Home / Romansa / Gelora Berbahaya sang CEO / Jadi Sekretaris CEO Dingin

Share

Jadi Sekretaris CEO Dingin

Author: Rein Azahra
last update Last Updated: 2025-10-27 09:44:52

“Surat Perintah – Penunjukan Sekretaris Pribadi CEO”.

Lilyan menahan napas saat membaca surat perintah tersebut. Ia resmi diangkat menjadi sekretaris pribadi Rega. Hatinya berdebar. Ini berarti ia akan lebih sering berinteraksi dengan Rega, bahkan tiap hari.

"Ada apa Ly, apa isi surat itu?" suara Vano terdengar tegang. Matanya menatap surat yang ada di tangan Lilyan.

"Pak Rega mengangkatku jadi sekretaris pribadinya," jawab Lilyan dengan tegang.

“Apa maksudnya? Kamu jadi sekretaris pribadi Rega?!”

Lilyan menoleh, gugup. “Ya, sayang., aku juga tidak tahu kenapa Pak Rega memilihku."

"Aku tidak terima Ly... Bagaimanapun juga kau adalah sekretarisku, Rega tidak bisa seenaknya saja mengambil sekretarisku!" Vano menahan geram. Dia berdiri dan melangkah keluar dari dalam ruangan Lilyan.

"Mau kemana, Mas?" Lilyan berteriak pelan namun Vano tidak menggubrisnya. Lelaki itu berjalan cepat menuju ruangan Rega.

BRAAKK!

Dengan penuh amarah Vano membuka pintu, Namun sepertinya Rega tidak terkejut sama sekali.

"Rega! Kenapa kau seenaknya saja menunjuk Lilyan sebagai sekretaris pribadimu?! Kau tahu kan kalau dia sekretarisku?" Napas Vano memburu menahan amarah.

Rega yang duduk di belakang mejanya menatap Vano dengan mata tajam, dingin dan menusuk. Tidak ada sedikit pun rasa takut atau bersalah. Ia menekankan setiap kata dengan nada tegas dan tenang.

"Aku CEO perusahaan ini, Vano. Aku berhak menunjuk siapa pun untuk menjadi sekretaris pribadiku. Kebetulan posisi itu sedang kosong, dan aku memilih Lilyan untuk mengisinya."

Vano terkejut, wajahnya memerah oleh rasa marah dan frustrasi. Ia melangkah lebih dekat pada pada Rega.

"Tapi ini tidak adil! Aku tidak bisa menerima ini!”

Rega bersandar di kursinya, matanya menatap Vano dingin seperti es. Suara yang keluar rendah, tenang dan penuh wibawa.

“Kalau kau bersikeras menolak, silakan mengundurkan diri dari perusahaan ini. Aku tidak butuh orang yang membangkang perintahku."

"Kau tidak boleh berbuat senakmu, Rega! Akan aku laporkan hal ini pada Papa!" teriak Vano tak terima.

Dalam sekejap, ketegangan memenuhi ruangan. Rega berdiri, tubuh tegap, aura dominannya begitu jelas membuat Vano sedikit gentar.

"Silakan saja, tapi aku rasa Papa tidak akan masalah jika aku menjadikan Lilyan sebagai sekretarisku." Rega tersenyum tipis, penuh kemenangan.

Vano menghela napas, menatap Rega penuh kebencian. Ia tahu Rega tidak mungkin mengubah keputusannya begitu saja. Rega keras kepala dan sulit untuk dihadapi.

“Kau selalu… merasa lebih berkuasa dari orang lain, Rega,” ucapnya dengan nada getir.

"Kenyataannya memang begitu, bukan?" Rega mengangkat sebelah alisnya. Tersenyum tipis dan dingin.

Vano kehilangan kata-katanya. Ia tak mungkin menang melawan Rega. Akhirnya ia berbalik badan dan pergi dari ruangan itu.

"Sialan! Awas saja kalau kau berani merebut Lilyan dariku," gerutu Vano penuh amarah.

Di ruangan lainnya, Lilyan masih terpaku menatap surat penugasan itu. Masih tak percaya kalau ia akan menjadi sekretaris pribadi Rega, apalagi setelah kejadian malam itu.

"Tidak bisa, aku harus bicara dengannya." Lilyan berdiri dan bergegas menuju ruangan Rega.

Suasana ruangan CEO itu begitu tenang, namun juga menegangkan. Dinding kaca memantulkan cahaya matahari pagi, dan Rega sudah berkutat dengan pekerjaannya sepagi itu.

“Pak Rega, saya ingin bicara...” suara Lilyan terdengar pelan tapi tegas.

"Silakan." Rega mengangkat wajahnya, dia nampak tenang sekaligus dingin menyeramkan.

Lilyan menelan ludah, menahan getaran di suaranya.

"Begini Pak, saya tidak siap untuk menjadi sekretaris pribadi Bapak. Saya menolak tegas pengangkatan ini." Dengan berani Lilyan angat bicara.

Alis Rega terangkat sedikit. Ia tak percaya pada penolakan yang dilakukan oleh Lilyan.

“Menolak?”

“Ya,” jawab Lilyan cepat. “Saya… saya hanya ingin memastikan bahwa keputusan itu tidak ada hubungannya dengan kejadian tadi malam.”

Hening. Ruangan seolah membeku sesaat.

Tatapan Rega berubah tajam, namun bibirnya tersungging samar. Bukan senyum hangat, melainkan senyum tipis yang sulit diartikan. Ia menatap Lilyan cukup lama, lalu akhirnya bersuara pelan, dalam, tapi tegas.

“Kalau kau berpikir aku melakukan ini karena kejadian tadi malam, maka kau salah besar, Lilyan.” Ia berhenti sejenak, memberi jeda di antara napas.

“Aku hanya menunjuk seseorang yang kuanggap kompeten. Tidak lebih, tidak kurang," lanjutnya lagi.

Lilyan menunduk, mencoba menyembunyikan rona merah di wajahnya. “Tapi—”

“Dan bukankah kau sendiri yang memintaku untuk melupakan kejadian malam itu? Untuk menganggap seolah tidak pernah terjadi apa pun di antara kita?” Rega memotong cepat, suaranya rendah tapi menusuk.

Kata-kata itu menghantam Lilyan seperti sembilu. Dadanya terasa sesak, jantungnya berdetak cepat. Ia tak menyangka, mendengar kalimat itu justru membuat hatinya mencelos begitu dalam. Entah kenapa, bagian dirinya yang paling rapuh seolah menolak untuk mendengar Rega benar-benar melupakannya.

Namun ia segera menegakkan bahu, menahan emosi yang bergejolak.

"Baik, kalau begitu… saya mengerti.”

"Bagus,” katanya datar. “Mulai hari ini, pindahkan semua barangmu ke ruangan barumu. Aku ingin kau mulai bekerja sebagai sekretarisku saat ini juga.”

Lilyan mengangguk pelan. “Baik, Pak.”

Langkah kakinya terdengar pelan saat ia berbalik meninggalkan ruangan itu. Tapi setiap langkah terasa berat, seakan ada beban besar yang ia pikul di pundaknya.

Rega menyandarkan tubuhnya di kursi, menghela napas panjang. Ekspresi dinginnya perlahan memudar, berganti dengan seringai tipis yang samar.

"Lilyan, kita akan lihat sampai dimana kau akan bertahan," gumam Rega pelan penuh arti.

Jemarinya berketuk pelan di atas meja.

Pria itu menghela napasnya, tak sabar ingin memulai harinya bersama Lilyan.

Sementara itu, Lilyan mulai mengemas barangnya. Rasanya aneh jika harus bekerja sebagai sekretaris pribadi calon kakak ipar sendiri. Apalagi setelah kejadian malam itu, ia yakin hubungan mereka tak akan lagi sama.

"Kau tenang saja Ly, aku akan cari cara untuk membatalkan keputusan ini," ucap Vano yang tiba-tiba datang dari arah belakang.

Lilyan hanya tersenyum tipis. Ia ragu kalau usaha Vano itu akan berhasil. Rega benar, ia punya hak untuk menunjuk siapapun untuk jadi sekretarisnya, termasuk dirinya.

"Terima kasih sebelumnya Mas, aku ke ruanganku dulu." Lilyan mengangkat sebuah bok besar berisi barang-barang miliknya dan pergi meninggalkan Vano yang masih berdiri kaku menatapnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelora Berbahaya sang CEO   Reuni Panas

    Musik lembut dari band akustik mengalun di pojok ruangan. Lampu-lampu gantung berwarna keemasan menciptakan nuansa hangat di vila yang dipenuhi tawa dan percakapan ringan. Meski disebut “reuni kampus”, suasananya lebih seperti pesta eksklusif bagi kalangan terbatas. Sepertinya hanya teman-teman dekat Rega saja yang hadir di acara itu. Lilyan duduk di salah satu meja, sementara Rega berbincang dengan beberapa pria di sisi lain ruangan. Ia menatap gelas jus di tangannya, berusaha menenangkan diri dari rasa canggung yang masih menghantuinya. “Sendirian, ya?” Suara lembut seorang wanita memecah lamunannya.Lilyan mendongak. Di hadapannya berdiri dua wanita cantik dengan senyum ramah. Yang satu berambut pendek bergelombang, yang lain berambut panjang dan mengenakan gaun satin berwarna gading.“Boleh duduk?” tanya yang berambut pendek.“Oh, tentu,” jawab Lilyan cepat, memberi isyarat agar mereka duduk.“Aku Mira,” ucap si rambut pendek memperkenalkan diri. “Dan ini Livia. Kami teman kuli

  • Gelora Berbahaya sang CEO   Bos Gila

    Taksi berhenti di depan gedung Angkasa Mining. Suasana kantor sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa security yang berjaga. "Bu Lilyan, apa ada yang ketinggalan?" tanya security sebelum mengizinkan Lilyan untuk masuk. "Iya Pak. Ada barang saya yang tertinggal di dalam." Lilyan melangkah masuk. Ia langsung menuju ke ruangan Rega yang tampak masih menyala terang. Pintu ruangan terbuka dan di dalam ruangan Rega sudah menunggunya. Ia duduk di kursinya, dengan kemeja hitam yang lengannya tergulung, wajah dingin tanpa ekspresi. Di tangan kirinya, ponsel yang tadi mengirimkan mimpi buruk itu tergenggam erat. “Cepat juga kau datang,” ucapnya datar dengan senyuman tipis mengembang di bibirnya. Lilyan menatapnya tajam, napasnya naik turun dengan cepat. Ada kilatan amarah di sorot matanya. "Kenapa kau melakukan ini biasanya padaku Rega!" Hilang sudah rasa hormat Lilyan pada atasannya itu. Berganti dengan amarah yang meledak-ledak. "Tenang Lilyan, aku hanya ingin kau menema

  • Gelora Berbahaya sang CEO   Cinta yang Ternoda

    “Cantik banget, Mbak Lilyan,” puji penjahit butik dengan senyum ramah saat sore itu LilyN mencoba memakai gaun pengantin yang pesan beberapa bulan lalu. Lilyan menatap pantulan dirinya di cermin besar di depannya. Gaun itu memang indah, lembut, berkilau, dan sempurna untuk seorang pengantin. Tapi di balik kilau kain satin dan renda putih itu, hatinya terasa hancur. Kini ia tak bisa lagi memberikan kesuciannya pada Vano seperti yang ia janjikan dulu pada pria itu. Kesuciannya telah direnggut oleh Rega, saudara angkat Vano sendiri. Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Vano melingkarkan tangannya pada perut rata calon istrinya itu. "Kau akan jadi pengantin wanita paling cantik, Ly. Aku sudah tidak sabar lagi menunggu hari bahagia kita tiba. Kau akan jadi milikku seutuhnya." Vano mempererat pelukannya. Tak peduli pada sang pramuniaga yang masih berdiri tak jauh dari sana. Lilyan menegakkan bahunya sedikit, mencoba tersenyum melalui bayangan wajahnya di cermin. "Ga

  • Gelora Berbahaya sang CEO   Mulai Goyah

    Rega tersenyum tipis, matanya tertuju pada wajah Lilyan yang merona merah. "Aku bisa memberikan apapun yang kau mau jika kau mau melepaskan Vano dan menjadi kekasihku Ly. " Goda Rega lagi. Lilyan memejamkan matanya sesaat. Siapa yang tidak tertarik dengan pria setampan Rega. Spec Rega jauh melebihi Vano. Namun dia bukan wanita yang silau akan semua itu. Dia sudah bertunangan dengan Vano dan apa jadinya jika ia malah berselingkuh dengan Rega. "Pak Rega tolong hentikan. Sekali lagi saya bilang, saya tidak mungkin mengkhianati Vano dan kami akan menikah," tegas Lilyan. "Tapi jangan lupa Ly, kita sudah menghabiskan malam bersama dan itu akan menjadi kenangan tak terlupakan di antara kita." Tangan Rega terangkat dan dengan lembut menyentuh pipi kemerahan Lilyan. DEG. Jantung Lilyan berdebar kencang. Seluruh tubuhnya meremang. Lilyan tidak mengerti kenapa tubuhnya bereaksi seperti ini. Sebelumnya dia tidak merasakan apapun tapi kenapa sekarang... "Cukup Pak. Jangan pernah sentu

  • Gelora Berbahaya sang CEO   Hukuman untuk Lilyan

    Suara mesin mobil sport itu berhenti di halaman luas rumah keluarga Angkasa. Rega turun dengan langkah mantap, jas kerjanya masih rapi, wajahnya tetap dingin dan tanpa senyum. Rumah besar yang dulu terasa seperti istana, kini baginya hanya bangunan yang dingin tanpa kehangatan yang pernah ia rasakan ketika ibunya masih hidup. Dari arah ruang makan, terdengar suara lembut yang memanggilnya. Tanpa menoleh ia tahu siapa wanita yang memanggilnya itu. Dia adalah Fatma. Ibu tiri Rega sekaligus ibu kandung Vano. Ayahnya, Pak Hartawan menikah lagi setelah ibunya meninggal. Dan sampai detik ini ia tidak pernah menganggap Fatma ibunya. “Rega... kau sudah pulang?” Bu Fatma, wanita paruh baya berwajah cantik yang masih terlihat muda di usianya segera berdiri menyambut kedatangan Rega. Sementara Pak Hartawan sedang minum air putih miliknya. "Kebetulan kau datang, ayo kita makan bersama," ajak Bu Fatma antusias, tangannya melambai ke arah Rega yang masih berdiri acuh. “Papa sudah lam

  • Gelora Berbahaya sang CEO   Jadi Sekretaris CEO Dingin

    “Surat Perintah – Penunjukan Sekretaris Pribadi CEO”. Lilyan menahan napas saat membaca surat perintah tersebut. Ia resmi diangkat menjadi sekretaris pribadi Rega. Hatinya berdebar. Ini berarti ia akan lebih sering berinteraksi dengan Rega, bahkan tiap hari. "Ada apa Ly, apa isi surat itu?" suara Vano terdengar tegang. Matanya menatap surat yang ada di tangan Lilyan. "Pak Rega mengangkatku jadi sekretaris pribadinya," jawab Lilyan dengan tegang. “Apa maksudnya? Kamu jadi sekretaris pribadi Rega?!” Lilyan menoleh, gugup. “Ya, sayang., aku juga tidak tahu kenapa Pak Rega memilihku." "Aku tidak terima Ly... Bagaimanapun juga kau adalah sekretarisku, Rega tidak bisa seenaknya saja mengambil sekretarisku!" Vano menahan geram. Dia berdiri dan melangkah keluar dari dalam ruangan Lilyan. "Mau kemana, Mas?" Lilyan berteriak pelan namun Vano tidak menggubrisnya. Lelaki itu berjalan cepat menuju ruangan Rega. BRAAKK! Dengan penuh amarah Vano membuka pintu, Namun sepertiny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status