Home / Romansa / Gelora Cinta Sang Mafia / Lelaki di Tengah Pelarian

Share

Lelaki di Tengah Pelarian

Author: Embun Senja
last update Last Updated: 2025-07-10 12:49:02

Langkah Adelia terhuyung. Nafasnya tersengal, tubuhnya lemas. Dua pria berbadan besar terus mengejarnya sejak ia keluar dari rumah sakit. Seolah-olah Adelia adalah seorang tawanan mereka.

Mereka memakai jaket hitam dan kacamata gelap, penampilannya cukup untuk membuat jantung Adelia nyaris copot.

“Cepat! Dia masuk ke gang itu!” suara salah satu dari mereka membuat Adelia makin panik.

Ia menoleh ke belakang. Tak ada orang di jalanan sore itu. Tak ada polisi. Tak ada tempat untuk bersembunyi. Ia menyesal tak langsung pulang. Tapi nasi sudah jadi bubur kakinya terus berlari entah ke mana.

Saat ia panik tak tau harus melakukan apa tiba-tiba sebuah tangan kuat menarik tubuhnya dari belakang. Ia nyaris menjerit, tapi tangan pria itu menutupi mulutnya.

“Ssst... diam kalau kau mau selamat.”

Adelia terpaku. Ia melihat wajah pria asing itu dalam jarak yang sangat dekat. Mata tajam. Rahang tegas. Pakaian rapi, jam tangan mahal. Tapi yang paling menonjol, auranya dingin, berwibawa, dan berbahaya.

Pria itu menariknya masuk ke dalam pintu besi yang tersembunyi di balik tembok gudang. Mereka berdiri di antara rak-rak berdebu, dengan cahaya remang.

Adelia menahan napas. Jantungnya masih berdetak kencang.

“Siapa kau?” bisiknya panik.

Pria itu menatapnya beberapa detik. “Aku bukan musuhmu.”

Langkah kaki para pengejar semakin menjauh. Setelah yakin keadaan aman, pria itu melonggarkan genggamannya.

“Kenapa mereka mengejarmu?” tanyanya.

Adelia ragu menjawab. Tapi wajah pria itu meski mencurigakan tidak menunjukkan niat jahat padanya.

“Mereka... mungkin suruhan seseorang,” gumam Adelia.

“Dimas Wirawan?” tanya pria itu cepat.

Adelia menatapnya penuh curiga. “Kau kenal dia?”

Pria itu menyeringai tipis. “Sayangnya, iya.”

Setelah memastikan situasi benar-benar aman, pria itu keluar lebih dulu. “Ikuti aku.”

Adelia ragu, tapi akhirnya mengikutinya. Pria itu membukakan pintu mobil hitam mewah untuknya. Mobil yang tak cocok berada di kawasan seperti ini.

Di dalam mobil, Adelia baru sadar kalau ia belum tahu siapa sebenarnya pria ini.

“Siapa kau?” tanyanya pelan, wajahnya yang panik tak bisa ia sembunyikan.

“Namaku Raka. Raka Anggana.” ucapnya sambil tersenyum tipis melihat wajah Adelia diselimuti ketakutan.

Adelia terdiam.

“Aku tahu kau tidak percaya begitu saja. Tapi tenang saja. Aku tidak akan menyakitimu. Aku bukan preman jalanan. Aku cuma menjalankan bisnis.”

Adelia menggigit bibir. “Kau mafia?”

Raka tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap lurus ke jalan. “Aku orang yang tahu caranya bertahan di dunia yang kotor ini tanpa jadi binatang.”

Suasana hening beberapa saat.

“Aku tahu Dimas. Dia bukan tipe orang yang membiarkan wanita pergi begitu saja, apalagi setelah apa yang kau lakukan demi adikmu.”

Adelia menegang. Raka tahu. Tapi bagaimana?

“Aku punya mata di banyak tempat, Adelia. Termasuk rumah sakit tempat adikmu dirawat,” sambungnya.

“Kau memata-matai aku?”

“Bukan memata-matai. Mengamati.” Ia menoleh, menatap mata Adelia. “Karena kau... menarik perhatianku sejak pertama kali kulihat duduk sendirian di bangku rumah sakit, menggenggam kantong obat sambil menahan tangis.”

Adelia terdiam lalu menunduk.

Mobil berhenti di depan rumah tua yang sudah tidak layak huni. Raka membuka pintu mobil untuknya.

“Aku antar sampai sini. Tapi kalau mereka datang lagi, jangan hadapi sendiri. Hubungi aku.”

Ia menyerahkan sebuah kartu nama tanpa gelar, hanya nama dan nomor telepon.

“Kenapa kau membantuku?” tanya Adelia sebelum turun.

“Karena aku membenci pria yang mempermainkan kelemahan orang lain demi kepuasan sendiri.”

Adelia hanya menatapnya. Tak tahu harus berkata apa. Hatinya campur aduk, takut, bingung, tapi... ada sedikit rasa tenang yang muncul entah dari mana.

Beberapa Minggu Kemudian,

Raka kembali muncul. Kali ini bukan untuk menyelamatkan, tapi menawarkan sesuatu yang mengejutkan Adelia.

Raka membawa Adelia ke satu tempat yang sepi, meskipun terlihat tenang, tapi Adelia sangat gusar, bagaimana jika tiba-tiba Raka Anggana melukainya?.

“Menikahlah denganku.” tanpa basa-basi Raka Anggana mengatakan hal yang tak pernah ia dengar sebelumnya.

Adelia membeku. “Apa?”

“Ini bukan main-main. Aku tahu kau tak punya siapa-siapa. Aku juga tahu dunia ini kejam. Tapi aku bisa menjagamu dan Amel.”

“Kau tidak mencintaiku, kau juga tidak tau aku siapa, aku tidak ingin kau memanfaatkan kelemahanku demi ambisi mu, kau sama seperti yang lain," gumam Adelia.

“Cinta? Aku tidak percaya itu. Tapi aku percaya pada rasa tanggung jawab. Dan aku... merasa bertanggung jawab melindungimu.”

Adelia tak langsung menjawab. Tapi sejak hari itu, bayangan Raka terus menghantui pikirannya.

Satu bulan kemudian, pernikahan sederhana mereka digelar. Hanya saksi dan catatan sipil. Tanpa pesta. Tanpa keluarga. Tanpa cinta.

Hanya dua orang yang mencoba menyembuhkan diri dengan cara masing-masing.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Rencana Dalam Bayangan

    Setelah beberapa hari berlalu setelah pertemuan Amel dengan Dimas, semuanya terlihat seperti biasa.Suara langkah kaki Amel terdengar pelan menuruni tangga. Malam itu sunyi, hanya desiran angin dari sela jendela yang sedikit mengusik keheningan rumah. Di ruang tengah, Adelia dan Raka duduk berdampingan di sofa, belum bisa tenang setelah insiden di gudang. Tatapan Adelia langsung menajam ketika melihat sosok adiknya muncul dari balik dinding. "Amel," panggilnya lembut. Amel berhenti sejenak, seolah ragu untuk melangkah lebih dekat. Tapi ia tahu, jika malam ini tak bicara, semuanya akan memburuk. Ia duduk perlahan di kursi seberang. Jemarinya saling menggenggam erat. Ada ketakutan di matanya campuran rasa bersalah dan keraguan. “Aku… aku minta maaf, Kak,” ucap Amel akhirnya, suaranya serak. “Aku pergi tanpa bilang apa pun. Aku cuma butuh jawaban.” Adelia menggenggam tangan Raka sesaat, lalu menatap adiknya. “Jawaban dari pria yang pernah menghancurkan hidupku?” Amel menunduk. “Di

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Pertemuan Yang Beracun

    Langkah Amelia menyusuri trotoar malam itu terasa ragu, tapi tekadnya tak surut. Ia terus menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari nomor tak dikenal. “Datanglah ke taman kota, bangku paling ujung. Jangan ajak siapa pun. Aku akan tunjukkan semuanya.” Amel tahu siapa pengirimnya. Hatinya masih bimbang, tapi rasa ingin tahu jauh lebih kuat dari logika. Ia ingin tahu kebenaran yang selalu menggantung di kepalanya. Apalagi ia masih berusia 15 tahun, rasa ingin tahunya sangat tinggi, terutama mengenai pesan yang terus di kirimkan Dimas padanya tanpa henti. Apakah benar... kakaknya menjual kehormatan demi dirinya? kata-kata itu seolah bagai beling yang menancap di jantungnya selama ini. Ia menunduk. Nafasnya semakin kencang. Angin malam menyapu rambutnya, membuat tubuhnya menggigil. Tapi jauh lebih dingin dari udara adalah bayang-bayang rasa bersalah dan kebencian yang mulai tumbuh dalam hati kecilnya. Dari kejauhan, seseorang berjalan mengikuti dengan langkah yang terlat

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka di Balik Pelukan

    Pintu rumah terbuka perlahan. Sosok Raka masuk dengan langkah tertatih, darah mengering di lengan dan bajunya kusut. Sorot matanya tajam, tapi tubuhnya tak lagi setegap biasanya. Antoni mengikuti di belakang, memegangi perutnya yang terkena serpihan peluru. “Raka!” Adelia segera berlari dari ruang tengah. Napasnya tercekat saat melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Matanya membelalak, tubuhnya gemetar melihat luka di bahu Raka. “Apa yang terjadi?! Astaga, kamu terluka!” Adelia langsung menggamit tangan Raka, membantunya duduk di sofa. “Kenapa kamu nggak bilang mau ke tempat berbahaya?!” Raka hanya menatapnya dalam diam. Ia menarik napas dalam dan mengusap rambut istrinya dengan lembut. “Tenang, aku baik-baik saja... cuma... luka kecil.” “Luka kecil dari mana?!” Adelia meraih kotak P3K dengan tangan gemetar. Ia membersihkan luka Raka dengan tangan yang berkeringat. “Kamu... kamu selalu bilang akan lindungi aku. Tapi bagaimana kalau kamu...” “Delia,” Raka menyentuh pipinya.

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Tundukkan atau Hancur

    Setelah aksesnya di blokir oleh Raka, ia tetap berusaha untuk menghubungi Raka Anggana. Pagi setelah matahari terbit, Adelia sudah menyiapkan sarapan dan pakaian yang akan di pakai oleh Raka. Amelia, yang masih dalam perawatan tidak bisa sepenuh membantu kakaknya mengurus semua keperluan mereka. Tapi semampunya ia tetap berusaha. Raka, sesaat sebelum berangkat ke kantor, ia melihat beberapa pesan di ponselnya dari Agnesia yang memintanya datang ke sebuah gedung tua, gedung yang dulunya tempat mereka sering transaksi sebelum mereka bermusuhan. "Apalagi yang dia inginkan? setelah memfitnah ku, aku tau dia menginginkan sesuatu yang lain," ucapnya, tapi kali ini ia tidak akan membiarkan Agnesia melancarkan aksinya. Gudang tua itu tak berubah sejak terakhir kali Raka menginjakkan kaki di sana gelap, lembap, dan penuh debu masa lalu. Tapi malam ini berbeda. Malam ini, tempat itu jadi panggung bagi dua masa lalu yang tak selesai. Raka berdiri tegak di tengah ruangan, bahunya rileks, ta

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka yang Belum Sembuh

    Suasana kamar sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar. Adelia duduk di tepi ranjang, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Tapi malam itu terasa lebih panjang dari biasanya, dan akhirnya suara pintu diketuk keras dari luar."Ka, kita harus bicara. Sekarang!" suara Amelia terdengar jelas, lebih mendesak daripada biasanya.Adelia menarik napas panjang. Ia tahu pembicaraan ini akan menyakitkan, tapi ia tidak bisa lagi menghindar. Ia membuka pintu, dan Amel langsung masuk dengan wajah penuh emosi."Kak... aku sudah tahu semuanya," ujar Amel dengan suara berat. "Malam itu, operasi... dan pria itu Dimas."Tubuh Adelia menegang. Ia menatap mata Amel yang berkaca-kaca, seakan menuntut penjelasan."Aku dengar dari orang itu sendiri, Kak. Dimas bilang semuanya tentang malam itu, tentang uang itu," lanjut Amel dengan suara bergetar.Adelia nyaris roboh. Jantungnya terasa diremas-remas. Ia tahu hari ini akan tiba, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini."Maafkan Kakak, Mel..."

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Di Antara Kebohongan dan Kebenaran

    Adelia menatap pantulan dirinya di cermin kamar tidur. Wajahnya pucat, mata sembab, dan senyum yang biasanya merekah kini tak tampak sedikit pun. Sejak pagi, ia tak berkata apa-apa pada Raka. Hanya diam dan terus memikirkan kalimat yang terngiang di telinganya. "Agnesia... hamil anak Raka?" Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinganya. Itu bukan sesuatu yang mudah dicerna oleh wanita mana pun, apalagi oleh Adelia yang masih mencoba menyembuhkan luka masa lalu. "Aku harus tenang. Raka bukan tipe pria seperti itu," gumamnya pelan sambil menyentuh perutnya sendiri. Kosong. Datar. Tapi perasaannya berkecamuk. Hatinya seakan hancur berkeping. Suara ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Raka berdiri di sana dengan wajah lelah, dasi yang sudah longgar, dan tatapan memohon. "Sayang... kita harus bicara." Adelia hanya menatapnya, tak menjawab. Tapi Raka masuk dan duduk di tepi ranjang, mencoba mencari kata. "Agnesia muncul tiba-tiba... aku juga kaget. Dia bilang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status