hati dengan perbuatan Mas Danu. Lagian untuk apa aku sakit hati? Tuhan sudah baik padaku dengan menunjukkan kebusukan mereka dan seka

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Saatnya Berpisah

    Aku bangkit dari keterpurukan, memilih tegar meski hatiku sudah setengah luruh. Sebelum nyawa melayang, aku masih bisa berjuang dan tidak akan mau dijadikan budak lagi. Sudah cukup enam bulan ini, ke depannya tidak akan ada lagi Dina yang sabar dan juga pengertian. Tidak akan ada lagi pengeluaran untuk besok dan seterusnya.Cermin di depanku menunjukkan wajah yang sangat lelah. Untung saja hari ini aku sedang libur kerja dan aku bisa melakukan sedikit pemulihan hati. Aku mentransfer uang yang dari m-banking ke kartu ku yang lain, kartu dari restoran yang tersedia untuk semua karyawan.Sebenarnya uang di tabungan itu bukan keseluruhan uang yang aku miliki. Gaji selama enam bulan ini belum tersentuh dan aku simpan di kartu karyawan tersebut. Sekarang aku harus ke kantor pengadilan, meminta surat cerai setelah itu pergi dari rumah ini. Biarlah rumah mendiang ibu ini aku hadiahkan untuk mereka karena selama ini sudah merawatku secara tidak adil. Biar bagaimanapun, aku sudah mendapatkan n

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Gajiku untuk Pernikahan Suamiku

    "Dina! Kamu di mana?!" Mas Danu berseru dari luar. Aku buru-buru mengelap wajah dan masuk ke kamar mandi. Aku tidak mau dia melihat kondisiku yang berantakan, bisa saja nanti dia curiga kalau aku sudah mengetahui kelakuan busuknya. Tok-tok-tok! "Sayang, kamu di dalam ya? Aku lanjut pergi kerja ya." Pintu kamar mandi diketuknya. "Iya, Mas! Hati-hati," seruku.Biasanya aku selalu menyalami tangannya saat dia pergi bekerja. Mas Danu juga akan mencium keningku dengan senyum yang terus terukir di wajahnya. Hari ini, bahkan bekal yang selalu aku siapkan tidak dia pertanyakan lagi."Mas, apa ada yang masih kurang dariku?" Aku terduduk di lantai, perlahan tubuhku merosot begitu saja dan badanku kini sudah rebahan di lantai kamar mandi yang masih basah.Berpacaran selama dua tahun dengannya bukanlah waktu yang sebentar. Kami sudah saling mengenal satu sama lain, bahkan aku sering kerumah orang tuanya. Aku pikir dengan hubungan yang terjalin hangat akan membuat kebahagiaan berpihak padaku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status