Share

Kenyataan pahit

Malam sudah bergulir diterpa oleh cahaya mentari pagi. Kegelapan sirna digantikan dengan terang. Udara dingin sedikit demi sedikit mulai menghangat akibat sinar matahari yang muncul di ufuk timur. Suara deburan air laut terdengar samar-samar. Alam semesta tampak begitu indah.

Enrico terbangun dengan tubuh segar dan perasaan bahagia. Dia membuka jendela dan memandang deburan air laut sambil tersenyum lebar. Hembusan angin laut yang dingin dan kering, dia terima dengan sukacita. Hari ini, dia akan melemparkan sebuah kenyataan kepada Fransisca. Enrico tertawa membayangkan raut wajah gadis cantik itu jika membaca berkas yang dia terima. Tentu saja dia pasti akan shock.

Semua ini bermula dengan pertemuan pertamanya dengan Francesca di gedung Opera. Pertemuan itu menguak luka masa lalu dan membuat bara dendam muncul kembali. Enrico mulai mencari bukti jika Francesca adalah Caroline.

Dengan uang dan kekuasaan yang dia miliki. Enrico berhasil menguak semua misteri hidup Francesca, dalam waktu singkat. Dan dia berhasil membuktikan intingnya adalah benar. Francesca satu dna dengan Caroline. Gadis itu adalah anak kandung wanita yang dia benci. Francesca memang bukan Caroline. Tetapi gadis itu adalah keturunan wanita yang sangat ingin dia hancurkan. Dan bara dendam membuat nuraninya menjadi gelap. Francesca harus menjadi tumbal.

Enrico kemudian memerintahkan pelayan untuk membawa segelas teh hangat manis untuk Francesca. Dia sengaja memberikan sedikit kebaikan sebelum kembali menyaksikan tontonan yang sangat dinantikan seumur hidup. Penantian yang tidak sia-sia. 

Di meja makan, Enrico duduk seorang diri. Dia menatap sarapan pagi sambil termenung. Hari-hari yang sepi seperti biasanya. Menikmati makanan dalam kesendirian,  kecuali jika Leonardo datang.

Saat ini Enrico meninggalkan perusahaannya di Rome dan Venice. Semenjak pertemuan dengan Francesca di La Fenice Opera House, dia membawa gadis itu di pulau terpencil sebelah selatan Sisilia. Pulau yang hanya memiliki satu bangunan besar yaitu castle ini dan kurang dari lima puluh pekerja yang juga menggarap ladang zaitun. Menjadikan tempat ini benar-benar terisolasi. Hanya ada satu kapal yang datang setiap tiga minggu sekali, mengantar segala keperluan dan suplai makanan di pulau tersebut. 

"Pelayan. Bawa makanan ini ke menara," perintah Enrico. Pria itu akan kembali makan di hadapan Francesca. Menikmati makanan dengan pemandangan gadis cantik yang ketakutan, membuat sifat buas yang berisi dendam itu bergelora.

Francesca masih duduk di atas tempat tidur sambil menikmati segelas teh hangat yang dibawakan pelayan. Dia bersyukur dengan rasa manis yang membasai mulut dan tenggorokannya. Saat ini setidaknya rasa lapar bisa sedikit bersahabat.

Kehangatan dari teh manis itu membuat perasaan Francesca menjadi sedikit lebih baik. Tubuhnya sedikit mengangkat. Dengan cepat dia minum teh hangat tersebut, sebelum udara menjadikan teh itu dingin. Baru saja dia menghabiskan teh manis  itu ketika Enrico datang dengan bersama pelayan yang membawa makanan. Pria itu dengan angkuh duduk di kursi yang sama di hadapan Francesca.

Kejadian semalam terulang lagi. Enrico menikmati omlet, sosis dan roti bakar madu dengan nikmat. Tanpa menghiraukan Francecsa yang meringkuk kelaparan di sudut ruangan. Gadis itu duduk bersandar di tiang kayu tempat tidur, sambil memeluk kedua lututnya. Dia menutupi hidung dan mulut dari aroma makanan yang menusuk indera penciuman. Aroma itu membuat rasa lapar terasa amat sangat melilit.

     'Pria aneh!''

Enrico terkekeh melihatnya, dia merasa puas. Dejavu itu kembali terulang, saat Enrico kecil meringkuk kelaparan ketika Caroline asyik makan bersama ayahnya. Enrico puas bisa melihat Francesca yang kelaparan, meskipun gadis itu jauh lebih angkuh. Francesca tidak sedikitpun memohon padanya untuk sekedar sesuap makanan. Gadis itu hanya meminta dibebaskan. Dan selebihnya dia diam membisu. Masih terlihat roti yang teronggok di lantai, tidak tampak tercuil sedikitpun.

"Aku sudah kenyang. Dan kau juga tampaknya ... sudah cukup kenyang dengan teh manis itu bukan?" 

Enrico menyeringai lebar sambil mengusap mulutnya dengan kain. Dia kemudian berdiri menghampiri Francesca dengan sebuah map di tangannya. Francesca beringsut menjauh, dia takut lelaki itu akan kembali bersikap kasar. 

"Ini bukti jika kau berbagi dna dengan Caroline, wanita jalang itu. Lihat dan baca!" 

Enrico melemparkan sebuah amplop coklat ke hadapan Francesca. Gadis itu hanya melirik, namun tidak bergeming. Tidak ada niatan untuk menyentuh amplop yang dilempar oleh Enrico.

"Lihat, ayo lihattt!" paksa Enrico tak sabar.

Pria itu menggeram kesal melihat sikap membangkang Francesca. Dengan jengkel dia menghampiri Francesca, membuka ampop itu dan mengeluarkan dokumen di dalamnya.

"Kau tidak bisa membaca ternyata. Aku bantu dirimu melihat hasil test dna ini. Caroline dan Francesca match 99%. Itu artinya kau anak wanita jalang itu." ujar Enrico mencemooh.

Francesca tidak menjawab, tidak juga berusaha melirik ke arah Enrico. Gadis itu masih beraut wajah dingin. Tatapannya lurus menatap ke arah luar jendela.

"Ayah kandungmu adalah Manuel, penduduk Tuscany. Jadi ... Andrew Knight dan Diana Stevani tidak memiliki hubungan darah dengan dirimu. Kau hanyalah anak pungut. Anak yang dibuang oleh Caroline. Kau mengerti?" 

Kesal tidak mendapatkan reaksi apapun dari Francesca, Enrico memegang leher belakang gadis itu agar menatap dokumen yang ada ditangannya. Dia memaksa Francesca untuk membaca.

"Lihat hasil dna ini. Aku tidak berhalusinasi. kau darah daging Caroline. Dan itu sebabnya kau yang harus menanggung dosa wanita itu!" 

"Aku tidak percaya perkataanmu," desis Francesca dengan menekan suaranya.

"Kau tidak percaya? Lihat foto Caroline. Serupakan dengan dirimu!" 

Ditunjukannya oleh Enrico foto wanita muda dengan raut wajah dan struktur tulang yang sama persis dengan Francesca. Gadis itu memalingkan wajahnya, menolak untuk melihat lebih lama.

"Kau Francesca ... anak Caroline ... anak Caroline! Kau hanya anak pungut Andrew Knight dan Diana Stevani ... hahahaha ... anak Caroline." 

Dengan penuh kemenangan Enrico tertawa puas. Francesca diam membisu, namun air mata mulai mengalir di pipinya. Meskipun dia sudah menyembunyikan wajah, tetapi Enrico masih bisa melihat air yang menetes.

"Hahahaha ... sekarang kau percaya padaku? Kau berbagi dna dengan Caroline. Dan ini adalah takdirmu untuk membayar dosa-dosa wanita jalang itu. Kau selamanya akan menderita disisiku." 

"Keluarrr!  Keluar kau psikopat! Aku bukan anak Caroline. Aku Francesca! Ibuku Diana Stevani. Kau sudah gilaaaa. Keluarrr!" 

Francesca tiba-tiba histeris. Dia menutupi kedua telinganya tidak mau mendengar perkataan Enrico. Kata-kata pria itu membuat hati dan pikirannya menjadi sangat sakit. Dia membenci Enrico.

"Aku tidak gila. Itu kenyataan yang kau harus ketahui. Selamat ya, akhirnya kau mengetahui siapa ibu kandungmu." Enrico menepuk lembut punggung Francesca.

"Jangan sentuh aku. Keluar kau pembohong! Kau pembohong! Kau sengaja melakukan ini hanya untuk memuaskan dendam tak beralasanmu!" teriak Francesca sambil menepis tangan Enrico.

"Dendam tak beralasan katamu?" Enrico memegang kedua bahu gadis itu dan mengguncangnya.

"Kau tahu, Caroline sudah membuat papa mengusir mama. Mama yang malang harus meninggal dalam duka, sementara wanita itu hidup  bahagia dengan bergelimangan harta. Pencuri itu sudah merengut semua yang menjadi hak milik mama. Itu yang kau katakan tak beralasan?" 

Suara Enrico begitu penuh dengan dendam dan kebencian. Dia mengatakan semua itu tepat dihadapan wajah Francesca, yang menatapnya balik dengan sikap menantang. Gadis itu tetap teguh pada pendirian. Dia tidak percaya.

Dengan kesal Enrico mendorong tubuh Francesca ke atas tempat tidur yang tipis. Dia kemudian melempar dokumen itu tepat di wajah Francesca. 

"Lihat dan baca dengan teliti. Pandangi foto wanita itu! Terimalah takdirmu untuk menderita di sisiku." 

Enrico kemudian meninggalkan Francesca yang termangu. Air mata  tak berhenti mengalir. Gadis itu meringgkuk di atas tempat tidur dan berteriak memanggil ibu yang membesarkannya. 

"Mommy ... mommy ... aku anakmu, bukan? Mommyyy ... Francesc ingin pulang.  Frances ingin memelukmu. Mommy ...," ucapnya dengan pikiran tertuju pada Diana Stevani, sosok ibu yang dia kenal selama ini.

Dan gadis itu jatuh tertidur sambil merasakan beban yang sangat berat. Kenyataan pahit yang baru dia dapatkan dari Enrico membuat Francesca sangat terguncang. Dia tidak ingin mempercayai semua itu. Namun kata-kata itu terus mempengaruhi dirinya.

Hanya satu hal yang gadis itu inginkan  yaitu berharap semua ini hanyalah sebuah mimpi dan saat dia terjaga dia sudah berada dalam pelukan keluarganya.

                     ❤❤❤❤❤

Ikuti i* author yuk untuk info cerita lainnya.

@taurusdi_author

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status