Share

Gara-Gara Parfum
Gara-Gara Parfum
Author: TARIN

CHAPTER 1: CINTA PERTAMA

Aku pernah mendengar kata “cinta akan datang di saat yang tidak terduga” awalnya aku mengangap itu hanya omong kosong belaka, sampai aku berjalan melewatinya di Halaman Kampus hari itu. Mata tajam, bibir kemerahan yang tipis, rahang dan hidung tegasnya memikat hatiku dalam hitungan detik. Apa ini yang di sebut cinta pada pandangan pertama? Tidak, ini bukan hanya cinta pada pandangan pertama, ini adalah cinta pertama.

Aku Sophie, wanita sederhana yang bermimpi menjadi seorang putri. Aku tahu ini tidak masuk akal, tapi setelah aku bertemu cinta pertamaku keinginan itu muncul bergitu saja. Tubuhku tidak terlalu tinggi, hidung tinggi, bibir kemerahan tipis, dan mata sedikit lebar tampak menyatu sempurna dengan pipiku yang sediki tembam. Aku yang tidak punnya cita – cita atau harapan yang berlebihan dari hidupku bertemu Eugene, pria sempurna bagaikan pangeran yang baik hati. Dia adalah cinta pertamaku, cinta pertama yang sampai saat ini masih aku kejar. Dia membuatku menyukai hujan yang awalnya tidak aku sukai sama sekali.

000

JAKARTA, 2016.

Hari itu hujan deras membasahi kota Jakarta, aku berdiri di depan Kampus menatap kosong ke arah langit yang tak berhenti menurunkan hujan. Tiba – tiba seorang pria menyodorkan payungnya padaku

“pakailah ini untuk pulang,” sahutnya gagah.

Mataku melebar menatap wajah sempurna di hadapanku, mulutku terbuka hampa tidak tahu harus berkata apa. Pria itu menyunggingkan senyum miring yang menambah ketampanannya lalu meraih tanganku memberikan payung di tangannya. Pria itu tersenyum lebar lalu berbalik meninggalkanku berlari menembus hujan. Aku menatap payung di tanganku dan pria itu bergantian, aku membuka mulutku berteriak memanggil nama pria tampan itu, namun ia terus berlari semakin jauh tanpa menoleh sedikitpun. Sejak itu, ia menjadi impianku, ia ada di setiap rencana hidupku.

Aku berjalan dengan hati bergetar menuju lapangan basket dengan sebotol air dan tas kertas berwarna cokelat kecil di tanganku. Teriakan, musik, dan tiupan peluit tak berhenti terdengar di telingaku. Aku berdiri diam di depan pintu masuk lapangan menatap Eugene dengan seragam basket Merah yang berlari asik menikmati permainan di lapangan, ia terus berlari mendekati gawang, lalu melompat menerima bola dan melemparkannya ke dalam gawang. Teriakan semakin keras terdengar melihat aksi gagah itu, semua mahasiswa yang melihatnya semakin terpana akan ketampanan dan kelihaiannya. Tak lama sirine keras terdengar menandakan pertandingan telah selesai, tim Eugene memenangkan pertandingan itu mewakili Universitas. Sorak sorai gembira kembali terdengar meriah, musik pun diputar untuk merayakan kemenangan itu. Eugene tampak tertawa puas dan memeluk anggota timnya satu persatu, lalu mengangkat tropi kemenangan yang mereka terima dengan banga dan membungkuk sopan sebelum meninggalkan lapangan.

Aku beridiri diam di depan ruang ganti tim basket dengan hati berbuga, senyum cerah tak kunjung sirna dari ujung bibirku. Pintu yang terbuka tiba – tiba membuatku mengangkat pandanganku kaget lalu merapikan pakaianku cepat berusaha terlihat secantik mungkin. Seluruh anggota tim basket menghentikan langkah mereka dengan ekspresi bingung melihat wanita asing yang berdiri di hadapan mereka itu. Aku pun membuka mulutku canggung

“aku ingin mengembalikan ini pada Senior Eugene,” sahutku.

Seluruh anggota tim basket langsung memutar mata mereka pada Eugene yang tampak menatapku bingung, teman – temannya pun langsung menodorongnya maju mendekat ke arahku lalu berbalik meninggalkan kami berdua. Aku melepaskan tawa kecil sejenak lalu menyodorkan tas cokelat di tanganku cepat

“terima kasih untuk payungnya kemarin,” ucapku tulus.

Pria itu menerima tas yang aku sodorkan itu lalu melepaskan tawa kecil “kau tidak perlu mengembalikannya, tapi terima kasih,” timpalnya di sela tawa.

Aku hanya menggangguk kecil membuat keheningan canggung menyelimuti kami. Eugene terdengar berdeham kecil lalu menatapku lurus “kalau begitu aku pergi dulu” pamitnya cepat lalu berbalik. Aku yang tidak ingin melewatkan kesempatan sedikitpun mengulurkan tanganku menahan lengannya cepat

“tunggu…” sahutku terhenti,

Eugene kembali berbalik lalu mengangkat alisnya santai “hmm, ada apa?” Tanyanya.

Aku menurunkan pandanganku menatap tanganku yang mencengkram erat lengannya sejenak, lalu menarik tanganku cepat “maaf, aku tidak bermaksud…” ucapku malu. Eugene pun melepaskan tawa kecil, ia mengangkat tangannya mengusap pelan rambutku “kau lucu sekali,” pujinya singkat. Mataku melebar merasakan tangannya yang mengusap halus kepalaku, aliran panas perlahan menjalari pipiku dalam hitungan detik. Aku melepaskan tawa kecil menutupi rasa maluku sejenak lalu mengangkat pandanganku perlahan

“apa Senior mau makan denganku? Aku yang traktir, sebagai rasa terima kasihku untuk payungmu,” tawarku ragu.

Saat itu aku sangat berharap ia menerima tawaranku, aku juga cemas dia akan menolaknya. Namun rasa bahagia langsung memenuhi hatiku dalam hitungan detik, karena aku mendengar jawabannya

“baiklah, bagaimana kalau besok?” Tawarnya tenang.

000

Mata setiap wanita terpikat melihat Eugene lewat di hadapan mereka. Eugene berjalan dengan percaya diri membuat setiap orang langsung berbisik membicarakan ketampanannya, ia menggerakkan jarinya membenarkan poninya sambil sesekali melempar senyum menggoda pada wanita yang menatapnya

“Eugene!” Panggil seorang wanita dari kejauhan menghentikan langkah pria itu.

Eugene pun menoleh dengan alis terangkat sebelah lalu memasukkan tangannya ke dalam saku celana santai. Suara hak sepatu terdengar semakin dekat lalu berhenti di hadapan Eugene, wanita itu menyisir rambut panjangnya ke belakang anggun lalu mendongak menatap Eugene

“aku dengar kau tidak datang ke pertemuan semalam karena kau kencan dengan seseorang, aku tidak tahu kau punya pacar,” sahutnya menghina.

Eugene tampak menggeleng kecil lalu menghembuskan nafas besar dari mulutnya “lalu kenapa? Siapapun yang aku pacari saat ini tidak penting bukan? Pada akhirnya aku akan menikahimu sesuai keputusan keluargku,” timpalnya dingin.

Senyum puas terlihat di ujung bibir merah wanita cantik itu, ia melipat tanganya di depan dada lalu membuka mulutnya “lalu kenapa kau memacarinya?” tanyanya menantang. Tawa Eugene pecah begitu saja mendengar pertanyaan itu, ia menunduk kecil mendekatkan bibirnya pada telinga wanita di hadapannya “aku tidak menagtakannya, kau sendiri yang mengatakannya,” bisiknya lalu berbalik meninggalkan wanita itu.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status