Seminggu lagi akad nikah akan di langsungkan di kediaman Bu Indarti. Bu Indarti nampak sibuk dengan segala persiapan supaya Aira terlihat cantik. Mulai dari latar akad, sampai juru foto ia siapkan untuk mengambil momen tersakral dalam hidup anak sulungnya."Aira, hari ini kita pergi ke penata rias buat fitting baju kebayamu," ajak Bu Indarti."Iya, Bu," jawab Aira singkat.Aira yang sudah pasrah dengan jalan hidupnya tidak menuntut banyak. Ia hanya mengikuti apa yang di inginkan oleh keluarga calon suaminya. Sore itu Bu Indarti dan Aira menuju ke tempat yang di maksud Bu Indarti. Aira diminta untuk memasang beberapa model baju yang semuanya berwarna putih."Kamu suka yang mana, Ra?" Aira diam, matanya memang sedang menatap beberapa gaun yang di perlihatkan padanya, namun pandangannya kosong. Pikirannya tertuju saat dulu ia mengenakan kebaya saat akan menikah dengan Zayen."Aira ...." Aira terkesiap ketika tangan Bu Indarti menyentuh bahunya."I-iya Bu?" Jawabnya gugup."Kamu suka y
Di sebuah sudut kota seberang sana.Seorang lelaki menatap jalanan di temani oleh secangkit kopi. Pikirannya melanglang buana, menyeberangi lautan, mendaki gunung, menerjang lembah dan hutan. Hatinya begitu merindu, rindu pada seorang gadis. Mantan istri yang sebentar lagi akan menjadi milik orang lain.Jika orang berkata, dibalik seorang pria yang hebat ada seorang wanita yang hebat mendampinginya. Ah, Aira ... bagaimana bisa menjadi hebat, jika dirimu tak lagi di samping? Semangat hidup ikut tertinggal bersama dirimu diseberang pulau.Cinta bukan selalu tentang saling memiliki dan bersama. Terkadang cinta memaksa untuk melepaskan. Terkadang juga memaksa untuk merelakan. Melepaskan bukan berarti menyerah, melainkan mengikhlaskan. Kini, lelaki tersebut hanya bisa mengenang dan merenung dari jauh. Berharap Tuhan mengirim hati yang baru untuk mengobati. Hati yang mampu membuat sayap-sayap patah utuh hingga bisa mengepak kembali.Memang, cinta tak bersyarat, karena ia tumbuh di sanubar
Davina bangun dan mendekati Niko.Plaaaakkk!Sebuah tamparan di wajah Niko dari tangan mungil Davina."Brengsek! Apa kamu lupa sama darah yang menempel di sprey? Aku tak pernah berhubungan dengan orang lain, selain kamu, Niko!""Apa yang terjadi dengan kalian? Niko bicaralah dengan jujur. Apa benar dia anakmu? Apa karena ini, kamu terlihat begitu gelisah dalam beberapa hari terakhir ini?" Pak Margono berbicara dengan nada kecewa sambil menarik Niko duduk kembali."Bagaimana aku yakin dia sedang menagndung anakku, Pa? Sementara aku menidurinya hanya sekali. Itupun karena dia menjebakku. Dia menaruh obat dalam minumanku dan mengunci diriku di kamar bersamanya! Katakan, apa aku salah menidurimu yang memang sengaja menjebakku?" tding Niko pada Davina."Apa benar, kau yang menjebaknya Davina?" Pak yosef berdiri mendekati Putrinya dengan wajah memerah.Davina mengannguk sambil tertunduk.Plaaaakkk!Sebuah tamparan dari Pak Yosef kini bergantian di pipi Davina."Kenapa kau melakukan itu, Dav
"Bu, Jangan pernah merasa bersalah jika ibu memikirkan Aku. Aku yakin, ini jalan terbaik yang Tuhan berikan untuk kita, Bu," Aira berbicara dengan lembut."Tapi seharusnya kamu, Yang menikah dengan Niko Aira!" Bu Indarti terisak-isak."Bu, jika Aku menikah dengan Niko, Aku sendiri tak yakin, apakah Aku mampu memberikan cinta untuknya. Sedangkan Davina, Aku melihat cinta yang begitu besar di matanya untuk Niko." Mata Aira menerawang mengingat bagaimana Davina menatap Niko."Apa ... kamu tak merasa marah atau sakit hati Aira?" Bu Indarti menatap wajah Aira dengan seksama.Aira menggeleng sambil tersenyum. Bagaimana ia bisa membagi sakit hati untuk Niko, sementara hatinya sudah penuh dengan sakit yang diciptakan Zayen."Demi Allah, Ibu! Aku bahagia untuk Niko, karena sebenarnya Aku menyayangi Niko seperti seorang Adik yang menyayangi kakaknya. Berjanjilah Bu, Ibu akan pelan-pelan menerima Davina," pinta Aira sambil mengusap bahu Bu Indarti lembut.Bu Indarti diam. Bukan tak percaya, sela
Pak Margono menarik nafas panjang dan menghembusnya dengan kasar. "Ma ... kita tak tahu arah dan jalan datangnya jodoh. Jodoh adalah sebuah ketentuan Allah, yang telah tertulis dalam lauhul mahfudz. Jodoh adalah rahasia Allah. Tugas kita sebagai orang tua hanya berdoa, agar anak-anaknya diberikan jodoh yang baik dunia akherat. Apa Mama berdoa begitu, setiap hari?" Tanya pak Margono sambil memegang tangan Bu Indarti dengan lembut.Bu Indarti mengangguk. Nasehat yang sama sering di berikan oleh Pak Margono untuknya tentang doa."Lalu, kalau Mama berdoa setiap hari begitu, kenapa masih ragu dengan jodoh yang di berikan Allah, untuk Niko anak kita, Ma?""Tapi, Aku malu Pak, malu dengan tetangga, malu dengan orang-orang!" Jawab Bu Indarti."Papa juga malu, Ma! Tapi Papa yakin, ini adalah bagian ujian dari Allah, untuk keluarga kita Ma. Jangan dengarkan omongan orang. Toh, kita makan juga usaha sendiri bukan pemberian orang, Ma! Jangan sampai karena terlalu memperdulikan rasa malu, kita me
Seminggu kemudian, Niko dan Davina resmi pindah menempati kediaman Aira dan Zayen sebelumnya. Aira ikut serta mengantarkan mereka ke rumah lamanya sekaligus mengambil sisa barang-barangnya yang masih tertinggal di sana.Selesai membantu dan memasukkan barang-barang milik Davina dan Niko, Aira membantu beres-beres sebentar. Sekedar menyapu dalam rumah dan membersihkan kamar mandi.Niko terlihat berdiri termangu menatap meja makan kecil di depannya. Semuanya terasa berbeda sekali dengan fasilitas yang ada di rumah lama mereka."Jangan melamun aja, Nik!" Aira mengejutkannya dari belakang lalu menarik kursi dan duduk di depannya."Ngejutin aja ..." gerutu Niko"Mikirin apasih?""Ra, Apa aku bisa ya bertahan sama Davina di sini?""Kenapa enggak? Nik! Kamu tau, Aku dulu masuk ke rumah ini dengan perasaan benci setengah mati. Tapi ... saat ini, semua kejadian yang ada di rumah ini ... menjadi hal yang sangat ku rindukan," Aira berbicara sambil menunduk. Ia menyeka air yang mulai menitik di s
Pagi-pagi sekali Aira sudah siap untuk berangkat menuju bandara Sepinggan Balikpapan. Tiket yang ia dapat tadi malam melalui aplikasi traveloka terbang pukul 12.15 menuju Bandara Juanda, Surabaya.Bu Indarti dan Pak Margono yang mengantarkan Aira. Ninda tak bisa ikut karena ada kegiatan sosial di kampusnya."Aira!" Tiba-tiba Aira dikejutkan oleh kedatangan Niko, Davina, dan Widya. Tak ketinggalan bayi mungil mereka."Aira ... Aku ... mau minta maaf," ucap Widya lirih sambil memeluk Aira yang sudah siap memasuki mobil."Maaf? Untuk apa?""A-aku ... yang mengirim video itu. Waktu itu, A-ku sedang menemani anakku bermain di Taman cerdas, maaf ... karena Aku sempat berniat tidak baik, pada rumah tanggamu, Aira," ucap Widya sambil tertunduk. "Aku dengar dari Davina, Kamu mau mencari Zayen. Aku minta maaf, kalau karena ulahku kalian bertengkar. Aku alan mendoakan kebahagiaan untukmu, Aira. Semoga Kamu dan Zayen bisa bertemu lagi, kalau sudah bertemu, sampaikan maafku pada Zayen," do'a Wid
"Jam berapa dibawa, Mbak?" Aira bertanya dalam isak tangisnya."Baru aja, Mbak, mungkin bersamaan sama datangnya Mbak," terang petugas.Aira mengingat-ngingat kejadian saat masuk tadi. Ada sebuah ambulan yang berpas-pasan dengannya di depan gerbang menuju ke kiri."Apa tadi, yang di bawa ambulan mbak?" Aira memastikan."Iya, benar!"Tanpa pikir panjang Aira langsung berlari meninggalkan rumah sakit. Ia melihat jalanan masih macet panjang. Sekuat tenaga ia berlari. Aira yakin masih mampu mengejar ambulan yang membawa jenazah Zayen.Benar saja, dari kejauhan tampak mobil ambulan yang bertulis mobil Jenazah terjebak macet. Aira berlari lebih cepat lagi. Sekitar beberapa meter lagi Aira sudah sampai ke mobil tersebut. Namun sayangnya, macet sudah berkurang dan Ambulan tersebut menjauh.Aira yang wajahnya sudah tak terurus karena kelelahan berlari sambil menangis, langsung mencari cara. Ia melihat seorang wanita naik motor sendirian. Aira segera menghadang dengan kedua tangannya. Tentu saj