Share

Bab 66

Author: Zidan Fadil
last update Huling Na-update: 2025-06-22 18:47:16

Malam telah tiba ketika Rakasura akhirnya membuat keputusan.

Mereka berkemah di tepi Lembah Sunyi, api unggun kecil menyala di antara mereka. Tapi tidak ada yang berbicara. Kata-kata Laras tentang altar tanpa gema masih menggantung di udara seperti kabut tebal yang sulit dihilangkan.

Ayu duduk dengan lutut dipeluk, menatap api dengan mata kosong. Sesekali ia melirik ke arah Rakasura, seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tidak pernah keluar. Tirta berbaring telentang, menatap langit berbintang, tapi sorot matanya tidak memiliki keceriaan biasa.

Laras duduk agak menjauh, membelakangi mereka, seperti sedang berdoa atau bermeditasi. Punggungnya tampak kaku, dan Rakasura bisa merasakan ketegangan yang memancar darinya.

"Aku akan turun sendirian," kata Rakasura

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Gelang Langit   Bab 71

    Kabut pagi masih menggantung di atas desa kecil di kaki bukit, tapi ketegangan yang merayap di antara rumah-rumah tak kalah tebalnya. Sejak kejadian di altar Lembah Sunyi, kabar tentang "tiga suara" menyebar lebih cepat dari angin. Orang-orang mulai berbisik, bukan tentang siluman atau dewa, tapi tentang pilihan—tentang suara mana yang akan mereka dengar.Di balai pertemuan yang sempit, suara ketukan tongkat Pak Darya, kepala dusun, membelah keheningan. "Kita tidak bisa diam saja. Tiga kelompok muncul, masing-masing mengaku mewakili keselamatan. Apa kita biarkan mereka mengadu di tanah kita?""Sekte Cahaya Terakhir sudah di ujung desa! Mereka membagi jimat cahaya dan menyembuhkan luka!" seru salah satu warga."Tapi Aliansi Bisu menolong keluarga Mbok Merta yang rumahnya runtuh! Mereka bawa makanan dan obat dar

  • Gelang Langit   Bab 70

    Langit di atas desa Takdir Merah terbakar jingga, bukan karena senja, melainkan nyala api yang berasal dari barat. Asap membumbung seperti tombak hitam yang menghujam awan. Warga desa berlarian menyelamatkan diri, suara teriakan dan derap kaki memenuhi udara.Namun di tengah kekacauan itu, tiga bendera berkibar di bukit selatan. Bendera pertama: putih berkilau, lambang Sekte Cahaya Terakhir. Bendera kedua: merah kelam tanpa simbol, milik Gerakan Bisu. Dan bendera ketiga: usang dan compang-camping, hanya menampilkan ukiran gelang samar—lambang yang dulu ditinggalkan, kini kembali dikibarkan oleh Gerakan Tanpa Nama.Dari balik semak, seorang pengintai muda berlari kembali ke markas mereka yang tersembunyi di balik reruntuhan kuil tua."Mereka semua datang. Tiga arah. Semua menuju sini," katanya terbata kepada se

  • Gelang Langit   Bab 69

    Pukulan pertama melesat tanpa bunyi, namun dentumannya terasa seperti guncangan yang menggema dalam tulang. Rakasura dan Makhluk Bertopeng bertarung di atas altar keheningan, gerakan mereka secepat kilat, namun dunia di sekitar mereka tetap sunyi. Tak ada suara benturan, tak ada pekikan—hanya denyut energi yang terasa hingga ke sumsum.Ayu berdiri di pinggir altar, matanya lebar, tubuhnya bergetar. Ia ingin berteriak, ingin memanggil nama Rakasura, namun mulutnya tak mengeluarkan apa-apa. Bahkan gema jiwanya sendiri terasa terhisap oleh tempat ini.Makhluk Bertopeng menyerang dari sisi kanan, tombak bayangan di tangannya bergerak seperti sambaran petir. Rakasura menangkis dengan gelangnya—kilatan biru meledak diam-diam, menghasilkan gelombang tak terlihat yang mengguncang ruang di sekitar mereka."Kau ti

  • Gelang Langit   Bab 68

    Langit masih berwarna kelabu saat Rakasura membuka mata. Tidak ada suara burung, tak ada desir angin, hanya keheningan pekat yang seakan menggantung di udara. Ia masih berdiri di tengah altar, tapi dinding-dinding dunia seolah telah runtuh. Tak ada langit di atasnya, tak ada tanah di bawahnya—hanya kekosongan.Ayu berdiri tak jauh di belakangnya, matanya menatap sekeliling dengan bingung. Ia membuka mulut, tapi tak ada suara yang keluar. Bahkan napasnya sendiri tak terdengar.Rakasura mencoba bergerak, namun setiap gerakan terasa berat, seolah udara berubah menjadi air kental. Ia melihat gelang di pergelangan tangannya—bergetar pelan, berpendar lembut dalam warna biru yang kini tampak redup.Tiba-tiba, sebuah gema tak bersuara menyusup ke dalam pikirannya. Bukan kata-kata, bukan bisikan, tapi semacam dor

  • Gelang Langit   Bab 67

    Gelap.Tapi bukan gelap biasa. Ini gelap yang tidak membiarkan cahaya lahir, tidak memberi tempat bagi gema, tidak menyisakan ruang bagi waktu.Rakasura berdiri dalam kekosongan itu, kakinya menyentuh sesuatu yang tak dapat dijelaskan. Bukan tanah, bukan udara, bukan batu. Seolah ia berpijak di atas pikirannya sendiri.Ia tak bisa melihat Ayu. Tak bisa melihat tubuhnya sendiri. Tapi ia tahu ia masih ada. Masih bernapas, meski suara napas itu tak terdengar. Masih hidup, meski dunia tak memberinya tanda bahwa hidup itu berarti.Lalu sesuatu bergerak di ujung kesadarannya.Bukan makhluk. Bukan bayangan. Tapi... ingatan.Suara yang tak berbunyi memanggilnya. Suara itu tidak datang dari luar, melainkan dari dalam gelang di pergelangan tangannya. Gelang itu—yang kini terasa begitu berat—bergetar pelan, seakan memaksa dirinya untuk membuka lebih dari mata."Apa yang kau cari, Penjaga?" bisik itu datang, bukan ke telinga, tapi langsung ke pusat pikirannya.Rakasura tak menjawab. Ia menajamkan

  • Gelang Langit   Bab 66

    Malam telah tiba ketika Rakasura akhirnya membuat keputusan.Mereka berkemah di tepi Lembah Sunyi, api unggun kecil menyala di antara mereka. Tapi tidak ada yang berbicara. Kata-kata Laras tentang altar tanpa gema masih menggantung di udara seperti kabut tebal yang sulit dihilangkan.Ayu duduk dengan lutut dipeluk, menatap api dengan mata kosong. Sesekali ia melirik ke arah Rakasura, seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tidak pernah keluar. Tirta berbaring telentang, menatap langit berbintang, tapi sorot matanya tidak memiliki keceriaan biasa.Laras duduk agak menjauh, membelakangi mereka, seperti sedang berdoa atau bermeditasi. Punggungnya tampak kaku, dan Rakasura bisa merasakan ketegangan yang memancar darinya."Aku akan turun sendirian," kata Rakasura

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status