#16Para tetangga yang melihat pertengkaran pertengkaran Alma dan Bu Kamila cukup terkejut saat melihat Bu Kamila mendapatkan tamparan keras dari Alma. Orang seperti Bu Kamila memang pantas dihajar. Sudah terlalu banyak kata-kata menyakitkan yang dilontarkan oleh wanita paruh baya itu pada Alma."Kamu berani nampar orang tua, hah? Setelah kamu tampar saya beberapa hari yang lalu, sekarang kamu nampar saya lagi!" geram Bu Kamila tak terima.Bu Kamila memegangi pipinya yang sudah memerah. Wanita itu benar-benar kesal pada Alma yang sudah berani melayangkan tamparan padanya untuk yang kesekian kalinya."Orang yang nggak bisa menjaga lisan seperti Mama memang pantas ditampar," tegas Alma. "Mama seharusnya ingat, saat ini Mama ada di rumah ibu saya. Apa begini kelakuan Mama saat bertamu ke rumah orang?"Keributan di rumah Bu Hasna makin memanas. Lily mendengar jelas teriakan ibu dan neneknya, tapi gadis kecil itu tak berani keluar dari kamar.Tetangga Alma yang menonton juga tak berani me
#17Selesai berbicara dengan para tetangga, Alma segera masuk kembali ke dalam rumah, kemudian menutup pintu rapat-rapat. Alma duduk sejenak di ruang tamu untuk menenangkan diri, kemudian wanita itu bergegas masuk ke kamar Lily untuk melihat keadaan Lily.Begitu membuka pintu, Alma melihat Lily yang meringkuk di sudut kamar. Bocah kecil itu menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya. Di dalam ruangan itu, Lily menangis. Alma segera menghampiri putri kecilnya yang tengah berlinang air mata itu."Lily, kamu kenapa?" tanya Alma panik melihat Lily yang menangis sendirian di dalam kamar.Lily menangis bukan tanpa alasan. Gadis kecil itu mendengar semua hinaan dan cacian Bu Kamila pada ibunya. Wajar kalau Lily ikut sakit hati atas perlakuan neneknya pada ibu kesayangannya. Lily tidak terima melihat Alma diperlakukan seperti itu oleh Bu Kamila."Mama ...."Alma memeluk Lily dengan erat. "Kamu kenapa nangis, Nak? Kamu jatuh ya? Atau kamu digigit sesuatu?" tanya Alma dengan suara lembut.
#18Alma menatap ke arah jam dinding yang ada di dalam kamarnya. Malam belum terlalu larut, tapi suasana rumah Alma nampak sunyi.Wanita itu terus menatap ke arah pintu kamar dengan gelisah. Hanya tinggal berdua saja bersama dengan putrinya membuat Alma agak was-was. Wanita itu takut, Reno akan kembali datang ke rumahnya dan mengganggu dirinya seperti malam kemarin."Tidur nyenyak, Sayang," gumam Alma sembari membetulkan selimut Lily. Putri kecil Alma sudah tertidur sejak setengah jam yang lalu. Kini tinggal Alma sendiri yang masih terjaga.Wanita itu sudah berbaring di samping Lily, tapi sayangnya Alma belum bisa memejamkan mata. Alma sudah mencoba tidur, tapi entah mengapa wanita itu tak bisa menikmati istirahat dengan nyenyak.Sepertinya Alma tengah sibuk memikirkan banyak hal. Rentetan masalah yang terjadi selama beberapa hari terakhir membuat wanita itu merasa tidak tenang hingga ia tak bisa menikmati waktu istirahat.Ditambah lagi wanita itu juga baru saja bertengkar dengan mant
#19Dada Alma terasa sesak. Wanita itu meringis. Sakit hati sekali Alma melihat ibunya mendapat perlakuan buruk dari Bu Kamila. Ini bukan pertama kalinya Bu Hasna direndahkan oleh Bu Kamila. Bu Kamila selalu saja meremehkan Bu Hasna hanya karena kesenjangan ekonomi diantara mereka."Kenapa Mama selalu bersikap seperti ini pada Ibu?"Alma tidak bisa diam saja. Memang wanita itu tak bisa membalas Bu Kamila. Tapi setidaknya Alma harus melakukan sesuatu untuk Bu Hasna. Saat ini ibunya kelaparan dan tidak mempunyai uang. Sebisa mungkin Alma harus membantu Bu Hasna untuk bertahan."Muka Ibu udah pucat. Perut Ibu juga udah bunyi terus dari tadi. Kalau ibu nggak makan juga, bisa-bisa Ibu sakit nanti," gumam Alma iba pada keadaan ibunya saat ini.Setelah berada di dapur cukup lama, akhirnya Alma pun memutuskan untuk menjumpai sang ibu dengan tangan kosong. Wanita itu benar-benar merasa bersalah pada Bu Hasna karena sudah memberikan harapan palsu."Aku harus ngomong apa ke Ibu?"Untungnya Alma
#20Hari berlalu seperti biasanya. Pagi itu, Alma sudah bangun sejak subuh untuk menyiapkan sarapan bagi dirinya dan Lily. Tidak hanya membuat sarapan, Alma juga memasak untuk bekal yang akan dibawa Lily dan dirinya sendiri, agar lebih irit mengingat Alma belum gajian."Lily, kayaknya Mama hari ini gak bisa jemput kamu pulang, tapi nanti Mama minta sama Pak Ujang buat jemput kamu ya," ucap Alma saat mereka tengah menikmati sarapan pagi."Iya, gak apa-apa, Ma." Lily menyahut ringan seolah tak keberatan.Sebenarnya, Alma sedikit merasa bersalah pada Lily, karena sejak pindah ke rumah Bu Hasna. Lily acap kali dijemput oleh Pak Ujang, tukang ojek langganan Alma yang selalu mengantar Alma dan Lily."Maaf ya, Nak. Karena kita sekarang tinggal di sini, jadi jarak ke sekolah jadi lebih jauh." Alma mengungkapkan rasa bersalahnya pada Lily.Jika saat tinggal di rumah Bu Kamila, Lily bisa saja pulang dengan berjalan kaki sendiri, tapi saat ini keadaan sudah berubah. Alma jelas tidak ingin jika p
#21Suara gaduh beberapa wanita yang tengah adu mulut di depan sebuah ruangan seketika terdengar oleh seorang pria yang tengah menekuri layar monitor di hadapannya.Pria itu menoleh, tepat ketika seseorang membuka pintu ruangannya. Salah satu dari mereka adalah sekretarisnya."Maaf, Pak. Saya udah mencegah supaya pegawai ini nggak bisa masuk," ucap sang sekretaris menundukkan wajahnya penuh rasa bersalah.Pria bernama lengkap Rafael Vendi Wijaya itu melihat sosok pegawai perempuan yang datang dengan sang sekretaris."Tolong jangan salahkan sekretaris Bapak. Ini salah saya sendiri karena telah membuat keributan di sini," ucap Alma menatap sang atasan tanpa rasa gentar. Bu Hasna selalu mengajarkan padanya untuk tidak gengsi jika mengakui kesalahan. Pun juga untuk tidak takut jika kita merasa memiliki alasan yang benar dalam melakukan sesuatu hal. "Baiklah. Nindi, kamu boleh keluar dan tinggalkan saya dan pegawai itu berdua saja," ucap Rafael mengambil tindakan.Nindi lantas keluar dar
#22Alma melangkah keluar dari area pabrik, kemudian berdiri di dekat gerbang. Alma mendongak dan menatap langit mendung yang terlihat di depan matanya. Mungkin tidak lama lagi, hujan akan menyapa. Alma harus segera pulang sebelum hujan mengguyur tempatnya berdiri saat ini."Pak Ujang mana sih?" Alma celingukan mencari ojek langganan yang seharusnya sudah menjemput dirinya. Wanita itu nampak gelisah menunggu kedatangan Pak Ujang. Belum sempat ojek langganannya datang, tiba-tiba rintik hujan sudah terlebih dulu menghampiri Alma."Ya ampun, udah hujan?" Alma mulai panik. Hujan turun semakin deras, sementara Pak Ujang tak kunjung datang.Alma berusaha menghubungi Pak Ujang berulang kali, tapi sayangnya ia tidak mendapatkan jawaban. Entah mengapa, Pak Ujang tidak dapat dihubungi. Hujan lebat mungkin juga akan menyulitkan Pak Ujang untuk datang ke pabrik, apalagi pria itu menggunakan motor."Kenapa Pak Ujang gak bisa dihubungi, sih? Gimana aku bisa pulang sekarang?" Alma mulai resah. Wani
23)Alma dan Rafael berjalan beriringan menuju mobil Rafael yang masih terparkir. Pria itu langsung berlari kecil menuju pintu kendaraan miliknya dan membukakan pintu tersebut untuk Alma. Alma tercengang. Ia tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan semanis ini dari atasannya. Padahal ia hanya karyawan biasa. Rasanya ia tidak pantas menerima perilaku seperti ini dari orang yang sudah menggaji dirinya. "Apa memang Pak Rafael selalu bersikap sebaik ini sama semua orang?" batin Alma."Silakan masuk!" ucap Rafael dengan nada lembut pada Alma. Pria itu membukakan pintu mobil di bangku depan untuk Alma, yang artinya Alma akan duduk bersebelahan dengan Rafael yang akan mengemudikan kendaraan. "Aku harus duduk di depan?" batin Alma merasa canggung dan tidak pantas duduk di samping atasannya.Alma yang sadar diri, akhirnya memilih duduk di bangku belakang. Meskipun duduk di bangku belakang juga nampak tidak sopan, karena secara tidak langsung membuat Rafael terlihat seperti sopir, tapi ini