Share

Makanan paling menjijikan

Gadis itu masih terdiam kaku untuk sesaat. Kakinya terasa tak bertenaga dan sukar digerakan. Apalagi hawa dingin yang teramat sangat, membuat aliran darah menjadi sedikit lambat mengaliri kakinya. 

Sesaat kemudian ... dia merasakan otot-otot tubuhnya sudah mulai melemas dan bisa bergerak.

Francesca berusaha menopang tubuhnya yang gemetaran oleh rasa dingin dan takut. Dia adalah gadis yang tumbuh di daerah panas. Hawa dingin 5°C ini terasa sangat membekukan bagi tubuh mungilnya. Francesca dengan sisa kekuatan melihat ke sisi tempat tidur, mencari kain tipis yang sebelumnya menutupi tubuh. 

Rasa lapar dan haus mengalahkan rasa lelah dan dingin yang dia rasakan. Kain tipis itu tak mampu membantu mengusir hawa dingin yang dia rasakan. Apalagi dinding-dinding batu di sekeliling ruangan tanpa pemanas, semakin mengantarkan rasa dingin yang menusuk tulang.

Francesca turun dari tempat tidur ketika dia merasakan kakinya sudah bisa bergerak. Dengan tertatih sambil menahan perih yang dia rasakan di kakinya yang lecet, Francesca menuju ke kamar mandi. Gadis itu memutar kran dan bergerak reflex menjauh ketika dirasakan betapa dingin air yang mengalir. Dia merasa haus. Tidak ada air mineral diruangan itu. Dengan terpaksa Francecsa harus minum dari air pancuran di kamar mandi.

"Cih!" Diludahkannya air yang dia tadahi dan minum dari tangan. Air itu jelas sekali air payau. Air dengan sedikit rasa asin dan aroma lautan. Sungguh tidak nyaman di lidah Francesca. Enggan rasanya dia menegak air itu, jika saja rasa haus tidak begitu menyiksa.

Perlahan Francesca terpaksa meminum air tersebut. Menegaknya dengan susah payah. Dia kemudian membasuh luka dan meringis menahan perih. Sesaat setelah menyelesaikan aktivitas di kamar mandi, tertatih dia kembali ke dalam kamar.

Gadis cantik itu menatap ke tempat tidur dengan busa tipis yang mengalasi. Akhirnya Francesca menggulung busa yang tipis untuk memberikan sedikit kehangatan di tubuhnya yang membeku kedinginan. Pakaian yang dia kenakan sudah robek di beberapa bagian tangan dan leher, membuat hawa dingin kian terasa menusuk.

Dalam balutan busa tipis itu  Francesca kembali menangis. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria bernama Enrico. Pria yang mengaku sebagai penggemar, namun berakhir dengan mengurung dan menyiksa dirinya. 

"Caroline?! Siapa dia."

Nama itu terasa tidak asing, namun Francesca tidak bisa mengingat. Ingatan Francesca hanya berawal ketika dirinya berusia lima setengah tahun. Tapi, bukankah hal itu wajar? Bukankah ingatan seseorang tentang masa kecil tidaklah selalu sempurna.

Dalam keresahan dan kebingungan gadis itu terlelap. Dia sudah terlalu lelah untuk berpikir dan meratap saat ini. Hawa dingin yang menggigit ini, membuatnya merasa terlalu lemah.

Entah berapa lama Francesca terlelap dalam gulungan kasur busa tipis itu. Saat dia baru saja terjaga dari tidur yang  tak lelap, tanpa disadarinya ada seseorang yang berdiri menatap ke arahnya dalam kegelapan. Francesca tersentak dan bergerak menjauh masih dengan memegang busa tempat tidur.

"Nyenyak sekali tidurmu. Kau sudah bisa menyesuaikan diri dengan keadaan dalam ruangan ini rupanya."

"Apalagi yang kau mau, Tuan? Tidak cukupkah kau menyiksa diriku?!" ucapnya dengan suara serak.

"Tersiksa? Hanya dengan seperti ini, kau katakan menyiksa?! Hahahahahaha," tawa Enrico terdengar keras dan menakutkan di telinga Francesca. Gadis itu mundur dengan busa tipis yang masih melingkar di tubuhnya, dia membentur dinding.

"Ini baru awal, kelinci kecil.  Seperti ini saja sudah  kau katakan siksaan." Enrico menyeringai mengejek.

Francesca terdiam. Sampai kapan pria itu akan bersikap seperti ini. Sampai kapan dia akan sadar, jika dirinya bukan wanita yang dimaksud. Kenapa pria ini  begitu keras kepala.  

"Tuan Enrico, anda bisa mencari tahu tentang diri saya. Nama saya Francesca dan saya adalah anak kedua dari Andrew Knight dan Diana Stevani," 

"Jangan berani-beraninya menyebut namaku. Kau tidak pantas memanggil namaku! Kau pikir aku bodoh, tidak mengenali dirimu? Kau Francesca atau Caroline sama saja. Kalian sudah berbagi satu dna. Dan ini adalah nasib burukmu," tegas Enrico.

Francesca sesaat termangu mendengar perkataan Enrico. Berbagi dna? Dengan Caroline? Apa maksudnya. Jika benar yang dikatakan lelaki di depannya ini, jadi daddy Andrew berselingkuh? Ataukah mommy Diana adalah istri kedua? 

Francesca menepis semua pikiran yang terlintas di kepalanya. Tidak mungkin mommy Diana adalah ibu tiri. Wanita itu begitu menyayangi dan selalu mendukung dirinya. Tidak pernah sekalipun Francesca merasa di bedakan dari keenam saudara lainnya.

"Tau dari mana kau tentang hidupku, tentang keluargaku. Aku bahkan baru bertemu dengan dirimu. Kita tidak saling mengenal," sahut Francesca dengan suara bergetar. 

Hawa dingin terasa semakin menusuk di malam hari. Dan lapisan udara terasa sangat tipis, membuat Francesca tersenggal saat meluapkan emosinya. Dia menahan dirinya, mengatur emosi dan tarikan nafas yang menyesakan dadanya. 

"Kau akan segera tahu kenyataannya, kelinci kecil. Kau akan menyadari, jika memang takdirmu adalah membayar dosa Caroline. Kau akan merasakan penderita yang sama seperti yang pernah aku rasakan," ujar Enrico dingin.

Seorang pelayan datang dengan membawa semangkok sup hangat, sepotong roti dan sebuah steak yang di letakan dalam wadah tertutup. Dalam nampan tersebut juga ada segelas air dan red wine. Pelayan lain juga datang dengan membawa kursi. Mereka menarik meja kecil yang berada disisi tempat tidur, untuk meletakan makanan. 

Enrico kemudian duduk di kursi tersebut, setelah kedua pelayan tadi keluar dan menutup pintu ruangan. Dia menegak air mineral dengan keras, hingga terdengar aliran air itu membasahi tenggorokan, sambil melirik kearah Francesca yang memalingkan wajahnya.

Kemudian dengan santainya, Enrico meniup sup hangat tersebut sebelum menikmatinya tentu saja dengan sikap yang mengejek Francesca. Menyeruputnya keras dan mengeluarkan suara kepuasan.

"Slurrrppp! Ahhh!"

Aroma sup itu terasa harum di penciuman Francesca membuatnya seketika merasa sangat lapar. Alarm di perutnya berbunyi dan dia baru sadar, jika sudah sehari ini tidak ada makanan yang masuk, kecuali air payau. Francesca menelan air ludahnya. Dia memalingkan wajah dan menutupi  dengan kasur busa tipis itu. Francesca dengan sekuat tenaga menahan rasa lapar. Dia tidak ingin dipermalukan karena mengemis kelaparan.

Enrico tersenyum dalam hati melihat sikap gadis itu. Dia sangat senang sekali berhasil membuat Francesca tersiksa dengan rasa lapar. Enrico kemudian mengambil sepotong roti dan melemparkan pada Francesca. Lemparan keras itu berhasil mengenai kepala gadis itu, sebelum akhirnya jatuh bergulir di lantai. Francesca mengelus kepalanya yang sakit akibat roti yang dilemparkan Enrico. 

Francesca melirik roti yang tergeletak di lantai. Roti yang bertextur keras di luar namun lembut di dalam, sesungguhnya sangat nikmat jika di makan dengan sup hangat, cukup menggodaa perutnya yang kelaparan. 

"Kau lapar bukan? Ayo, makanlah,"  ujar Enrico mengejek.

Francesca tetap memalingkan wajah. Dia tidak menghiraukan roti yang tergeletak di lantai kotor itu. Memang perutnya terasa lapar. Tapi, dia bukan binatang yang memakan makanan kotor. Harga diri masih dia junjung tinggi meskipun sudah tak berdaya. 

"Ah! Ternyata kau masih angkuh juga." 

Enrico kembali melahap steak di hadapannya. Dia makan dengan lahap tanpa memperdulikan Francesca. Menegak red wine sambil berulangkali mengecap dengan nikmat.

Hatinya benar-benar diliputi kebencian dan merasa sangat puas melihat mangsanya menderita. Ini penderitaan awal di hari pertama yang harus di rasakan oleh budak liar itu. Besuk Enrico akan melancarkan serangan yang lebih hebat. Bukti jika Francesca adalah anak buangan.

Tinggal sepotong kecil steak di garpu. Enrico melirik kearah Francesca sambil menyeringai. Dia kemudian melangkah mendekati gadis itu sambil membawa garpu steak tersebut. Tepat di hadapan gadis itu. Enrico memegang pipi Francesca dengan satu tangan besarnya. Memaksa gadis itu untuk memandang dirinya.

"Kau lapar, bukan? Mau aku suapin?"  Ucapannya penuh dengan nada mengejek

Enrico mengayunkan steak di tangannya, menggoda Francesca. Gadis itu diam, dia menggrahkan pandangan matanya ke arah lain.

"Hoi! Tatap aku! Kau lapar bukan? Ini kan yang kau mau," Enrico kembali memaksa Francesca untuk menatap ke arahnya sambil memainkan garpu yang berisi steak.

Francesca menatap Enrico sesaat sebelum memejamkan matanya kemudian. Dan sikap itu membuat Enrico marah.

"Beraninya kau mengacuhkan aku." 

Enrico meremas kedua pipi Francesca dengan satu tangan besarnya, memaksa gadis itu untuk membuka mulutnya. Francesca memberontak, tetapi himpitan tubuh pria itu terlalu kuat. Enrico kemudian memasukan steak itu ke dalam mulutnya, menyesapnya sesaat, membiarkan salivanya menempel pada daging kecil itu. Kemudian dengan kasar dia mendorong garpu berisi steak itu ke dalam mulut Francesca.

Gadis itu memberontak, dia berusaha menahan makanan itu untuk masuk ke dalam bibirnya. Tapi cengkeraman tangan Enrico yang kuat tidak mampu dia lepaskan. Steak bercampur saliva Enrico sudah masuk ke dalam mulut Francesca. Enrico tetap menghimpit tubuh gadis itu dan menahan mulutnya. Seberapa besar usaha Francesca untuk mengeluarkan steak itu, tetaplah sia-sia.  

Steak itu berputar dalam mulutnya sebelum akhirnya dia terpaksa menelannya. Melihat tenggorokan Francesca bergerak, Enrico tertawa menghina sambil melepaskan bekapannya. Francesca terbatuk-batuk. Dia membungkukan badannya memegang kerongkongan yang telah dialiri oleh steak bekas mulut Enrico. Dengan jijik Francesca memandang pria di hadapannya.

"Kau menjijikan!" 

"Bukankah kau lapar, hah?!  Aku sudah memberimu makan. Hahahaha ... bersyukurlah akan kebaikanku. Jangan lupa makan roti itu."

Enrico menendang roti yang tergeletak di lantai ke arah Francesca. Dengan pongah dan penuh kemenangan Enrico meninggalkan ruangan tersebut. Membiarkan piring sisa makananya tergeletak begitu saja.

Gadis itu meneteskan air matanya, tidak menghiraukan perbuatan Enrico. Dia memasukan seluruh tubuhnya kedalam lingkaran kasur busa tipis. 

Sungguh ini pertama kali dalam hidupnya, Francesca merasakan penghinaan dan penderitaan seperti ini. Bahkan Francesca yakin, narapidana di penjara pun diperlakukan dengan lebih baik. Sampai kapan dia akan mengalami penghinaan seperti ini. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ratnawati A
cerita bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status