Share

003 | Penyelamatku

Di kedai kopi itu, terjadi obrolan hangat yang bercampur Senda tawa. 

"Mau di buang kemana kekasihmu yang sedang bekerja di Russia itu? Tolak pria tadi, Bella." Wanita muda yang masih sahabat terdekat Bella sesama pelayan, menggelengkan kepala dan membereskan tas bersiap hendak pulang. 

"Salahkan saja Hans yang malah meninggalkanmu sendirian. Jangan dengarkan dia, Bella. Jadikan pria itu kekasih gelapmu! Dia terlihat seksi, menggiurkan dan kaya raya!" Summer tanpa basa-basi, melontarkan penilaian tentang pria misterius tadi dan dilihat dari sudut manapun, dapat di pastikan sang pria bukanlah berasal dari kalangan biasa. 

"Dasar iblis, bisa-bisanya kau merayu orang yang sudah memiliki kekasih?" Sky berkacak pinggang, menyalak seperti anjing menggonggong terhadap Summer yang malah cekikikan. 

"Oh, kesayanganku yang imut. Jangan terlalu berharap pada long distance relationship. Kau tahu bahwa orang jauh akan kalah, oleh orang yang selalu berada di dekat kita?" Dia menjulurkan lidahnya, mengejek Sky yang hanya abai dengan sekitaran. 

"Kalian semua cepatlah pulang. Sudah hampir tengah malam dan di daerah sekitar sini rawan kejahatan." Caigo, memeriksa pembukuan dengan sangat serius. 

Tak lama kemudian, Sky dan Summer berpamitan. 

Sekarang yang ada di kedai itu hanyalah Bella dan sang Manajer baik hati. 

Kesibukan Bella yang tengah membersihkan meja, kontan terhenti. Dia menghampiri Caigo dan berdiri di depannya. Dia harus mengatakan suatu hal yang sangat penting karena ia merasa tak enak hati.

"Uhm, Manajer Caigo, maafkan aku mengenai hal tadi. Aku benar-benar tak mengenalnya dan aku minta maaf. Karena diriku, pria itu telah mempersulit kita semua." Bella membungkuk dan ia tetap dalam posisi seperti itu, sambil mengintip dari sela-sela bulu matanya.

Caigo mengedipkan satu matanya. ini bukanlah murni kesalahan Bella, ia pikir yang sebenarnya bersalah adalah pria itu. "Sudahlah, Bella. Tetapi jangan terulang lagi," Caigo berujar pelan. Sepertinya Caigo tak marah padanya.

Caigo memanglah Manajer yang baik! 

"Terima kasih, Manajer. Sudah memaafkan aku." Bella berulang kali membungkuk dan kini ia tercenung. 

Caigo menghela napas panjang. Dia mulai berspekulasi. "Aku akui dia sangat tampan, tetapi sepertinya ia berbahaya. Dia orang yang sulit di tebak dan kupikir ia menyukaimu." Caigo menjelaskan apa yang ia pikirkan pada awal mula pria itu datang sejak enam bulan silam.

"Karena dari awal aku selalu mengamatinya dan ia hanya melihatmu saja. Tapi tidak mungkin kita mengusirnya supaya tak datang lagi ke tempat ini. Lihat saja tempo hari, ia mengancam akan membuat bangkrut kedai ini hanya dalam satu malam." Caigo menjelaskan kegundahannya selama ini. Oh, ayolah. Pria misterius tadi memang terasa menyulitkan dan mengerikan! 

"Layani dia seperlunya saja." Ingatan Caigo pergi ke bentuk simbol yang terasa tak asing yang dikenakan pria misterius itu.

"Tetapi kau lihat tatto dan cincin di jari kelingkingnya? Aku mempunyai firasat buruk mengenai itu." Caigo menoleh ke arah Bella yang membeku. Sepertinya ia baru saja menyadari, bahwa pria misterius itu memang menyimpan rahasia di balik sosoknya yang menawan. 

Namun, mengenai tatto itu, Bella mengembangkan senyuman.

"Ya, aku mengamatinya. Mereka sangat indah, bukan?" Dia tertawa pelan mengigat jalinan ular itu yang si kombinasikan dengan motif tatto tribal dan salib terbalik.

Secara keseluruhan mengenai fisik, Bella memang menyukai pria yang memilik tatto di beberapa bagian tubuh. Hal ini terlihat dan terkesan sangat seksi!

Caigo memutarkan kedua bola matanya. "Maksudku, aku merasa tak asing dengan simbol berupa tatto ular yang ada di punggung tangan dan simbol yang ada di cincinnya." Caigo membatin, sepertinya ia pernah melihat berita kriminalitas dan menemukan cincin itu! 

"Aku tak menyangka kau mengamatinya sedetail itu, Manajer. Jangan bilang kau menyukainya." Bella takjub dengan penglihatan dan ingatan milik Caigo. Ah, apakah Caigo menyukai pria itu juga? Bella berpikiran demikian karena Caigo adalah pria penyuka sesama jenis. 

Caigo lantas memutar kedua bola matanya. Pasti Bella berpikiran macam-macam padanya. Tidak salah lagi, karena Bella pun sekarangalah mengulum senyuman. "Itu karena aku penasaran, Bella. Berhenti berpikiran macam-macam tentangku." 

Caigo lantas mengusap dagu dan menyipitkan mata.

"Aku tahu pasti, semua harga yang menempel pada tubuhnya bukanlah murahan. Tadinya aku hanya heran, mengapa orang tinggi sepertinya setiap hari selalu datang kemari?" Caigo memulai analisisnya. Perlahan-lahan menelisik diri Bella dengan saksama serta detail. 

Tidak diragukan lagi, Bella memang terlihat cantik dengan kulit semulus batu pualam, bibir penuh yang merekah dan rambut emas seperti malaikat. 

"Saat itu aku menyadarinya, ternyata ia menargetkanmu. Apa kau sudah berkenalan dengannya? Namanya, mungkin. Atau apa tujuannya mempersulitmu seperti hari ini?" Desak Caigo lebih intens. 

Percayalah, bahkan cara menatap pria itu pada Bella seperti dipenuhi kerinduan. Seolah-olah pria itu telah mengenal Bella dengan sangat lama. 

Tetapi itu tidak mungkin 'kan? Lihat saja Bella yang sepertinya belum pernah mengenal pria itu. 

Bella menggigit bibir bawahnya gelisah. "Aku hanya menduga, bahwa ia tertarik padaku." Dia lantas melangkah pergi menuju dapur untuk membereskan dan membuang sampah.

"Lalu bagaimana kau meresponnya?" Caigo semakin ingin tahu. Dia memusatkan fokusnya pada Bella yang sekarang membelakanginya. 

"Manajer 'kan tahu aku sudah memiliki kekasih. Mana mungkin aku berkhianat," ungkapnya tanpa keraguan.

Meskipun akhir-akhir ini, Hans sepertinya sangat sulit untuk dihubungi. Mungkin karena sibuk bekerja. 

Ataukah mungkin, rasa cinta Hans pada Bella telah meluruh lenyap di karenakan jarak membentang yang memisahkan mereka berdua? 

***

Bella berada di bagian samping bangunan kedai. Dia melempar kantong plastik besar hitam ke tempat sampah berukuran besar. 

Salju masihlah tebal menyelimuti.

Bella menarik erat mantelnya, demi menghalau dingin. Puncak hidung dan pipinya masih terlihat samar-samar bersemu merah muda di sebabkan cuaca semakin ekstrim. 

Dia sudah membereskan sisa pekerjaannya yaitu membuang sampah. Namun, saat ia hendak melangkah masuk, tiba-tiba ada benda dingin nan tajam menyentuh tenggorokannya.

Benda itu semakin kuat menekan. Sial, sepertinya ia tahu apa benda ini! 

Bella memejamkan mata. Dia ingin berteriak, tetapi ujung tajam bertambah di tekan di tenggorokan. Tubuhnya di tarik ke arah belakang dan di dorong sampai menabrak dinding. 

Salah satu pria itu menekan kepala Bella ke dinding bangunan. "Jika berteriak, aku akan memotong lidah sialanmu," dia berbisik sangat dekat, sampai-sampai hembusan napas hangatnya menampar daun telinga Bella. Ini terasa sungguh menjijikkan!

"Jadi seperti ini rencana kami, cantik." Terasa telapak tangan bertekstur kasar menyelinap ke balik pakaian Bella dan meraba perut ratanya. 

Grep! Tangan kurang ajar itu meremas payudara Bella dengan keras! Terasa menyakitkan. Sementara dua orang pria lainnya yang mengelilingi Bella pun turut terkekeh-kekeh melihat hiburan menggairahkan. 

"Aku akan membawamu ke dalam, kau tunjukkan tempat penyimpanan uang. Lalu kami mengambilnya dan pergi. Tak akan ada yang terluka, mengerti?" perintahnya tak mau di bantah, berbarengan dengan tangan pria sialan ini yang sekarang bergerak turun, menyelinap masuk dan menyentuh tepian celana dalam Bella. 

Bibir Bella gemetar. "Ti-Tidak ada uang di sana. Kalian percuma saja merampok kami!" Bella memekik dengan suara tercekik dan saat ini ia sangat ketakutan. Air mata tanpa terasa berlinang membasahi pipinya.

Oh Tuhan, apakah ia akan mati malam ini? 

Tidak! Dia harus tetap bertahan. Karena Bella belum sempat mengatakan bahwa ia sangat merindukan sang ayah dan Hans! 

Bella menginjak kaki sang pria perampok itu, hingga terdengar erangan menahan rasa sakit. 

Kesempatan ini tak ia buang percuma.

Bella menendang kejantanan si pria dan secepatnya ia melarikan diri, tetapi dua pria lainnya mengejarnya seperti anjing pemburu di sepanjang jalang berupa lorong yang di apit dua bangunan.  

Satu dari dua orang itu menerkam Bella, hingga tubuhnya tersungkur menghantam jalanan di lorong sepi tersebut yang memiliki penerangan temaram.

"To-Tolong!" Bella berusaha teriak. Namun, ada sesuatu yang terasa sangat menyakitkan menyerang tenggorokannya.

Dia merabanya; basah dan bau amis menyengat ke indera penciuman.

Bella berdarah.

Pria itu menyayatnya. 

Sekarang pandangannya mulai memburam dengan kepala yang jatuh terkulai menekan aspal. Napasnya menjadi semakin tersengal-sengal dan sesak.  

Rasa takut terlukiskan di wajahnya yang sepucat kapas.

"Apa kau sedang kesakitan, cantik?" Pria itu tiba-tiba saja menduduki tubuh Bella dan merenggut rambut panjangnya, lalu mendongakkannya hingga wajah mereka berdua saling berhadapan. 

Bella meludahi wajah sang perampok yang berubah semakin merah padam di bakar amarah. 

"Ini semua terjadi karena kau tidak bisa bekerja sama. Kami akan membunuhmu sekalian." Dia menusukkan bilah tajam pisau ke lengan Bella dan menariknya ke arah bawah. Sampai daging itu robek serta menyemburkan darah. 

Kedua mata Bella membeliak hebat dan ia berusaha berteriak. Namun, percuma saja ketika mulutnya bahkan di bekap seperti ini. Oh, Tuhan! 

Sedangkan ke dua pria lainnya berdiri beberapa meter darinya. Mereka malah tengah asik menghisap sebatang rokok, lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Seperti sangat menikmati adegan yang sedang terjadi. 

Sungguh brengsek dan benar-benar kejam! 

"Hey, sudahlah. Buat dia pingsan. Sekarang kita harus merampas uang kedai kopi," pinta salah satu dari mereka berdua dengan intonasi suara yang sangat bersemangat. 

Mereka bertiga terkekeh-kekeh. Namun, beberapa detik kemudian terdengar desingan mencurigakan.

Wajah kedua orang yang tengah berdiri itu tiba-tiba seperti menahan keterkejutan yang teramat sangat. Perlahan tapi pasti, darah bergulir melumuri dahi dan mengotori wajah mereka, dengan mulut terbuka hendak berkata-kata. 

Mereka jatuh berlutut dan tersungkur ke aspal, tewas seketika. Semua kejadian ini menandakan bahwa seseorang melubangi kepala perampok dengan peluru! tetapi siapakah yang menolong Bella dalam situasi tepat seperti ini?

Tidak mungkin 'kan, ternyata sang penyelamat adalah Manajer Caigo? Sangat tidak mungkin, mengingat Caigo tidak memiliki senjata api. 

 

Menyadari hal ini, hantu Bella memompa ribuan kali lebih cepat. Darah mendesir membuat kepalanya pening. Tubuhnya membeku dalam tekanan pemandangan mengerikan yang baru saja terjadi. 

Bella menganga tak memercayai pemandangan yang terpampang jelas di sana. 

Ternyata pria misterius yang sudah enam bulan terakhir mengujungi kedai kopi adalah penyelamatnya! Iya, dia lah sang penyelamat hidupnya. Seorang pria yang sudah Bella abaikan berbulan-bulan lamanya. 

Pria itu berdiri tangguh di sana dengan di soroti cahaya lampu dari arah belakang. Sehingga tercipta siluet sosoknya yang terkesan sangat kuat dan menakjubkan. 

Bahkan sepertinya langit memberi jalan lancar pada iblis ini untuk menumpas semua pengganggu. 

"K-Kau..." Bella tercengang tidak sanggup berkata-kata. Tetapi pria yang dipanggil Duanovic oleh Oleg tadi, malah mengulas seringai tajam dengan mata ke'emasannya yang berkilat mengerikan. 

Mirip seperti seorang pembunuh gila yang haus darah. Bagai iblis pembalas dendam yang kejam dan berhasil meluluh lantakkan semua penghalang jalannya. 

Sedangkan tersisa satu orang perampok yang sekarang tercengang dengan apa yang terjadi di hadapannya. 

Dia meluruskan tatapannya dan mendapati seorang pria berpakaian serba hitam masih membidik ke arahnya dengan satu tangan lain yang memegang buket bunga. 

"Bunga? Oh, Man. Kau sedang bergurau?" Dia tertawa merendahkan dan mengambil ancang-ancang menyerang Duanovic menggunakan sebilah pisau tajam. 

Namun, jarak mereka yang hanya satu meter itu cukup bagi Duanovic untuk melesatkan peluru yang sukses mengenai salah satu kaki. 

Tidak puas sampai situ. Dengan ekspresi dingin, Duanovic menembak satu kaki lainnya, sampai-sampai sang perampok terjatuh dalam keadaan berlutut memalukan. 

"Iblis. Kau adalah iblis brengsek!" sang perampok berteriak gelisah dan ketakutan. Tubuhnya mulai gemetaran, tetapi Duanovic mengabaikannya. Siapa suruh beraninya mengganggu Bella. 

Dia menendang dada sang perampok sampai jatuh tersungkur dalam posisi telentang. Sang perampok pun mengerang menahan rasa sakit yang menusuk pada luka tembak di ke dua kakinya. 

"Jangan pernah menyentuh wanitaku." Duanovic berdiri tepat di samping sang perampok dengan senyuman mengejek. Setiap perkataan yang ia lontarkan bagai sebuah perintah absolut yang tidak boleh di langgar oleh siapapun di dunia ini. 

Setiap kata-katanya dipenuhi ujaran kebencian dan kekesalan. 

"Atau kau ingin nasibmu sama dengan kedua temanmu. Mati dengan kepala berlubang?" Dengan sikap angkuh ia  menunjuk dua mayat yang terkapar mati menggunakan dagunya. Lantas, ia terkekeh-kekeh. 

Kekekehan itu pun berubah menjadi gerakan seperti hewan yang hampir saja kehilangan kekasihnya. Tak jauh dari sang perampok, Bella terkapar dengan menyedihkan. Dalam posisi menelungkup dan tak sadarkan diri. Darah menodai kulit mulus tanpa cacat itu. 

Setelah melihat kondisi Bella, amarah Duanovic semakin menjadi-jadi. Seperti api neraka yang siap menghanguskan semua yang berada di sekitarnya. 

Moncong pistol berperedam suara itu, di arahkan pada kepala sang perampok. 

Brengsek. perampok ini telah merusak acara Duanovic bersama Bella dan telah menghancurkan momen. Duanovic berpikir ingin membunuh perampok ini, tetapi ia mengurungkan niatnya. baginya menyiksa musuh secara perlahan-lahan akan menjadi jauh lebih menarik lagi. 

Duanovic melangkah menjauh dari sang perampok yang sekarang tengah menangis menahan sakit. Dia pun sekarang berlutut di samping Bella dan meraih tubuh tak sadarkan diri itu ke dalam dekapannya yang erat.

Duanovic menangkup wajah lebam Bella. Tatapannya semakin dingin saat mendapati tenggorokan dan lengan Bella yang masih melelehkan darah segar.

"Seberapa parah kau terluka? Bicaralah padaku. Setidaknya buka matamu, Bella." Namun, nihil. Bella tak meresponnya sama sekali. Kedua matanya telah tertutup rapat dengan kepala yang terkulai ke samping. 

Dia menggendong Bella di depan tubuhnya. Langkahnya kini terhenti, ia menoleh tepat pada perampok yang masih terkapar di sampingnya. 

"Melarikan dirilah sejauh-jauhnya, karena aku akan memburumu sampai kau merasa menyesal telah di lahirkan ke dunia ini," ancamnya dengan intonasi tegas yang tak terbantahkan dan tersenyum meremehkan pada perampok sialan yang masih terkapar tak berdaya. 

Brengsek! Amarah Duanovic belum mereda dan malah semakin menjadi-jadi. Dia menginjak wajah sang perampok berulang kali dengan kekuatan luar biasa.

Hingga perampok malang itu, terbatuk-batuk menyemburkan darah segar dan mengerang kesakitan yang teramat sangat, tiga giginya patah dan kelopak mata itu membengkak kebiruan. Seluruh lukanya masihlah segar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status