Matahari menyapa para penghuni bumi, dengan cahaya yang terang dan hangatnya membuat setiap hari menjadi lebih ceria.
Begitupun dengan Amera yang telah semangat dan ceria kembali, setelah berbagi cerita dengan Bik Tini malam ini. Ia berniat untuk bertemu dengan Hermawan di perusahaan lelaki itu.Setelah menghubungi Selvi, wanita itu yang akan menjemputnya pagi ini. Setelah sarapan dan terlihat modis dengan setelah baju ala karyawan perkantor, Amera telah siap untuk mulai bekerja yang sebenarnya."Nak, kamu yakin akan pergi ke kantor Hermawan?"Amera menghentikan langkahnya dan berbalik badan untuk menatap Bik Tini yang bertanya."Aku sudah yakin, Bu. Kita gak mungkinkan hanya berdiam diri saja? Sedangkan kebutuhan sehari-hari tidak ada yang akan kasih seperti sebelumnya," jelas Amera apa adanya. Namun, tanpa ia sadari bahwa ucapannya telah menyinggung perasaan Bik Tini.Wanita paruh baya itu hanya diam, sadarBaru saja Amera menjatuhkan pantatnya, suara Selvi kembali terdengar, "Loe mau jadi simpanan Pak Her?"Amera yang hendak duduk dibuat tidak jadi, akan pertanyaan Selvi barusan. Ia menatap jengah ke arah temannya itu."Gue masih waras, Vi," balas Amera berusaha menahan emosinya.Namun, Selvi semakin gencar menggoda Amera. Bahkan tanpa merasa malu, wanita itu mengungkapkan bahwa dirinya juga menjadi wanita simpanan Hermawan.Hermawan tidak pernah membuat sebuah hubungan serius dengan seorang wanita mana pun, lelaki itu hanya ingin menikmati hubungan ranjang tanpa ada ikatan.Tentu saja apa yang disampaikan oleh Selvi membuat Amera begitu terkejut, sampai memikirkan tawaran Hermawan pada dirinya."Loe yakin, enggak mau, Ra?" tanya Selvi kesekian kalinya dan mendapatkan gelengan dari Amera dengan sorot mata yakin."Gue punya anak perempuan, Vi. Gak mau gue kena karma, nanti anak gue jadi simpanan om-om," jawab Amera yang tidak ingin terkena dampak dari dosa dan kenikmatan yang sementara.
"Paman sedang bercanda, 'kan?" pekik Amera. Hermawan menatap sekilas ke arah Amera yang nampak begitu terkejut dan menggeleng pelan sebagai jawaban dari pertanyaan wanita itu.Amera membuang nafasnya kasar dan meminta agar Hermawan untuk menghentikan mobil, namun lelaki itu tidak mau menuruti permintaannya."Paman! Aku mau turun di sini saja!" teriak Amera bagaikan angin lalu untuk Hermawan.Namun, Amera tidak menyerah. Ia memukuli bahu Hermawan, tapi segera dihentikan oleh lelaki itu yang kini menatap tajam kearahnya."Jangan kekanak-kanakan, Ra. Ingat, kamu sudah punya anak!" kata Hermawan dengan nada sedikit meninggi membuat Amera terdiam dan memilih membuang wajahnya ke arah lain.Sebagai seroang perempuan ia merasa begitu dihinakan, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa statusnya lah yang membuat setiap pandangan orang menjadi begitu.Apalah dirinya yang hanya seorang janda, di mana membuat lelaki baik yang bujang ataupun sudah memiliki istri tertarik kepadanya.Isak tangis Amer
Malam ini Kejora tidak mau tidur bersama Amera, gadis kecil itu hanya ingin ditemani oleh Bik Tini. Bahkan sampai pagi sekalipun, Kejora tidak ingin bertemu dengan Amera.Apa yang dilakukan oleh Kejora membuat hati Amera terasa di robek, sebelum berangkat bekerja. Tidak lupa wanita itu berpesan kepada Bik Tini agar membujuk Kejora supaya sang putri mau memaafkan dirinya."Bu, aku titip Kejora. Mungkin mulai saat ini, aku akan sangat sibuk bekerja," jelas Amera seraya memasang sepatu seraya menatap ke arah Bik Tini dengan penuh harapan. Setelah sarapan, wanita paruh baya itu nampak sibuk sendiri. Seolah menghindari dirinya, hal itu yang Amera rasakan."Bu," panggil Amera lagi sebab tidak ada respon dari Bik Tini sampai wanita paruh baya itu menghampirinya yang tengah duduk di ruangan tamu.Bik Tini membuang nafas panjang, sebelum berbicara. Nampak sekali raut wajah kekecewaan yang tergambar dari wanita paruh baya itu."Nak Mera, apa salahnya Kejora? Dia hanya ingin bertemu dengan Nak A
Saat ini seorang wanita cantik tengah berdiri di hadapan seorang lelaki paruh baya dengan wajah yang menunduk, baru saja berkerja. Namun, nasib sial menimpa dirinya.Amera merasa begitu malu, sampai tidak berani mengangkat kepalanya untuk menatap Hermawan yang kini tengah menahan emosi.Bisa-bisanya berkas yang kemarin Amera kerjakan lenyap begitu saja tanpa jejak sama sekali, berkali-kali ia meminta bantuan kepada Selvi. Tapi, tamannya itu tidak mau membantu. Dengan alasan, tidak tahu–menahu dengan file yang kemarin Amera ketik di laptop wanita itu."Ra, bukan aku gak percaya sama kemampuan yang kamu miliki. Tapi, berkas tersebut merupakan file berharga." Hermawan mendesah berat, baru sehari Amera berkerja. Berkas amat penting hilang, lelaki paruh baya itu memijat dahinya yang terasa berdenyut.Walaupun sudah berhasil menekan perusahan Bowo, tapi kali ini ada masalah yang lebih berat. File yang diberikan Selvi kepada Amera kemarin merupakan proposal yang akan diajukan ke beberapa par
Tubuh Amera telah basah oleh keringat, ia menghampiri Hermawan yang baru saja keluar dari ruangan kerjannya."Pak Her," panggil Amera membuat lelaki itu berbalik badan dan menatap ke arahnya.Amera merasa bersalah, karena telah teledor. Bukan hanya itu saja, Amera bahkan belum memberikan jawaban pasti tetang ajakan lelaki yang ada dihadapannya itu untuk menikah.Sebab, Amera masih tidak mau kalau nama Kejora diubah. Walaupun hanya demi status saja, sebab bagi Amera. Kejora tetap anak kandung Rudy, sekalipun suaminya telah tiada."Ayo ikut aku," ajak Hermawan membuat Amera mendongak untuk menatap wajah lelaki itu.Sesaat kemudian, Amera bergegas mengikuti langkah jenjang Hermawan. Hingga mereka berada di area pakiran.Amera selalu mengabaikan tatapan sinis karyawan lain, walaupun sering terdengar bisikan-bisikan mereka yang merendahkan dirinya serta mengatakan hal yang menyakitkan.Bahkan, Amera bisa mengingatnya. Seperti, 'Janda gatel!.' 'Wanita murahan,' dan lain-lainnya lagi."Pak,
Mata Amera membulat sempurna, ketika melihat siapa yang baru saja menabrak dirinya. Dengan cepat ia bergegas bangun dan meraih tangan wanita itu, di saat hendak kabur."Mau ke mana kamu, hah!" bentak Amera dengan garang, emosinya mendidih seketika. Tidak perduli dengan para karyawan yang mulai ramai setelah jam makan siang dan ingin kembali bekerja.Amera tidak akan pernah melepaskan mangsanya, cengkraman tangan ia perkuat dan membuat wanita itu mengeluh kesakita."Lepaskan! Dasar wanita bar-bar!" pekik Siska mengeluh. Namun Amera tetap tidak mau melepaskannya."Ngapain kamu ke sini, hah?" bentak Amera lagi.Selvi yang baru saja masuk telah disuguhkan dengan pemandangan yang cukup ekstrim tersebut, sebisa mungkin wanita itu terlihat tetap tetang dan melangkah perlahan."Ingat karma, Vi," batin Selvi. Namun, naas. Amera menyeru namanya dengan lantang dan membuat langkah Selvi harus berhenti seraya berbalik badan.Niat hati tidak ingin terlibat dalam urusan Amera, tapi wanita itu yang
Amera tetap mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan adik iparnya, walaupun tidak bisa disembunyikan bahwa ada rasa cemburu yang mengusik ketenangan hati wanita itu.Rasa nyaman dan sikap manis yang selalu Andre berikan membuat Amera tidak bisa membohongi dirinya sendiri, kalau terbuai dalam perhatian adik iparnya itu berikan.Namun, sekali lagi keegoisan membuat Amera tidak mau mengakui semua itu dan menyimpannya baik-baik di dalam hati tanpa berniat sama sekali untuk mengungkapkan perasaannya tersebut.Setelah mengatur perasaannya yang sempat bergejolak, Amera melangkah dengan pasti menuju ke ruangan Hermawan."Pak Her!" seru Amera.Beberapa kali ia mengetuk pintu ruangan lelaki paruh baya itu, tapi tidak ada sahutan dari dalam. Hingga Amera memutuskan untuk masuk ke ruangan tersebut.Amera memutar hendel pintu yang ternyata tidak terkunci dan mendorongnya secara perlahan, manik matanya menatap ke adaan ruangan tersebut. Mencari keberadaan Hermawan, ruangan itu begitu sunyi. Samar-s
Di sebuah rumah yang megah, seroang wanita paruh baya menatap penuh kekecewaan ke arah Amera. Wanita itu adalah Bik Tini, walaupun bukan ibu kandung Amera. Tetap saja, ia mengkhawatirkan keadaan Amera dan Kejora.Setelah diajak pulang dengan tiba-tiba dan diberitahu, bahwa Hermawan merupakan dalang dari kematian Amar dan Darati. Tentu saja Bik Tini bukan hanya khawatir, melainkan benar-benar marah."Nak Mera, kenapa kamu baru bilang sekarang? Bagaimana kamu bisa membiarkan Kejora dekat dengan lelaki itu!" kata Bik Tini meluapkan perasaannya.Mereka kini duduk di ruangan tamu, sedangkan Kejora yang kelelahan akibat perjalan udara yang mereka tumpangi sudah terlelap di dalam kamar.Amera membuang nafas panjang, memperbaiki posisi duduknya agar menjadi nyaman sebelum menjawab pertanyaan dari Bik Tini barusan.Andaikan Amera mengetahui kebusukan Hermawan dari awal? Mungkin dirinya akan menjebloskan lelaki itu ke penjara, namun sayangnya Amera tidak memiliki bukti yang kuat."Aku belum yak