Share

5. Dua Perempuan

Author: pramudining
last update Last Updated: 2022-03-03 07:48:13

Happy Reading

*****

"Temui aku di kafe sembilan enam, dekat rumahmu. Sekarang nggak pake lama!" pinta Ilyana di telepon.

"Maaf, aku masih banyak kerjaan," jawab Yanti ramah.

"Halah, kerjaan cuma ngurus rumah aja sok. Jangan buat aku marah, deh. Aku bisa laporin ke Mas Basuki biar kamu tahu rasa."

"Setengah jam lagi, itu kalau kamu mau. Kalau nggak, ya, sudah." Yanti menjawab santai.

"Oke, jangan molor kayak karet." Ilyana menutup panggilannya.

Yanti menatap layar ponsel tak percaya. Ada angin apa sehingga Ilyana meminta bertemu. Jika untuk memaki-maki, rasanya tidak mungkin. Bukankah yang bersalah adalah perempuan itu. Perempuan muda itu yang hadir di tengah rumah tangga antara dirinya dan Basuki.

Semoga hati dan pikirannya sudah terbuka untuk tidak mengganggu hubungan rumah tanggaku. Doa Yanti dalam hati.

Kurang dari setengah jam, perempuan dengan tinggi sekitar 155 sentimeter itu sudah keluar rumah. Mengendarai motor matic butut milik sang suami sejak jaman mereka sekolah, Yanti menuju kafe tempat janjian. Suasana kafe sepi, mungkin karena jam kantor sehingga pengunjung, hanya ada beberapa orang saja.

Masuk lebih dalam ke kafe, Yanti melihat lambaian tangan Ilyana. Santai, tenang, dia berjalan mendekati perempuan yang hadirnya mengusik ketenangan rumah tangga. Tak ada senyum atau sapaan salam dari kedua perempuan itu. Wajah tegang dan serius menyelimuti.

"Duduk! Aku sudah pesankan minuman tadi," ucap Ilyana, "aku ngajak kamu ketemuan bukan untuk makan-makan atau bersenang-senang. Tanda tangani surat ini!"

"Apa ini? Aku nggak mau asal membubuhkan tanda tangan," jawab Yanti.

"Surat perceraianmu dengan Mas Basuki. Keluargaku nggak mau aku dipoligami. Satu-satunya jalan kalian harus bercerai." Ilyana menatap sinis pada perempuan yang masih sah sebagai istri kekasihnya.

"Aku nggak salah dengar? Kenapa bukan kamu yang pergi dari hidup Mas Basuki. Kamu tahu, antara aku dan dia ada anak-anak. Nggak mungkin kami seenaknya bercerai."

"Tapi Mas Basuki udah nggak cinta lagi sama kamu. Di dalam perutku juga ada calon anaknya. Ngalah aja kenapa? Lagian kamu cuma jadi benalu dalam hidupnya." Ilyana berkata sedikit keras.

"Di perutmu itu cuma calon anak. Inget, ya, cuma calon dan itupun belum diketahui bener janin suamiku atau bukan."

Ilyana menggebrak meja. "Jangan sembarangan, ya! Aku tahu siapa bapak janin yang sedang kukandung ini."

"Halah! Aku yakin, perempuan macam kamu, bukan hanya tidur dengan satu laki-laki. Ngaku aja, deh." Entah ketenangan dari mana yang Yanti peroleh saat ini. Luapan emosi perempuan itu nyaris tak keluar.

"Sudahlah! Tanda tangani surat perceraian itu atau aku akan melaporkan hinaanmu saat ini pada Mas Basuki."

"Aku nggak mau!" ucap Yanti keras, "nggak ada yang mau diomongin lagi, 'kan. Aku pulang." Perempuan itu berdiri dan berjalan pergi meninggalkan Ilyana.

"Apa Mbak nggak kasihan sama bayi ini? Dia butuh kasih sayang orang tua seutuhnya. Gimana perkembangan spikologinya kalau papanya punya istri. Belum, malu yang akan ditanggung keluargaku. Tolonglah, Mbak. Tanda tangani surat perceraian itu."

Wajah memelas dengan indera yang mulai berkabut tampak oleh Yanti. Nyaris perempuan itu menaruh rasa iba, sebelum Ilyana mengangkat telepon dan tersenyum.

Perempuan macam apa dia. Belum ada sedetik sudah berubah haluan.

Yanti melanjutkan langkahnya. Namun, kekasih gelap sang suami kembali memanggil.

"Mbak, aku belum selesai ngomong. Gimana, sih?" Ilyana menghentakkan kaki.

Yanti berbalik. "Apalagi?"

"Nih!" Ilyana menyodorkan sebuah map, "cepet tanda tangani itu!"

"Kamu egois! Jika otakmu punya rasa malu dan bisa berpikir gimana nasib janin itu, lalu di mana kamu taruh pikiranmu untuk anak-anakku," ucap Yanti. Dia mengembuskan napas panjang kemudian berkata, "kenapa tidak kamu gugurkan kandunganmu saja."

"Gila kamu, ya." Setengah teriak Ilyana menjawab. Beruntung keadaan kafe sepi, jadi bisa mengurangi sedikit rasa malu.

"Jika aku gila, lalu sebutan buat kamu apa?" Yanti tak peduli lagi dengan perempuan yang masih berpakaian seksi itu.

Keluar dari kafe, Yanti tak langsung pulang ke rumah. Di persimpangan beberapa meter dari tempat tinggalnya, dia berbelok arah menuju taman hijau yang sengaja dibuat untuk tempat bermain anak-anak di perumahan sekitarnya. Menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk menenangkan hati yang semakin bergejolak. Percakapan yang mampu membuat otak mendidih, pertemuan macam apa seperti itu.

Jika dengan perempuan lain, maka habis sudah Ilyana dicaci maki. Namun, hal itu tidak dilakukan oleh Yanti sekalipun kalimat yang terlontar tadi cukup menyakitkan juga. Perempuan yang mengenakan dress sederhana itu menaruh kepala pada sandaran bangku taman, menutup mata membayangkan awal hubungannya dengan Basuki.

Bermula dari cinta monyet pada masa putih biru. Keduanya mengukuhkan janji saat duduk di bangku sekolah menengah. Janji untuk tetap bersama, meskipun sang kekasih menempuh pendidikan yang lebih tinggi di luar kota tak mampu menggoyahkan cinta mereka.

Satu tahun di jenjang perguruan tinggi mereka menghalalkan hubungan. Sempat keluarga menentang pernikahan karena Yanti dianggap akan mengganggu keberhasilan dan kesuksesan Basuki. Namun, lelaki itu mampu membuktikan semua pada keluarganya.

Ujian pertama pernikahan mereka saat Yanti tengah mengandung Chalya. Suaminya itu sempat mengatakan jatuh cinta pada salah satu teman kuliah dan tahun-tahun berikutnya masalah dan ujian serupa kembali datang. Basuki terus menguji kesabaran Yanti sebagai pendamping hidup.

Sejak pengangkatannya sebagai pegawai negeri sipil di kecamatan, kelakuan Basuki menggila. Kabar perselingkuhan berseliweran menghampiri sang istri. Puncak semua itu adalah kabar kehamilan Ilyana.

Yanti membuka mata. "Ya Allah, sampai kapan aku akan menerima ujian ini? Rasanya ingin menyerah saja," ucapnya lirih.

Cuaca yang semakin panas membuat perempuan itu bangkit dari duduk. Sekilas melirik arloji di tangan kiri dan segera pergi dari sana. Sudah terlalu lama dia keluar rumah, sebentar lagi Bagas dan suaminya pasti pulang begitu pikir Yanti.

Perempuan dua anak itu melajukan kendaraan di atas rata-rata, demi mencapai rumah dengan cepat. Jangan sampai anak dan suaminya pulang terlebih dahulu. Namun, ketika dia sampai di depan pagar rumah, mobil Basuki sudah masuk garasi. Pelan, Yanti membuka gerbang dan memarkirkan motor.

Baru saja perempuan itu menurunkan dongkrak motor, suara Basuki melengking memanggil namanya. Kelopak mata lelaki itu membuka sempurna, berwarna kemerahan. Nyali Yanti menciut, menatap suaminya.

"Dari mana kamu? Suami kerja bukannya diam di rumah malah keluyuran nggak jelas," kata Basuki kasar.

"Mas, dengar dulu," pinta Yanti yang berjalan mendekati sang suami. "Aku keluar memang ada keperluan. Kita masuk dan aku jelaskan semua. Malu kalau sampai tetangga dengar pertengkaran kita."

"Biar saja mereka tahu kelakuan burukmu. Jadi istri kok keluyuran aja. Udah nggak ngapa-ngapain juga." Yanti tak menghiraukan perkataan Basuki. Dia berjalan begitu saja melewati sang suami.

"Ardiyanti!" teriak Basuki, "apa kamu tuli, ha?"

Perempuan itu masih terus berjalan hingga dia benar-benar di dalam rumahnya. Duduk di sofa depan ruang televisi dan memijit pelipisnya ringan. Rasanya dia sudah akan menyerah dengan pernikahan ini.

Basuki menarik rambut Yanti. "Kupingmu ada berapa sampai nggak dengar omonganku," katanya kasar.

"Aduh! Sakit, Mas," rintih Yanti.

"Benar kata Ilyana. Aku harus menceraikanmu secepatnya."

Air mata itu jatuh, masihkah Yanti akan bertahan jika Basuki tak mengharapkan kehadirannya sebagai pendamping lagi.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   42. Buah Hati

    Happy Reading*****Bulan terus berganti, perut Yanti kian terlihat membesar seiring kesehatan Ismoyo yang makin membaik. Keluarga mereka semakin hari juga semakin bahagia. Segala gangguan dalam rumah tangga bisa teratasi dengan baik.Perihal uang untuk melunasi kredit macet ke bank juga sudah diceritakan. Ismoyo juga sudah memulai bekerja sejak sebulan lalu. Minimarket online yang digagas oleh istrinya juga berjalan baik dengan hasil yang lebih maksimal. Usaha pasangan itu kian hari kian berkembang.Tentang Dania, dia sudah jauh lebih bertanggung jawab dan tertata dal

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   41. Dasar Sableng

    Happy Reading*****Suara azan Asar berkumandang, Ismoyo beranjak dari kursi rodanya. Menuju kamar mandi, sementara sang istri masih bekerja di depan laptop. Mencatat satu per satu pesanan masuk dari minimarket. Untuk sementara waktu Yanti membantu menangani pesanan-pesanan dari toko online usaha suaminya.Tak tega melihat cara berjalan sang suami yang tertatih, Yanti mendekat. "Mas kenapa nggak minta tolong?""Aku takut ngganggu kamu, Sayang. Kerjaanmu jadi dobel karena aku sakit. Masak iya aku masih ngerepotin kamu dengan aktifitas kecil seperti ini," ucap Ismoyo.

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   40. Wonder Women

    *****Pagi-pagi sekali, Yanti sudah disibukkan dengan pekerjaan. Baik itu pekerjaan rumah sampai perkerjaan di toko miliknya. Selesai mengurus sang suami dia pamit berangkat kerja."Mas, nanti sebelum makan siang aku dah pulang. Njenengan di rumah ditemani sama Mbok Asri, nggeh. Aku cuma mau cek stok dan ngirim barang orderan toko online," pamit Yanti pada Ismoyo yang tengah berjemur di halaman samping rumah. Ada ruang hijau di sebelah garasi mobil mereka. Sengaja dibuat untuk tempat bermain anak-anak, begitu pikir Ismoyo dahulu. Tak disangka halaman yang tak seberapa luasnya itu kini bisa dimanfaat sebagai tempat terapi baginya.Sejak di rawat di rumah sakit, dokter menyarankan agar dia sering-sering berjalan-jalan tanpa alas kaki. Hal itu dilakukan untuk memperlancar peredaran darah. Be

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   39. Kejutan

    Happy Reading*****Bias kemerahan mulai tampak di langit kabupaten dengan sejuta mistis yang sangat terkenal. Keluarga kecil Ismoyo berkumpul semua di teras atas tempat favorit Mbok Asri. Bukan pesta, tetapi sebuah ungkapan rasa syukur dari Rukayah karena kedua buah hatinya kembali rukun. Mereka mengadakan acara makan malam sederhana.Acara dimulai dari menikmati senja disertai obrolan ringan sambil menunggu masakan yang masih diolah. Ketika azan magrib berkumandang, keluarga itu melaksanakan kewajiban terlebih dahulu baru menikmati hidangan. Naina dan keluarganya juga masih di rumah Ismoyo.Karpet motif abstrak warna dasar hitam sudah digelar dengan ra

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   38. Sigarane Nyowo (separuh jiwa)

    Happy Reading*****Ketika akad nikah telah diucap, menandakan bahwa seorang lelaki dan perempuan telah menemukan sigaraning nyawa atau lebih sering disebut garwa. Maka, saat itu juga baik suami ataupun istri harus bisa menerima dengan segenap rasa syukur bagaimanapun sosok dan kondisi pasangannya. Tidak layak bagi keduanya saling mencela dan mencari-cari kesalahan pasangan karena keduanya adalah satu kesatuan yang utuh sebagai belahan jiwa.Seorang suami istri harus berada dalam satu pihak dalam menyikapi setiap proses fase kehidupan. Jika ada masalah yang timbul di kemudian hari, keduanya harus bisa menyelesaikan dan saling mendekat satu sama lain. Jangan ada sekat atau sesuatu yang disembunyikan agar rumah tangga yang sakinah, mawaddah warohmah senantiasa tercipta.Sigaraning nyawa menyiratkan adanya keseimbangan antara suami istri. Saling melengkapi, memberi dan menguatkan. Jika sudah seperti itu seakan istri tidak bisa hidup tanpa sua

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   37. Widyani

    Happy Reading *****Suara pecahan kaca dari meja yang dilempari asbak terdengar begitu nyaring. Suami Widya marah karena merasa dikhianati oleh istrinya. Sebuah video percakapan perempuan itu dengan Dania yang mengatakan keinginannya untuk kembali pada Ismoyo terekam. Siapa lagi kalau bukan Yanti yang mengirimkan.Rekaman video itu didapat masih dari CCTV kantor Pak Asrul ketika mereka berniat mengibuli Ismoyo. Atas bantuan Rukayah, Yanti mendapat nomor ponsel lelaki itu. Semua tipu muslihat Widya telah terendus kini."Berani kamu ninggalin aku?" kata lelaki yang bernama Anton."Bukan gitu, Mas. Aku cuma mau menguasai harta Ismoyo aja, nggak lebih, kok. Usahamu hampir koit, lalu aku makan apa kalau terus-terusan ngandelin kamu." Widya membuat alasan."Halah! Itu cuma akal-akalanmu aja. Cuma masalah makan aku masih bisa mencukupinya. Dulu aja, kamu bilang dia mandul nggak bisa muasin. Sekarang?" Anton meninggalkan istrinya keluar. Men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status