Share

Part 6

Sepanjang malam kami mengobrol cukup lama di balkon dan minum kopi yang tadi sempat dibuatkan chef-nya sebelum meninggalkan apartemen Jendra. Ketika melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku yang menunjukkan pukul 10 malam, aku meminta Jendra mengantarkanku kembali ke Apartemen.

"Thank's ya Dra, buat makan malamnya." Ucapku tulus begitu kami sampai di lobby apartemenku.

"You're welcome. Besok lo ada acara ga?"

"Hmm ga ada kayaknya, kenapa?"

"Temenin gue ke pasar minggu ya, mau survei pasar minggu yang ada di sini. Buat perbandingan sama di kota kita"

"Gak janji ya, gue kalau hari minggu susah bangun pagi."

Jelas hari minggu adalah hari bermalas-malasan untukku, karena hanya di hari sabtu dan minggu, aku bisa bangun siang. Sedangkan di hari biasa, aku harus bangun pagi-pagi buta untuk menyiapkan sarapan dan bekal makan siang lalu berangkat bekerja.

"Gampang, ntar gue telepon lo berkali-kali sampai lo bangun.”

Aku hanya memutar bola mata, "serah lo deh, gue turun dulu ya. Hati-hati dijalan."

Sekali lagi, Jendra mengacak rambutku sebelum aku turun dari mobil. Aku menunggunya sampai mobilnya meninggalkan area apartemenku.

***

Tring tring tring...

Terdengar suara panggilan masuk di ponselku. Aku meraba nakas disamping tempat tidurku untuk mengangkat panggllan telepon.

"Hallo," sapaku begitu panggilan tersambung. Masih dengan suara serak karena baru bangun tidur.

"Hallo Del, lo baru bangun?"

"Hmm" jawabku dengan malas-malasan.

Masih setengah sadar, aku mendengar suara kekehan dari seberang sana, "ini udah jam 10 Dela, dan lo baru bangun."

Aku mengerjapkan mata, lalu melihat jam di dinding, saat kesadaran mulai menghampiriku. Menjauhkan ponsel dari telingaku, dan memastikan siapa yang meneleponku.

"Ya ampun Dra, sorry gue baru bangun tidur. Gue lupa pasang alarm tadi malem, lo dimana sekarang?"

Panik saat teringat kami ada janji ke pasar minggu, buru-buru aku bangun dari tempat tidur. Hampir saja aku tersandung karpet. Jendra yang mendengar keributan di telepon, kemudian cepat menjelaskan pada Dela.

"Calm down Del, gue telepon cuman mau ngabarin kalau gak jadi ngajakin ke pasar minggu. Gue semalem dapet telepon dari asisten gue kalau ada agenda mendadak di balai kota."

Akupun bernafas lega, dan kembali duduk diatas tempat tidur.

"Never mind, gue kira lo udah nunggu didepan lobby apartemen gue. By the way sekarang lo dimana?"

"Subuh tadi gue balik ke kota. Dan sekarang gue udah di balai kota kok, masih nungguin tamunya datang. Ya udah lo balik tidur lagi gih, kan kata lo hari minggu hari bermalas-malasan."

"Hmm..gue mau lanjut tidur lagi. Bye Dra!"

"Bye Dela, see you next week!"

Setelah panggilan berakhir, entah kenapa ada sedikit rasa kecewa saat Jendra membatalkan ajakannya. Menggelengkan kepala, aku kembali menjatuhkan diriku ke kasur.

"Duh bodo amat lah, gue mau lanjut tidur lagi.”

Mencoba kembali memejamkan mata, tapi tidak berhasil. Kesal, akupun bangun dan menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan mencuci muka, berencana untuk mencari sarapan saja.

Keluar kamar mandi, aku mengecek ponselku, siapa tahu Shela sudah kembali ke apartemennya Tapi ternyata Shela masih belum kembali, dia mengabari akan sampai apartemen nanti malam. Mengembuskan nafas berat, aku scroll aplikasi ojek online untuk memesan makanan

Selesai dengan urusan memesan makanan, iseng aku membuka aplikasi I*******m dan mencari username Jendra. Ada banyak username atas nama Jendra, namun yang asli sudah pasti yang bercentang biru, mengingat dia begitu populer sebagai Walikota termuda.

Postingan pada laman instagramnya, kebanyakan tentang pekerjaannya selama menjabat Walikota. Ada juga beberapa foto saat reuni kemarin. Tanpa sengaja aku menekan tombol love, panik aku cepat kembali menekan tombol love lagi. Semoga notifikasi love tadi tidak sampai terlihat oleh Jendra.

"Duh bodo banget sih ni jempol, bisa-bisanya kepencet love." rutukku samba memukul pelan kepalaku.

Tak lama ada notifikasi akun Jendra mengikuti instagramku. "Alamak, ketahuan deh gue stalking dia."

Masih belum selesai meratapi kebodohanku, ponselku berdering. Panggilan videocall masuk dari Jendra! Ngapain sih pakai videocall segala, aku kan belum mengarang alasan.

Aku berdehem sebentar, menetralkan mimik wajah dan merapikan tampilanku, lalu aku mengangkat panggilan videonya.

Begitu video tersambung, nampak wajah Jendra tersenyum jahil.

"Ngapain sih lo videocall segala?" Sapaku ketus untuk menutupi rasa maluku karena ketahuan stalking akunnya.

Jendra malah tertawa terbahak-bahak, membuatku tak tahan untuk memutar bola mata malas, bersiap menerima ejekan dari Jendra.

"Idih ketahuan stalking akun i*******m gue ya lo, sok-sokan galak."

"Gak ya, tadi gue lagi lihat postingan yang ada tag foto temen-temen pas reuni." Jawabku mengelak, disana terlihat wajah Jendra yang menahan tawa. "Ketawa aja lo, gak usah di tahan ntar jadi kentut baru tahu rasa." omelku untuk menghilangkan kepanikan.

Puas tertawa, Jendra kembali berkata, "stalking juga gak apa-apa kali Del. Follback tuh akun gue, kehormatan buat lo bisa di follow duluan sama gue."

"Terima kasih yang mulia Walikota sudah mau mem-follow akun rakyatmu ini." candaku pada Jendra.

Jendra tidak langsung menjawab candaanku, dia malah terus memandangiku yang tentu saja membuatku salah tingkah sendiri.

"Ehmm," aku berdehem untuk menarik perhatian Jendra agar tidak terus memandangiku, jujur aku ditatap seperti itu membuatku salah tingkah. "Tamu lo belum dateng?kok masih bisa videocall gue?"

"Belum masih on the way katanya, mungkin 10 menit lagi nyampek. Lo habis mandi ya?"

Aku memegang rambut basahku, "Iya gue baru kelar mandi, ini masih nungguin makanan dateng."

"Jam segini lo baru makan?" Yg kujawab dengan dengan anggukan kepala.

"Ini udah jam 11 Del, telat banget sih makan lo?"

"Ya gak apa-apa sih, kan tadi gue juga baru bangun jam 10, ya hitung-hitung makan pagi sekaligus makan siang gitu" jawabku dengan cengiran. Tiba-tiba bell pintu apartemenku berbunyi, "bentar ya, makanan gue udah dateng." Tanpa menunggu jawabannya, aku berlari mengambil pesanan makananku. Ponsel aku taruh di meja makan, sambil aku membuka pesanan makananku.

"Halo Del, gue ngapain videocall-an sama plafon apartemen lo sih?" Terdengar suara Jendra dari ponselku.

Setelah menaruh makanan di meja makan, aku lupa masih tersambung dengan Jendra, buru-buru aku meletakkan ponsel dengan posisi berdiri bersandar pada toples.

Tampak wajah cemberut Jendra disana. "Apaan sih lo, pake cemberut segala?"

"Beli makan apa Del?" Mengabaikan pertanyaanku, Jendra justru bertanya makanan yang aku pesan.

"Bubur ayam depan simpang pojokan," jawabku sambil menunjukkan bubur yang sudah ku pindah ke mangkok.

Terlihat di layar ponsel, asisten Jendra menghampirinya, dan berbisik di telinganya. Setelah asistennya pergi, Jendra pamit mengakhiri videocall karena tamunya sudah dateng.

"Gue ketemu tamu dulu ya, orangnya udah dateng di depan. Lo makan yang benar Del, jangan di rapel makannya."

"Oke Dra, bye!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status