Share

Gara-gara Jatah Sepuluh Ribu
Gara-gara Jatah Sepuluh Ribu
Penulis: Maia Kirei

JATAHKU HARI INI

Mau Curhat Sedikit

[Tadi pagi suamiku kasih jatah hari ini sepuluh ribu rupiah, lalu kata dia ini harus cukup untuk segalanya hari ini, tapi jangan tahu tempe lagi, tahu tempe lagi.]

[Sedangkan bayi dalam kandunganku selalu kelaparan minta jajan. Kira- kira masak apa ya lur biar suamiku bisa makan enak tapi aku juga bisa jajan, lalu aku disuruh nabung juga sama suami katanya buat biaya persalinan nanti.]

Aku pencet tombol send pada beranda media sosialku ketika suamiku sudah berangkat kerja dan lagi- lagi dia hanya memberiku jatah sepuluh ribu yang harus cukup untuk segalanya hari ini.

Daripada kufikir sendiri lebih baik aku tulis saja di media sosialku barangkali saja mereka punya solusi selain makan tahu tempe yang kata suamiku dia bilang bosan sehingga aku dikata istri yang bodoh.

Selang beberapa menit bunyi notifikasi di hpku ramai sekali. Beberapa dari mereka malah menghujat suamiku yang pelit.

Tapi beberapa dari mereka ada yang memberikan solusi juga aku harus masak apa hari ini, ya telor balado selain praktis, aku juga bisa jajan bakso makanan yang kuidam idamkan dari kemarin.

Sore itu mas Aksa pulang dari kantornya, hatiku sungguh gembira mas Aksa pasti hari ini memujiku karena masakanku bukan tempe tahu lagi.

"Dek....Kamu ini gimana sih nulis- nulis status di medsosmu yang nggak- nggak. Mas kan malu dihujat teman- temanku di kantor karena ada yang liat statusmu." Tanganku di singkirkannya ketika aku ingin mencium tangan mas Aksa.

"Loh mas tapi adek ini pusing jatah sepuluh ribu itu cukup untuk beli apa kalo harus nabung juga. Mas adek bikin balado telor loh bukan tahu tempe lagi." Aku merajuk agar mas Aksa tidak marah- marah lagi.

"Ya kamu sebagai istri harusnya pintar- pintarlah putar otak. Aku kan sudah capek kerja cari uang," wajah mas Aksa masih memerah.

"Mas adek ini sudah hemat banget loh mas, lagian pas hamil gini adek itu maunya jajan aja mas. Kamu ga kasian apa sama bayi kita mas?"

"Alaaaah alasanmu bayi lagi bayi lagi. Mana uang sisa hari ini? Biar mas yang nabung buat lahiranmu nanti." Mas Aksa menyodorkan tangannya meminta sisa uang hari ini.

"Tadi aku kepingin bakso mas jadi cuma sisa dua ribu aja mas." Aku menyodorkan secarik uang kertas berwarna abu- abu pada mas Aksa.

"Huuhh dasar istri boros, bodoh kamu!" Mas Aksa mentoyor kepalaku agak kencang.

Aku menahan buliran airmata yang sudah pasti akan jatuh dari mataku. Aku berharap bayi dalam kandunganku tak tahu jika bapaknya bersikap kasar kepada ibunya.

Aku heran pada mas Aksa, apa tak ada sediktpun rasa iba kepadaku yang sedang hamil besar ini. Rasanya aku ingin pulang dan mengadu pada bapak dan Ibu tapi apalah dayaku mungkin aku akan jadi beban mereka nantinya.

~~~~~~~~~~~~~

Semenjak malam tadi aku sudah berniat jika mas Aksa lagi- lagi memberikanku uang sepuluh ribu aku akan mengadu pada ibu mertuaku.

“Dek, koq sarapannya telor lagi sih. Mas bosen tau. Kemarin makan telor, sarapan telor lagi. Hadeeh !” di pagi yang cerah dengan cicitan burung yang saling bersautan ini berubah menjadi pagi yang mendung untukku.

“Mas, kan sisa uang duaribu yang kemarin udah diambil sama Mas. Di kulkas Cuma ada telor itulah. Kalau Mas mau makan enak, Mas bisa beli aja sekalian berangkat kerja.” Gerutuku pada Mas Aksa.

Tanpa ba bi bu, Mas Aksa mengeluarkan uang sepuluh ribu dari kantongnya kemudian menyimpan uang itu di atas meja makan, “nih, jatahmu hari ini. Ya wis Mas lebih baik beli makan dijalan daripada lama-lama bisulan makan masakanmu.”

Laki-laki dengan seragam biru itu kemudian pergi dari hadapanku tanpa rasa iba sedikitpun walaupun dia tahu jika didalam perutku ini ada janin dari benihnya. Entah karena sedang hamil atau bagaimana, hatiku begitu sensitive ketika Mas Aksa dengan cueknya meninggalkanku.

Lagi- lagi aku tak kuasa menahan bendungan pada netraku, hatiku seperti teriris sembilu. Janin dalam kandunganku pun tak aktif seperti biasanya, kata orang-orang janin dalam perut bisa merasakan apapun perasaan yang ada dalam hati ibunya. Mungkin janin ini sama merasakan kesedihan seperti aku.

“Sabar ya, nak. Ibumu ini kuat ko nduk.” Aku mengelus- elus perutku sambil berusaha menipu diri agar tetap tegar.

Aku bersemangat pagi itu setelah mandi dan beres- beres rumah, aku pergi ke pasar dan pulangnya ke rumah mertuaku yang kebetulan tak jauh dari rumah kontrakanku.

Kira- kira bagaimana respon ibu mertuaku ya kalau tau anaknya sangat pelit pada menantunya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status