Nadya tidak berusaha mengejar Reni karena ia tahu, temannya itu pasti butuh waktu untuk menenangkan diri. Sementara perempuan tidak dikenal tadi sudah pergi dengan teman-temannya. Tak lupa dengan adegan menghentak-hentakkan kaki karena rambut yang sudah ia tata berjam-jam harus rusak.
"Lah, Reni kemana?" Rendi baru saja datang seraya membawakan pesanan ketiganya.
"Pulang kayaknya. Tadi tiba-tiba ada macan ngamuk di sini!" Mendengar itu, Rendi hanya mengernyitkan kening. Ia bukan tipe orang yang mudah sekali penasaran dengan urusan orang lain.
"Lo suka ya sama Reni?" pertanyaan spontan Nadya hampir membuat Rendi tersedak kuah soto pedasnya.
"Lo kalo tanya bisa liat sikon dulu nggak sih?" nada bicara Rendi sedikit tinggi sementara Nadya malah tertawa.
"Ye sorry! Habisnya gue kepo sih!" Nadya melipat kedua tangannya di atas meja. "So?"
"Gue nggak t
Arjuna yang tadinya hendak beristirahat, tiba-tiba kehilangan rasa lelahnya setelah mendengar curhatan Reni. Ia tahu, kesalahannya juga tidak memberi tahu Reni sejak awal tentang Nadhine. Sempat ada rasa khawatir di benak Arjuna, kalau-kalau Nadhine akan berbuat yang lebih dari sekadar mengata-ngatai Reni. "Kalau Nadhine nyamperin kamu lagi, kamu langsung bilang aku, ya!" seru Arjuna. Kali ini keduanya mengubah mode panggilan menjadi panggilan video. Reni sedang makan sementara Arjuna di sana hanya berniat menemani Reni menghabiskan makanannya. "Gampang! Cewek kayak gitu tuh kalo aku makin takut, dia bakalan ngerasa punya power. Akhirnya bakalan terus cari gara-gara. Makanya, aku nggak mau diem aja pas dia nuduh aku tadi. Biar tau dia lagi berhadapan sama siapa!" "Sama preman!" celetuk Arjuna seraya cekikikan. Rasa ingin istirahatnya tergantikan dengan kesenangan menemani Reni malam ini. Reni h
Arjuna baru saja menyelesaikan meetingnya pagi ini. Hari ini, jadwalnya tidak terlalu padat sehingga ia bisa sedikit bersantai. "Ngopi dulu bisalah, bos!" seru Rayhan, rekan kerjanya yang ada di Makassar. Arjuna tertawa. "Boleh deh! Dua hari ini sibuk terus gue. Butuh penyegaran juga nih!" Akhirnya kedua lelaki itu meninggalkan ruangan meeting dan melaju ke salah satu coffee shop teedekat, rekomendasi dari Rayhan yang memang dari dulu adalah pecinta kopi. Tiada hari tanpa meminum kopi. "Caramel macchiatonya satu!" ujar Rayhan tanpa melihat daftar menu. "Lo mau pesen apa, Jun?" "Gue affogato aja deh!" seru Arjuna setelah memilih minuman kemudian mereka mencari tempat duduk sembari menunggu pesanannya jadi. "Tumben lo nggak espresso atau americano?" Arjuna membuka obrolan diantara keduanya. "Masih siang nih, bos! Butuh yang se
Reni menjemput Sandra di depan apartemennya. Sebenarnya Sandra mengajak bertemu di tempat, tetapi Reni menolak dan memilih untuk menjemput perempuan itu. "Nunggu lama ya, Kak?" tanya Reni saat Sandra sudah masuk ke dalam mobilnya dan sedang memasang seat belt. "Ada lah ya seabad!" seru Sandra seraya tertawa. "Nyantai aja kali. Kayak sama siapa aja!" Reni menjalankan mobilnya ke tempat penata rias yang direkomendasikan Sandra. Sandra meletakkan ponselnya di dashboard mobil untuk menunjukkan arah pada Reni. Tempatnya agak rumit menurut Reni karena harus melewati banyak sekali belokan. Mungkin jika ia sendirian ke sini akan kesasar. "Tempatnya lumayan terpencil, ya!" gumam Reni sembari menoleh ke spion kiri dan kanan. "Temen Kak Sandra ini nggak berniat beli rumah di pinggir jalan gitu apa?" Sandra tertawa. "Udah banyak orang yang menyarankan kayak gitu, Ren. Tapi kata
Hari sudah gelap saat Reni mengantarkan Sandra ke apartemennya. Seharian ini mereka benar-benar menghabiskan waktu untuk merawat diri. "Makasih banyak ya, Kak! Udah diajakin perawatan seharian ini!" ujar Reni sebelum Sandra turun dari mobilnya. "Anytime! Lagian ini juga buat kamu sendiri. Kalau bituh apa-apa jangan malu apalagi sungkan minta tolong ke Kakak, ya. Pasti bakalan Kakak bantuin. Oke!" Sandra tersenyum. "Ya udah aku turun dulu ya! Byeee!" Setelah Sandra turun, Reni melambaikan tangannya pada Sandra. Ia kembali melanjutkan perjalanan pulang. Kali ini ia harus pulang ke rumah karena sedari tadi Mamanya sudah meneror Reni untuk memintanya tidur di rumah malam ini. Ketika masih di jalan, ponsel Reni berbunyi. Ia segera menyambungkan earphone untuk menjawab panggilan. "Halo!" seru Reni terlebih dahulu. "Masih dimana?" suara Arjuna di seber
Selesai sudah ujian akhir semester kali ini. Reni mengumpulkan ujian tulis terakhirnya di hari ini dengan perasaan lega. Ia sudah mengusahakan apapun semampunya. Reni yakin, pasti ia mendapatkan hasil yang terbaik. "Ren, ini kan hari terakhir ujian. Kan udah nggak ada beban lagi nih..." kalimat Nadya tiba-tiba saja jadi menggantung. Reni yang masih menunggu lanjutan kalimatnya sembari chattingan dengan Arjuna mendongak. "Lo kalo ngomong jangan suka nanggung dong! Gue dengerinnya serius kayak gini malah digantungin." Nadya tertawa melihat ekspresi cemberut Reni. Hampir seminggu belakangan ini ekspresi yang ditampilkan sahabatnya itu hanyalah ekspresi tegang dan penuh pikiran. Reni terlihat suntuk sekali selama pekan UAS. Maka dari itu Nadya ingin mengajak Reni jalan-jalan hari ini agar pikiran Reni lebih fresh dan tidak tegang lagi. "Kita jalan-jalan yuk! Ngemall atau kemana gitu, biar l
Ruangan itu sudah gelap sedari beberapa menit yang lalu. Namun lampu meja masih menyala. Menerangi sedikit bagian meja. Arjuna masih tenggelam dalam dalam garis-garis yang ia bentuk di atas kertas berukuran besar. Ia benar-benar larut dalam pekerjaannya sampai lupa waktu dan tidak tahu bahwa ini sudah larut malam. Keheningan malam itu pecah karena ada nada dering pengingat. Besok pagi ia harus kembali ke Jakarta. Arjuna mengangkat kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. "Besok bakalan ketemu Reni." Arjuna mematikan alarmnya. "Lagi apa ya dia?" melihat jam yang sudah larut malam, rencana untuk menelepon calon tunangannya itu ia batalkan. Pasti udah tidur, batin Arjuna. Ia memilih untuk menyelesaikan rancangannya yang terakhir sebelum bertolak ke Jakarta. Padahal, puluhan kilometer darinya, ada perempuan yang begitu menunggu kabar darinya. *** Reni sedari tadi berkali-k
Rumah kediaman Lesmana sudah ramai sejak pagi. Banyak sekali orang berlalu lalang keluar masuk ke dalam rumah tersebut. Dekorasi untuk pertunangan Reni dan Arjuna memang dibuat sederhana sehingga baru dipasang pagi ini. Sementara itu, Reni sedang sangat gelisah di dalam kamarnya. Pasalnya, Arjuna sama sekali tidak memberinya kabar. Hanya satu pesan tadi Subuh yang berisi: Sampai nanti. Sudah. Hanua itu saja dan tidak ada kelanjutannya. Reni semakin diliputi kecemasan saat ponsel Arjuna tidak aktif. "Sayang, Mama cariin dari tadi kirain di mana. Ternyata di dalam kamar. Kenapa kok wajahnya khawatir gitu sih? Hm?" Santi mengelus lengan putrinya. "Ini loh, Ma. Arjuna nggak ngabarin aku sama sekali. Cuma tadi subuh doang bilang sampai nanti. Habis itu sampai jam segini nggak ada kabar sama sekali. Dia bisa nggak sih ngasih kabar bentaran aja!" "Saya
Sore hari Arjuna sudah tiba di Jakarta. Ia segera keluar area bandara dan mencari taksi yang sudah berjejer dengan rapi menunggu penumpang. Arjuna menelepon sang Mama. "Haloo, Ma! Ma, Juna udah di Jakarta. Ini udah naik taksi kok." "Syukurlah, Sayang. Segera sampai rumah ya, kamu istirahat dulu sebelum acara nanti malam!" suara Mamanya terdengar begitu antusias. Seperti sangat merindukan putra semata wayangnya itu. "Iya, Ma. Sampai ketemu di rumah, ya!" Arjuna memutuskan sambungan. Ia tersenyum mengamati sekeliling. Kota yang penuh kemacetan di mana-mana ini, begitu ia rindukan ketika sudah satu minggu pergi ke Makassar. Tentu saja ia juga merindukan salah satu penduduk ibukota ini. "Reni udah uring-uringan belum, ya? Gue tanya Ryo aja deh!" Akhirnya Arjuna memilih menghubungi calon kakak iparnya itu. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya panggilan itu diangkat juga