Home / Romansa / Gelar Mandul dari Gundik Suamiku / Part 7 Emang Enak Jadi Babu?

Share

Part 7 Emang Enak Jadi Babu?

last update Last Updated: 2022-07-23 21:10:36

     Pagi ini Aku sengaja bangun lebih lambat. Kubiarkan saja Bilna menyelesaikan semua urusan dapur seorang diri. Selagi ada mertuaku, Bilna selalu ingin bangun mendahuluiku. Padahal kalau Ibu sedang tidak di rumahku, dia bisa molor sampai telat berangkat kerja.

     

     Kali ini ku biarkan saja apa maunya, karena nanti pujian ibu mertuaku akan terdengar sepanjang sarapan. Padahal lauk dan segala macam itu dia pesan lewat online. Sengaja dia mengharuskan pesanan datang lebih awal, walaupun ia harus membayar sedikit mahal. Toh dia tidak membayar semua pesanan itu pakai uangku. Jadi masa bodoh saja. Peduli amat. 

     

     Ibu dan Habib tidak pernah tahu kalau ternyata bukan Bilna yang memasak semuanya. Karena sebelum mereka keluar dari kamarnya, semua pesanan Bilna sudah sampai kerumah. Bahkan terkadang sudah terhidang di meja makan . Untuk menghilangkan jejak, ketika Ibu bangun, biasanya Bilna kelihatan menyibukkan diri dengan menggoreng ikan atau apalah. 

     

     Bilna pikir Aku tidak tahu semua itu. Aku sering memergokinya mengambil pesanan itu di depan rumah. Rupanya itu alasannya melarangku untuk memasak setiap hari. Tapi itu selagi ada Ibu. Kalau tidak ada Ibu. Jangankan mau berkutat di dapur, sepatunya saja dia kirim ke loundry. Tapi selagi ada Ibu semuanya seperti sepatu, pakaian, bahkan bajuku juga dia cuci sendiri. Entahlah apa yang dipikirkan wanita itu.

     

     "Lezat sekali nih, masakan Bilna. Kamu Aliyah, bolehlah belajar sama Bilna bagaimana cara memasak yang enak seperti ini."

     

     Bilna tersenyum sumringah mendengar pujian Ibu. Seperti biasa, pujian ibu selalu mengiringi sarapan setiap pagi. 

     

     "Iya nih, Bu. Makanya Aliyah sengaja minta tolong ke Bilna untuk memasak. Soalnya masakannya sedap sekali. Iya Kan, Bil?"

     

     Aku membenarkan ucapan itu sehingga membuat senyuman Bilna semakin melebar. Dalam hati Aku cekikikan melihat tingkahnya. Memang kamu akan kusuruh mengerjakan seluruh tugas rumah ini sendirian Bilna.

     

     "Iya Mbak Aliyah. Supaya Mbak bisa menjadi menantu idaman nantinya. Kalau Bilna insyaAllah Bu, bisa menjadi menantu dan istri idaman yang tentunya bisa memberi keturunan kepada suami Bilna nanti."

     

     Jawab Bilna seperti menyambar. Oooh berarti dia ingin menunjukan ke Ibu bagaimana contoh menantu dan istri idaman ke Ibu.

     

     "Iya Bil. Semoga kamu nanti benar-benar bisa menjadi istri dan menantu yang baik untuk suami dan Mertuamu nanti."

     

     "Amiiiiin"

     

     Bilna langsung mengaminkan ucapan Ibu

     

     "Iya, Bu. Aliyah juga berharap demikian. Jangan sampai yang terjadi malah kebalikannya ya, Bu."

     

     Akupun pura-pura ikut mendukung percakapan mereka. Tapi sepertinya bagi Bilna ada yang salah dengan perkataanku barusan. Dia malah mendelik melihatku. Ku balas mata mendeliknya dengan senyum yang kubuat  semanis mungkin.

     

     Ketika Ibu telah menyelesaikan sarapannya, ia segera meninggalkan dapur.

     

     "Eh Bil, masakan pesananmu ini memang bener-bener enak lho. Saya akan ikut senang jika kamu memesan makanan seperti ini setiap pagi. Tidak susah-susah buat bayar pembantu buat masak. Hihihiii. Lanjutkan terus setiap hari ya!. Jangan lupa actingmu di depan calon mertua di buat lebih bagus lagi."

     

     "Buktinya, Tante Eri benar-benar lebih menyukaiku di banding Mbak. Bilang saja kalau Mbak iri kepadaku. Iyakan?"

     

     "Iya Bil. Aku iri melihatmu. Kok bisa ya Actingmu sepandai bintang film.  Dan juga iri kapadamu, kok repot-repot bersusah payah menarik perhatian calon mertua. Eh bukan iri ya, tapi Muak."

     

     "Iih bilang saja kamu iri sama saya. Kamu itu ya, punya suami, eh suaminya malah selingkuh. Kasihan sekali kamu ya...!"

     

     "Iya kasihan sekali, melihatmu yang harus bersusah payah memperjuangkan suami orang. Iiih sampai bela-belain mau nenjadi layaknya Babu. Eh ka si han. Kamu yang sabar ya, Bilna. Nanti juga Habib akan saya serahkan padamu kok."

     

     "Iya memang, sebentar lagi habib akan menjadi suamiku. Kamu akan dia ceraikan. Kalau kau menolak untuk di cerai, maka kamu akan di madu. Aduuuh bagaimana sakitnya ya di madu sama suami yaa,..!"

     

     Bilna berusaha memojokkan Aku. Tapi Aku tanggapi dengan senyum lebar. Dia pikir Aku akan tersulut emosi? Tidak Bilna.

     

     "Betul Bilna. Nanti Aku akan menolak untuk di cerai. Karena Aku ingin kau merasakan sedapnya berbagi suami denganku. Heheee. Biar kamu tahu juga bagaimana bahagianya menjadi maduku. Asem-asem pedih gitu. Hahahaaa.  Bahkan nanti Aku yang akan menyuruh Habib untuk menikahimu lebih cepat."

     

     "Hih silahkan kau mau bilang apa, yang pasti Mas Habib lebih mencintaimu di banding kamu. Dan kamu bakalan terusir dari rumah ini."

     

     Aduuuuh Bilna kamu pikir siapa yang mempunyai rumah ini. Sehingga kau pikir akan begitu mudah untuk mengusirku.  Kita lihat saja nanti, siapa yang bakalan keluar.

     

     "Perjuanganmu dalam mengambil suami orang patut di acungi jempol. Oh ya kalaupun ada yang namanya medali pelakor, kamu pantas untuk menerimanya. Oh ya sekarang, sebelum calon mertuamu kembali ke dapur, ini meja makan buruan di beresin. Saya ingin berangkat kerja buru-buru. Byeee....!"

 "Kurang ajar kau Mbak Aliyah. Akan ku adukan perbuatanmu sama Mas Habib."

 "Monggo silahkan neng. mau ngadu , mau nangis-nangis. itu terserah padamu. yang penting sekarang Aku harus pergi. selamat tinggal calon Nyonya Habib. jangan lupa semua ruangan di beresin yaa..!"

     

     Kutinggalkan dia dengan meja makan yang masih berantakan itu. Biar Bilna saja yang membereskannya sendiri. Biar nanti bisa di puji-puji lagi sama si calon mertua. Bilna tampak kesal denganku. Biarin saja. Tuh Bilna rasakan. Emang enak ku buat jadi babu??

Bersambung

     

     

     

     

     

     

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 72

    Bab 72Dugh!Honor pensiun?Haduh, mati aku! Kenapa Pak Tohir malah bicara soal honor pensiun sih? "Hmm ... Honor pensiun selalu kukirimkan pada mantan istriku, Pak. Menurutku anakku jauh lebih membutuhkan uang itu daripada saya." jawabku cepat.Untung aku cepat berpikir ke arah sana. Jadi tidak ketahuan kalo sebenarnya setiap bulan tidak ada yang namanya uang pensiun untukku. Lagipula aku tidak punya anak kan, he ... he ...!"Oooh, pemikiran seorang ayah yang baik." Pak Tohir menganggukkan kepalanya.Aku menghela nafas panjang, setidaknya aku bisa membuat Pak tohir percaya kalau aku memang benar-benar mendapatka uang pensiun setiap bulan. Berbohong memang tidak di larang demi bisa menjaga nama baik diri kita sendiri bukan? Memangnya siapa lagi yang akan menjaga nama baik kita selain dari diri kita sendiri?*** Pagi ini aku kembali menyetirkan sepeda motor bututku menuju ke kompleks mewah dimana kemarin aku bekerja. Huuh, untuk sementara tidak apa-apa lah aku bekerja seperti ini

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 71

    Bab 71"Itu, tetangga sebelah, Bib.""Ooh ..!" Aku ber oh ria."Katanya dia mau minta tolong juga sama kamu buat bersihin paritnya juga. Soalnya tukang kebunnya lagi cuti. Kamu mau kan?" lanjut Pak Tohir."Boleh kok.. mau banget malah. Kebetulan aku lagi butuh banyak uang nih." celetukku.Tentu saja aku sedang membutuhkan uang sekarang. Soalnya mulai besok aku ingin mencoba untuk melamar pekerjaan baru dan itu aku butuh bensin tentunya. Beli bensin sekalian rokok itu sudah cukup untuk membuatku susah mencari uangnya. Tidak seperti dulu. Kalau dulu mah dua barang itu adalah dua hal yang sangat mudah untuk aku dapatkan. Ah beginilah nasib yang diberikan tuhan. Kadang terasa tidak adil memang.Setelah beberapa saat lamanya, aku memutuskan untuk memulai pekerjaan.Dengan semangat aku menggeluti pekerjaan ini. Aku mulai menebak, berapa kira-kira uang yang akan diberikan oleh anaknya Pak Tohir nanti. Siapa tahu lima ratus ribu. atau bisa-bisa lebih mengingat anaknya ini adalah seorang dok

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 70

    Bab 70Aku fokuskan kembali pendengaranku agar lebih baik. Entahlah karena rasa benci ku padanya juga membuat aku penasaran dengan apa sebenarnya yang mereka obrolkan. Orang-orang biasa menyebut sifatku ini kepo. Tapi aku peduli amat.Ternyata tidak meleset pendengaranku sebelumnya, bahwa laki-laki itu benar-benar menolak ajakan temannya untuk berlibur hanya karena ayah dan anak mereka.Busyet sekali. Mungkin saja dengan cara itu ia sudah merasa menjadi pahlawan untuk Aliyah. Aku yakin sekali anggapanmu itu pasti salah, Rama. Andaikan saja kau sadar pada kenyataannya akulah yang lebih lama hidup bersama aliyah dibanding kamu yang baru beberapa tahun saja menikahinya. Jadi, aku belum merasa kalah dibanding kamu. Memang itu kenyataan kok.Beberapa saat kemudian aku lihat laki-laki itu pergi meninggalkan teman yang tadi berusaha merayunya untuk pergi berlibur bersama tanpa keikutsertaan Aliyah. Kulihat ada raut kesal pada wajah temannya yang ia tinggalkan.Ingin rasanya aku merebut A

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 69

    Siang ini serasa aku tidak berselera untuk menyelesaikan semrawut agenda pekerjaan di perusahaan. Batinku masih terbayang-bayang dengan sikap Aliyah yang sedang menaruh curiga padaku. Aku memilih untuk duduk di restoran seorang diri. Biasanya aku sangat bersemangat untuk pulang dan menemui Aliyah dan juga Bian. Tapi kali ini aku merasa pasti akan sia-sia bila aku pulang. Sebab Aliyah pasti akan kembali mengabaikan aku. Sesuatu yang cukup membuatku tersiksa."Hai...!" aku di kejutkan dengan suara yang tidak terlalu asing di telingaku.Aku menoleh."Jhoni? Kamu lagi?" Jhoni terlihat tersenyum menanggapi respon dariku. "Sendirian ajah?" tanyanya."Iya nih." jawabku."Kenapa nggak bareng temen?" tanyanya."Ah sesekali menyendiri, Jhon." jawabku datar."Kenapa malah terlihat sendu, Bro? kamu punya masalah apa? Hayoo ngaku,! Iya, kan? Sini ..! Cerita sama aku ajah!" Jhoni duduk di depanku setelah memesan santap siangnya."Ah enggak, aku nggak punya masalah apa-apa kok." jawabku menyembu

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 68

    Bab 68Hari ini aku berniat menyibukkan diri dengan kegiatan bersama beberapa teman kantor. Kebetulan ada sebuah kegiatan yang diadakan hari ini.Biasanya di hari libur seperti ini, aku akan senantiasa berlibur bersama Rama dan Bian, putraku. Kalaupun ada kegiatan, aku biasa memilih untuk tidak ikut, sebab waktu bersama keluarga lebih penting bagiku.Tapi tidak dengan hari libur kali ini. Aku seperti tidak berselera untuk menghabiskan waktu bersama Rama. Laki-laki yang baru saja membuat hatiku terluka.Sederetan pesan yang sedemikian gamblang menunjukkan siapa si pengirim pesan, membuatku sulit untuk mempercayai kata-kata ramah. Untuk saat ini, aku merasa tak bersimpati sedikitpun dengan segenap alasan yang ia utarakan. Bisa saja itu hanyalah salah satu cara yang Rama tempuh untuk mengambil kepercayaanku kembali. Tidak Rama! Tidak akan semudah itu untuk mengembalikan kepercayaan ini.Memang ini pertama kalinya seumur-umur pernikahan kami aku mendapati ujian seperti ini. Dan ini merup

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 67

    Bab 67"Siapa yang mengirimkan pesan seperti ini? Siapa?"[Rama, aku tunggu kamu di depan Mutiara Hotel ya. Sesuai sama janji kamu kemarin. Masih ingat kan kamu bilang apa. Oke deh ditunggu malam ini. Seperti biasa, jam 08.00 malam jangan lupa. Hmm... Jangan sampe ketahuan Aliyah ya, Sayang.]Degh!Jantungku berdegup, apa maksudnya coba.[Oh ya, Rama, jangan lupa katanya kamu pengen beliin aku cincin buat hadiah ulang tahunku besok? Makanya sebaiknya kamu nginep aja malam ini di Mutiara hotel, biar pagi besok kita langsung ke toko perhiasan buat memenuhi janji kamu. Aku pengen kamu beliin aku liontin yang berwarna biru. Hehee]Aku semakin tidak mengerti dengan pesan itu. Aneh benar-benar aneh.Sementara aku melihat jekas ekspresi marah pada wajah istriku.Aku tidak bisa menyalahkannya. Bagaimanapun aku bisa memposisikan diri sebagai dirinya yang merupakan istriku. Jujur saja jika seandainya aku yang berada pada posisinya saat ini tak urung aku juga pasti akan termakan emosi. Siapa ya

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 66

    Bab 66"Gimana, Mas, apa Rama mau kamu ajak ke puncak?" Intan, wanita penghibur langganan ku bertanya.Aku menghela nafas,"Belum bisa katanya, Tan." jawabku pendek."Lhoo, kenapa? Apa dia nggak tertarik sama fotoku?"Yaaah, aku lagi-lagi menarik nafas panjang. Memang kemarin itu Intan memintaku untuk memperlihatkan potretnya pada Rama, dengan harapan Rama mau kuajak ke puncak. Tentu saja Intan menunggu kami di sana. Rencanaku, aku berharap Rama mau menuruti kemauanku, dan secara tidak langsung dia bakalan kujadikan alat untuk tidur bareng Intan di puncak. Tapi nyatanya laki-laki:takut istri itu menolak."Kenapa malah diam, Mas Jhon? Apa kamu sengaja ya nggak pamerin fotoku sama dia? Kalau begitu mah mana mau dia ke puncak. Coba kalau Mas memperlihatkan potretku itu padanya, dijamin deh dia bakalan mau turut serta."Aduh, kamu salah besar, Intan. Rama tidak semudah itu.Meski tidak kupungkiri aku belum menyodorkan foto Intan padanya. Tapi sebelum aku melakukan itu, aku sudah dikecew

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 65

    Bab 65Rama memang keterlaluan. Terlalu b*doh dia di mataku untuk sok menasehati. Pake menyarankan aku untuk menghargai Nayla segala.Nayla mah tetaplah Nayla, gemuk, pendek, dan nggak menarik sama sekali. Meski di modalin berapa saja, dia tetep ajah gendut dan jelek. Yang ada nanti cuma buang-buang duit ajah. Kan tambah rugi akunya. Bener-bener nggak deh kalo harus modalin Nayla ***"Nayla! Kamu dari mana ajah, ini kok meja makan kosong gini. Kamu tahu nggak kalo suami pulang di jam segini? Kenapa nggak nyiapin makan siang?" aku bicara membentak pada wanita yang telah aku nikahi sejak lima belas tahun yang lalu.Kulihat tubuh bongsornya bergerak-gerak ketika ia berjalan, membuatku bergidik jijik. Uuuh, rasanya aku menyesal telah menikahi wanita segemuk dia. Bener-bener istri yang nggak bisa menjaga dan mengurus tubuhnya agar tetap ideal."Jawab aku Nayla, kenapa kamu nggak nyiapin makan siang buat aku?" dekali lagi aku menekankan pertanyaan padanya karena dia belum juga menjawab p

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 64

    Bab 64 Aku tertegun dengan cara berpikirnya Rama. Cara berpikirnya sungguh berbeda dengan cara berpikirku. Tidak, aku tidak setuju dengan cara pandangnya dia. Aku berpikir bagaimana caranya agar aku bisa menyadarkannya. Aku tak sampai hati jika melihatnya selalu dalam penguasaan istrinya. Istrinya memang cantik sih, tapi sebagai lelaki seharusnya dia tidak boleh hanyut dalam pesona kecantikan perempuan. Akhirnya aku mendapatkan ide bagus."Ram, gimana kalo kita jalan bareng hari ini? Kita ke puncak. Besok kan masih hari libur, jadi kita bisa bermalam di sana. Itung-itung refreshing otak. Gimana? Kamu mau, kan?"Aku harap-harap cemas menanti jawaban dari Rama. "Aduh, aku hari ini udah terly buat janji sama Bian, dia pasti nagih janji sama Papa dan Mamanya." Aku melengos."Bian anakmu?" keningku terasa berkerut."Iya, memang siapa lagi."Rasanya kalau lama-lama berada di dekat Rama Aku bisa gila rasanya. Entahlah aku menilai Rama seperti sudah tidak punya ruang lingkup sendiri, di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status