Rinjani membalas pelukan itu dengan hati ringan. Setelah mengakui isi hatinya, dia merasa lebih lega.“Dengar aku dulu.” Tetapi, dia merasa ada beberapa hal yang masih harus terus dia sampaikan ke Brama.Brama membiarkan tubuhnya didorong mundur oleh Rinjani, tapi tangannya masih berada di pinggang gadis itu.“Aku mau hubungan ini ada timing yang jelas.”“Maksudnya?” Brama menyipitkan matanya berbahaya. “Kamu nggak merencanakan putus dari awal, kan?”Rinjani memutar bola matanya kesal. “Bukan gitu. Aku Cuma mau ada arah yang jelas di hubungan ini.” Dia menghembuskan napas panjang. “Kalau dalam waktu enam bulan kita nggak bisa memutuskan untuk menikah, kita akan mengakhiri semuanya.”Dia serius saat menganggap ini adalah kesempatan terakhir untuknya dan juga Brama.“Enam bulan?” Brama tidak langsung setuju, dia berpikir sejenak. “Kalau kamu yakin, aku bisa menikahi kamu sekarang.” Dia tidak mengerti kenapa harus menunggu enam bulan.Mereka sudah saling kenal begitu lama juga.
Andre menahan rasa jengkelnya menahan jawaban sinis Rinjani itu. “Aku sudah bilang semuanya. Sekarang, terserah kamu mau melakukan apa.”“Benar-benar terserahku? Atau setelah ini kamu akan memaksa bertemu lagi, untuk mengguruiku?" Andre mendengus malas. “Kalau kalian agak make sense sedikit, aku juga nggak akann pusing begini. Aku juga mau fokus cari istri!”Jawaban itu sungguh tidak disangka Rinjani. Dia tidak suka banyak orang berusaha menyetir ke arah mana hubungan ini akan berjalan. Namun, di saat yang sama dia juga mengakui, terlalu banyak keragu-raguan.Dia tidak menerima dan tidak menolak. D“Oke, aku tahu. Akan aku pikirkan.”“Jangan lama-lama. Jangan sampai kamu terlalu menikmati perhatian Brama, tapi nggak mau memberinya kepastian.”“Aku tahu!”Rinjani merasa malu, dia keluar dari mobil itu dengan perasaan campur aduk. Apa yang dilakukan Brama membuat dia memikirkan kembali semuanya.Terutama apa yang dilakukannya terhadap Kiara. Apakah Kiara keterlaluan? Ya,
***Rinjani baru hendak pulang dari kantornya saat menemukan Andre menunggu di dalam mobilnya.Rinjani malas melihat pria itu dan langsung berjalan menjauh. Namun, Andre langsung keluar dari mobilnya dan mengejar Rinjani.“Ada apa lagi?” Rinjani jengkel. “Brama saja tidak sebegininya menemuiku! Kamu suka aku?!” Dia tidak habis pikir, kenapa tidak ada yang memberikannya ketenangan.“Sorry, kalau kedatanganku mengganggu. Kali ini aku benar-benar perlu bicara!”Rinjani memutar bola matanya malas. “Ya, ya, menurutmu itu perlu, menurutku nggak! Aku bahkan minta Brama untuk memberiku waktu berpikir. Kenapa kamu terus mengganggu?”“Oh, kamu menghindar lagi dari Brama? Pantas saja dia uring-uringan!”Rinjani memutar bola matanya malas. “Aku juga uring-uringan! Aku sedang banyak kerjaan! Jadi tolong, jangan tambahi beban pikiranku.”“Apa kamu tahu, kalau sebagian besar klien-mu itu datang karena rekomendari dari Brama?”Langkah kaki Rinjani terhenti mendengar itu. “Kamu bilang apa?”“Sek
***Malam itu, Kiara berdiri kaku di ruang kerja ayahnya, wajahnya pucat mendengar keputusan yang baru saja dijatuhkan.“Skandal apa lagi itu? Apa belum cukup kamu bikin malu keluarga?!” “Pa, itu bukan salahku. Aku nggak tahu mereka akan unggah video itu dan bikin heboh. Itu cuma salah paham sepele saja awalnya.”“Ceritanya bagaimana, Papa nggak peduli! Kalau kamu nggak jadi penyanyi nggak becus itu semua ini nggak akan terjadi!”Kiara menunduk ketakutan mendengar teriakan ayahnya itu. Tangannya terkepal kuat, sangat ingin melawan tapi di saat yang sama dia tidak punya keberanian untuk itu.Dia kesal pada dirinya sendiri yang tidak juga bertambah keberanian meski sudah bertahun-tahun berusaha menghindari ayahnya.“Pa, aku janji masalah ini nggak akan lama. Orang-orang di internet itu pelupa. Selama ada masalah lain lagi, masalah ini nggak akan tersorot lagi.”"Kamu harus segera mundur dari dunia hiburan dan fokus pada pernikahanmu," ujar ayahnya dengan suara datar, tanpa ada
“Kenapa kamu resmi banget? Kamu bisa ketemu dia kapanpun, kan?” Celia justru heran dengan perubahan sikap Andre itu. Dari pertama kenal pria ini, dia terlihat seperti begitu santai dan malah cenderung urakan. Sama sekali tidak mencerminkan dia adalah seorang asisten ternama yang selalu berada di sisi Brama.Meski tampangnya serius tapi begitu Andre bicara selalu terkesan seenaknya. Seakan tidak ada yang bisa mengekangnya. Ternyata, dia hanya belum bertemu sisi serius Andre saja.“Bukan gitu. Ini mungkin memberatkan kamu, tapi aku mau kamu bantu aku membuat Rinjani kembali ke Brama.”Celia menyipitkan matanya. “Jadi, kamu mendekatiku dengan tujuan ini?”Deg!Andre merasakan ada bahaya saat itu. Kalau dia tidak bisa menjelaskan, hubungan yang belum di mulai ini mungkin akan segera berakhir.“Bukan gitu. Aku serius, tertarik sama kamu.” Andre berkata dengan sangat cepat, nafasnya sampai sedikit memburu. “Aku Cuma ngerasa nggak akan bisa mendapat kehidupan yang tenang sebelum mereka
“Brama!”Brama menoleh dan menemukan Kiara sudah berlari ke arahnya.“Aku tahu! Ini semua pasti karena campur tangan kamu! Apa salahku sampai kamu memperlakukanku seperti ini?!”Brama menatap Kiara sejenak. Kemudian berjalan menjauh. Suasana hatinya sedang buruk dan tidak ingin berurusan dengan sesuatu yang membuatnya semakin jengkel."Kamu selalu diam! Selalu dingin! Apa belum cukup semua usahaku menyenangkan kamu selama ini?!Kenapa kamu lakukan ini padaku?!" teriaknya, suaranya gemetar.Dia selalu percaya kalau dia akan mendapatkan apapun yang dia mau asal dia berusaha keras. Sebelumnya dia hanya menganggap Brama tantangan yang sulit bukan sesuatu yang mustahil.Kiara sadar, sikap Brama harusnya membuatnya sadar diri dan segera mundur. Namun, dia tidak bisa menerima kenyataan kalau dia gagal setelah semua usahanya itu. Pada akhirnya dia impulsif dan menantang Rinjani. Dia sudah menduga kalau Brama akan membantu Rinjani tapi dia tidak menduga secepat itu.Brama memandangnya di