Pagi ini Aku sengaja bangun lebih lambat. Kubiarkan saja Bilna menyelesaikan semua urusan dapur seorang diri. Selagi ada mertuaku, Bilna selalu ingin bangun mendahuluiku. Padahal kalau Ibu sedang tidak di rumahku, dia bisa molor sampai telat berangkat kerja. Kali ini ku biarkan saja apa maunya, karena nanti pujian ibu mertuaku akan terdengar sepanjang sarapan. Padahal lauk dan segala macam itu dia pesan lewat online. Sengaja dia mengharuskan pesanan datang lebih awal, walaupun ia harus membayar sedikit mahal. Toh dia tidak membayar semua pesanan itu pakai uangku. Jadi masa bodoh saja. Peduli amat. Ibu dan Habib tidak pernah tahu kalau ternyata bukan Bilna yang memasak semuanya. Karena sebelum mereka keluar dari kamarnya, semua pesanan Bilna sudah sampai kerumah. Bahkan terkadang sudah terhidang di meja makan . Untuk menghilangkan jejak, ketika Ibu bangun, biasanya Bilna kelihatan menyibukkan diri dengan menggoreng ikan atau apalah. Bilna pikir Aku tidak tahu semu
"Mas, kapan kita memberitahu Mbak Aliyah akan hubungan kita yang sebenarnya. Apa yang Mas harapkan darinya? Dia tidak akan mampu memberimu keturunan?" Ku dengar suara wanita itu sedang berkeluh kesah di ruang tamu. Mereka tidak menyadari akan kehadiranku di sini. Tangannya memegang erat jari-jemari suamiku. Dengan wajah yang dibuat-buat seolah tersiksa. "Mengapa Mas tidak mau mengakuiku di depan Mbak Aliyah. Sedih Aku, Mas. Dulu Mas berjanji untuk segera menceraikan Mbak Aliyah. Tapi apa kenyataannya? Mana janjimu, Mas. Aku tidak ingin , Mas menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab kepadaku." Mereka pikir hanya mereka berdua di rumah ini. Enak sekali dua manusia ini. Memangnya Ibu kemana ya? Kok mereka yakin sekali ngobrol seperti itu di rumah ini. "Si Mandul itu, tidak mungkin bisa memberimu anak, Mas. Disini ada Aku yang bisa memberimu keturunan. Apalagi yang membuatmu ragu untuk menikahiku?" "Bilna, kamu tidak usah meragukan Mas. Mas sayang sama kamu
Hari ini tepat hari pernikahan suami dengan Adikku. Aku tahu pernikahan ini bertentangan dengan pemikiranku. Tapi bukankah ini yang Habib dan Bilna inginkan? Biarlah mereka merasakan buah dari impiannya. Aku sibuk menyiapkan persiapan acara pernikahan mereka. Dan tak lupa pula Aku mengenakan kebaya moka yang terlihat anggun di padukan dengan warna kulitku. Sedangkan rambutku, ku biarkan tergerai. Ujung-ujungnya yang sengaja ku buat sedikit ikal, menambah kepercayaan diriku hari ini. Aku tidak boleh menangis. Ingat Aliyah! Tidak ada airmata ysng akan jatuh dari sudut mataku hari ini. Ini adalah hari yang bahagia buat Bilna. Meskipun hanya menikah siri, namun sudah cukup untuk membuat wanita itu bahagia. Apa yang membuatnya begitu berambisi untuk menjadi istri suamiku? Aku tidak mengerti. Dari ujung sana mataku menangkap sosok wanita bekebaya putih cerah dengan sanggul dan make up yang terlihat natural berjalan menuju ke arahku. Bilna. Dia Bilna. Perlahan dia mulai
Sejak adanya gelar istri kedua suamiku di rumah ini. Rumah ini serasa tidak nyaman seperti dulu lagi. Tidak ada lagi canda tawaku dan Habib ketika sarapan di pagi hari, tidak ada lagi cerita-cerita yang menjadi obrolan kami sebelum berkayar ke alam mimpi. Rumah tangga ini serasa hambar. Sikap Bilna yang pura-pura baik di depan Habib dan mertuaku, membuatku heran. Jika Habib telah berangkat kerja maka dia beralasan untuk keluar bersama teman-temannya. Menjelang Habib pulang maka dia baru kembali. Aku tidak berniat menyampaikan kelakuannya kepada mertua dan suamiku. Karena ucapanku mana di percaya. Bisa-bisa Aku hanya di bilang iri pada Bilna. Lebih baik Aku mebutup mulut. Biarlah waktu yang akan memberitahu mereka, bagaimana kelakuan Bilna sesungguhnya. Lagi pula semua itu bukan urusanku. Dia kan sudah menjadi pilihan terbaik buat Habib dan Ibu. Kebanggaan mereka terlanjur tinggi terhadap Bilna. Hingga wanita itu telah merasa sedang meniti puncak keberhasilannya.
Setelah kupikir-pikir, ada yang mengganjal terkait hasil tes kesuburan kami dulu. Apakah Aku benar-benar mandul? Sedangkan tidak ada satupun dari sanak keluarga kami yang memiliki kendala terkait masalah seperti itu. Kok bisa Aku divonis mandul. Sedangkan Bilna terlihat senang dengan hasil tes itu. Dan setiap saat dia memamerkan perut buncitnya itu di depanku. Sekarang dengan terpaksa dua sejoli itu mencari Art baru. Karena Bilna beralasan tidak bisa melakukan apa-apa karena kecapean. Manjanya keterlaluan, kadang nasi pun minta diantar ke kamar, sandal juga minta di pakaikan ke kaki. Kan akhirnya butuh Art juga kan. Coba dulu tidak main copot-copotin art, tidak akan susah untuk cari Art baru. Karena hasil analisis dokter yang mengatakan Aku mandul itu, Bilna semakin menjadi-jadi menganggapku si Mandul yang tidak berguna. Mengolok-olokku kalau Habib tidak membutuhkan kehadiranku lagi. Karena Habib sudah punya dia yang nyata-nyata telah mampu untuk mengandung bua
Aku pulang dari tempat praktek Dokter kandungan dengan membawa kelegaan. Ini adalah rahasia besar yang tidak di ketahui oleh Habib dan Ibu mertuaku. Tapi Aku juga malas memberitahu mereka. Apalagi Habib, dia telah menduakan Aku, mengkhianatiku, membuat rasa cinta ini perlahan pupus untuknya. Laki-laki itu masih berbuat baik padaku mungkin karena adanya rasa bersalah. Cinta tulus, tidak pantas untuk di serahkan kepada seorang lelaki pengkhianat. Di depanku dia masi terlihat baik, di belakangku malah dia memburuk-burukkan Aku. "Mas juga tidak membutuhkan perempuan mandul itu lagi sayang. Kan Mas sudah punya ini. Seorang anak yang akan melanjutkan perusahaan kita. Sayangnya Mas belum bisa begitu cepat untuk menceraikan Aliyah. Takut kalau-kalau nanti beritanya akan menjadi berita buruk. Karena selama ini Mas sering mengajaknya ke meeting-meeting penting perusahaan. Dan banyak dari utusan perusahaan-perusahaan besar yang bekerjasama dengan perusahaan kita mengaku kag
Sesampainya Aku dirumah, Bilna belum juga pulang. Begini rupanya kalau tidak ada Habib dan Ibu mertua. Karena mertuaku tadi pagi izin kembali pulang kerumahnya. Jadilah Bilna sebebas mungkin. "Bilna pergi dari tadi pagi, Bu. Tidak lama setelah Ibu pergi tadi. Dia bangun lalu mandi bersiap-siap lalu pergi. Lalu belum pulang sampai sekarang, kemana dia ya, Bu. Padahalkan dia sudah tidak bekerja lagi. Tapi Bibi lebih suka bila tidak ada dia, Bu. Soalnya dia itu suka marah-marah." ujar Bi Um. Kepo juga wanita paruh baya itu. "Tidak apa-apa, Bi. Biarkan saja." Berarti wanita itu sudah lama pergi. Ah tapi biarkan saja. Bukan urusanku. Wanita yang menghalalkan segala cara untuk kepentingannya sendiri. Habib saja yang mau saja di butakan olehnya. Kasihan kamu Habib. Sudah kena tipunya Bilna. Aku masih bertanya-tanya benih siapa yang ada di dalam perutnya tersebut. Bilna terlalu berani melakukan kebohongan sebesar ini. Tidak berpikir jauh kedepan, seandainya s
Aku melangkah memasuki ruang kerja, mataku tertuju ke satu buket bunga yang ada di atas meja. Siapa pula yang menaruh bunga di atas meja aku. Mungkin ini salah alamat. Kuraih buket bunga tersebut Lalu kuperhatikan baik-baik. Sebuah kertas terselip bertuliskan kan "just for you Aliyah." ini benar-benar untukku rupanya. Siapa gerangan yang mengirim mengirim bunga pagi-pagi seperti ini. Ada-ada saja. Apa mungkin ada yang mengerjai ku? Ah sudahlah buat apa terlalu dipikirkan. Seharian ini otakku penuh tanda tanya siapakah gerangan orang yang mengirimkan bunga ke mejaku sebelum Aku datang. Aku beusaha buat membuang rasa penasaran kepada pengirimnya, tapi tidak bisa. Dalam benakku bertanya-tanya apa tujuannya? Apakah seseorang tersebut ingin mengusikku? Atau mungkin hanya sekedar iseng saja. Disamping itu juga pikiranku mengarah ke pertengkaran kepada Habib dan Bilna kemarin. Habib terang-terangan meremehkanku. Lelaki itu akan di buat terkejut setengah mati bila m