Home / Romansa / Gelora Cinta Sang Mafia / Hangat yang Tak Sempat Menyentuh

Share

Hangat yang Tak Sempat Menyentuh

Author: Embun Senja
last update Huling Na-update: 2025-07-10 13:14:39

Pernikahan itu terasa seperti mimpi yang belum sempat ditangkap. Adelia masih belum percaya kalau dirinya kini resmi menjadi istri dari Raka Anggana seorang pria yang datang begitu tiba-tiba dalam hidupnya, namun menyelamatkannya dari kehancuran yang lebih besar.

Hari-hari pertama setelah pernikahan mereka berjalan tenang. Raka bersikap sangat dewasa dan sabar. Ia tidak pernah menyentuh Adelia tanpa izin, bahkan saat malam pertama pun, ia hanya membiarkannya tidur di ranjang sementara dirinya memilih tidur di sofa panjang dekat jendela.

“Kalau kamu belum siap, aku akan tetap di sini. Jangan khawatir,” katanya malam itu, dengan suara lembut yang tak biasa ia dengar dari pria mana pun.

Adelia hanya mengangguk pelan, lalu membenamkan tubuh ke balik selimut. Matanya memandang langit-langit, tapi pikirannya masih dipenuhi bayangan kelam dari malam tragis itu.

Namun, setiap pagi ia terbangun dan melihat Raka sudah lebih dulu bangun, membuatkan teh atau sarapan sederhana, rasa takut dalam dirinya perlahan mulai meluruh.

“Kau suka roti panggang?” tanya Raka suatu pagi.

Adelia mengangguk pelan. “Iya... terima kasih.”

“Kalau kamu nggak suka, bilang aja. Aku bisa belajar bikin yang lain.”

Pria itu yang katanya seorang mafia berdarah dingin bahkan tak ragu untuk memasak sarapan sendiri. Ia juga tak pernah memaksa Adelia bicara, apalagi menceritakan masa lalunya.

Adelia tahu, ini bukan rumah impian. Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa sangat aman.

Setiap malam, mereka hanya berbincang sebentar. Raka kadang menceritakan hal-hal ringan tentang bisnisnya, tentang dunia luar yang menakutkan, yang Adelia tak pernah sentuh sejak trauma itu datang, bahkan tentang masa kecilnya yang jauh dari orang tua.

“Aku dibesarkan nenek. Ayahku sibuk urusan bisnis, ibuku lebih suka pamer sosialita. Aku lari dari rumah umur lima belas.” ucap Raka menghela nafas, ia memiliki segala kemewahan dan uang, tapi tidak dengan kasih sayang orang tuanya.

Adelia hanya diam, tapi dalam hati ia merasa sedikit dekat dengan Raka. Mereka sama-sama terluka. Sama-sama tumbuh tanpa pelukan yang cukup.

Tapi tetap saja, setiap kali Raka berjalan terlalu dekat, Adelia menegang, ia ketakutan, seolah ia berada di malam yang paling kelam dulu.

Suatu malam, Raka menyadari itu. Ia baru keluar dari kamar mandi saat Adelia sedang membereskan lemari. Saat tanpa sengaja ia menyentuh lengan Adelia, gadis itu langsung memucat dan menjauh.

“Maaf,” kata Raka cepat. “Aku nggak bermaksud menakuti mu.”

Adelia menunduk. “Bukan salah mu Raka... aku cuma...”

“Aku tidak akan memaksamu untuk melakukan itu, jangan takut, kita menikah supaya kamu dan Amelia terlindungi.”

Adelia menatapnya. Matanya berkaca-kaca.

“Kenapa Mas Raka begitu baik?” bisiknya.

Raka menghela napas, lalu tersenyum tipis. “Karena kamu manusia, Del. Bukan barang. Dan aku bukan monster yang akan memaksamu hanya karena kita suami istri.”

Adelia tak tahu harus berkata apa. Tapi malam itu, ia tidur dengan lebih tenang.

Dan pagi harinya, untuk pertama kali sejak malam kelam itu, Adelia bangun dengan perasaan tidak terlalu hancur. Ia keluar kamar, melihat Raka sedang menyiram bunga di halaman kecil rumah mereka.

Matahari pagi menyentuh pipi lelaki itu. Rambutnya sedikit berantakan, tapi ada ketenangan yang terpancar dari wajahnya. Raka menoleh dan tersenyum.

“Selamat pagi, Nyonya Anggana.” Raka meledeknya, seolah mereka sudah hidup bersama sejak dulu.

Adelia tertawa kecil. “Pagi juga, Tuan Anggana.”

Dalam momen singkat itu, dunia terasa sedikit lebih indah.

Meski belum sempurna. Luka Adelia masih sangat dalam. Tapi ia perlahan mulai percaya, mungkin bahagia itu tidak benar-benar mustahil untuknya dan juga Amel.

Ia pun menghela nafasnya, akhirnya ia menghirup udara segar yang sebelumnya tak lagi ia rasakan.

"Tak kan ku biarkan mimpi buruk itu datang lagi, mulai hari ini dan seterusnya, aku dan Amel akan hidup bahagia, entah kenapa pria yang menolong ku saat itu kini menjadi suamiku, aku percaya padanya sepenuhnya, ia akan melindungi ku, karena awal pertemuan ku dengannya tidak ada keraguan di hatiku jika dia orang jahat," gumam Adelia, lalu ia iseng menyemprotkan air ke tubuh Raka.

Mata Raka bersinar saat Adelia tersenyum lebar dan lepas.

"Berbahagialah selamanya istriku, Adelia Anggana," bisiknya dalam hati.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Rencana Dalam Bayangan

    Setelah beberapa hari berlalu setelah pertemuan Amel dengan Dimas, semuanya terlihat seperti biasa.Suara langkah kaki Amel terdengar pelan menuruni tangga. Malam itu sunyi, hanya desiran angin dari sela jendela yang sedikit mengusik keheningan rumah. Di ruang tengah, Adelia dan Raka duduk berdampingan di sofa, belum bisa tenang setelah insiden di gudang. Tatapan Adelia langsung menajam ketika melihat sosok adiknya muncul dari balik dinding. "Amel," panggilnya lembut. Amel berhenti sejenak, seolah ragu untuk melangkah lebih dekat. Tapi ia tahu, jika malam ini tak bicara, semuanya akan memburuk. Ia duduk perlahan di kursi seberang. Jemarinya saling menggenggam erat. Ada ketakutan di matanya campuran rasa bersalah dan keraguan. “Aku… aku minta maaf, Kak,” ucap Amel akhirnya, suaranya serak. “Aku pergi tanpa bilang apa pun. Aku cuma butuh jawaban.” Adelia menggenggam tangan Raka sesaat, lalu menatap adiknya. “Jawaban dari pria yang pernah menghancurkan hidupku?” Amel menunduk. “Di

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Pertemuan Yang Beracun

    Langkah Amelia menyusuri trotoar malam itu terasa ragu, tapi tekadnya tak surut. Ia terus menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari nomor tak dikenal. “Datanglah ke taman kota, bangku paling ujung. Jangan ajak siapa pun. Aku akan tunjukkan semuanya.” Amel tahu siapa pengirimnya. Hatinya masih bimbang, tapi rasa ingin tahu jauh lebih kuat dari logika. Ia ingin tahu kebenaran yang selalu menggantung di kepalanya. Apalagi ia masih berusia 15 tahun, rasa ingin tahunya sangat tinggi, terutama mengenai pesan yang terus di kirimkan Dimas padanya tanpa henti. Apakah benar... kakaknya menjual kehormatan demi dirinya? kata-kata itu seolah bagai beling yang menancap di jantungnya selama ini. Ia menunduk. Nafasnya semakin kencang. Angin malam menyapu rambutnya, membuat tubuhnya menggigil. Tapi jauh lebih dingin dari udara adalah bayang-bayang rasa bersalah dan kebencian yang mulai tumbuh dalam hati kecilnya. Dari kejauhan, seseorang berjalan mengikuti dengan langkah yang terlat

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka di Balik Pelukan

    Pintu rumah terbuka perlahan. Sosok Raka masuk dengan langkah tertatih, darah mengering di lengan dan bajunya kusut. Sorot matanya tajam, tapi tubuhnya tak lagi setegap biasanya. Antoni mengikuti di belakang, memegangi perutnya yang terkena serpihan peluru. “Raka!” Adelia segera berlari dari ruang tengah. Napasnya tercekat saat melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Matanya membelalak, tubuhnya gemetar melihat luka di bahu Raka. “Apa yang terjadi?! Astaga, kamu terluka!” Adelia langsung menggamit tangan Raka, membantunya duduk di sofa. “Kenapa kamu nggak bilang mau ke tempat berbahaya?!” Raka hanya menatapnya dalam diam. Ia menarik napas dalam dan mengusap rambut istrinya dengan lembut. “Tenang, aku baik-baik saja... cuma... luka kecil.” “Luka kecil dari mana?!” Adelia meraih kotak P3K dengan tangan gemetar. Ia membersihkan luka Raka dengan tangan yang berkeringat. “Kamu... kamu selalu bilang akan lindungi aku. Tapi bagaimana kalau kamu...” “Delia,” Raka menyentuh pipinya.

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Tundukkan atau Hancur

    Setelah aksesnya di blokir oleh Raka, ia tetap berusaha untuk menghubungi Raka Anggana. Pagi setelah matahari terbit, Adelia sudah menyiapkan sarapan dan pakaian yang akan di pakai oleh Raka. Amelia, yang masih dalam perawatan tidak bisa sepenuh membantu kakaknya mengurus semua keperluan mereka. Tapi semampunya ia tetap berusaha. Raka, sesaat sebelum berangkat ke kantor, ia melihat beberapa pesan di ponselnya dari Agnesia yang memintanya datang ke sebuah gedung tua, gedung yang dulunya tempat mereka sering transaksi sebelum mereka bermusuhan. "Apalagi yang dia inginkan? setelah memfitnah ku, aku tau dia menginginkan sesuatu yang lain," ucapnya, tapi kali ini ia tidak akan membiarkan Agnesia melancarkan aksinya. Gudang tua itu tak berubah sejak terakhir kali Raka menginjakkan kaki di sana gelap, lembap, dan penuh debu masa lalu. Tapi malam ini berbeda. Malam ini, tempat itu jadi panggung bagi dua masa lalu yang tak selesai. Raka berdiri tegak di tengah ruangan, bahunya rileks, ta

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka yang Belum Sembuh

    Suasana kamar sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar. Adelia duduk di tepi ranjang, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Tapi malam itu terasa lebih panjang dari biasanya, dan akhirnya suara pintu diketuk keras dari luar."Ka, kita harus bicara. Sekarang!" suara Amelia terdengar jelas, lebih mendesak daripada biasanya.Adelia menarik napas panjang. Ia tahu pembicaraan ini akan menyakitkan, tapi ia tidak bisa lagi menghindar. Ia membuka pintu, dan Amel langsung masuk dengan wajah penuh emosi."Kak... aku sudah tahu semuanya," ujar Amel dengan suara berat. "Malam itu, operasi... dan pria itu Dimas."Tubuh Adelia menegang. Ia menatap mata Amel yang berkaca-kaca, seakan menuntut penjelasan."Aku dengar dari orang itu sendiri, Kak. Dimas bilang semuanya tentang malam itu, tentang uang itu," lanjut Amel dengan suara bergetar.Adelia nyaris roboh. Jantungnya terasa diremas-remas. Ia tahu hari ini akan tiba, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini."Maafkan Kakak, Mel..."

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Di Antara Kebohongan dan Kebenaran

    Adelia menatap pantulan dirinya di cermin kamar tidur. Wajahnya pucat, mata sembab, dan senyum yang biasanya merekah kini tak tampak sedikit pun. Sejak pagi, ia tak berkata apa-apa pada Raka. Hanya diam dan terus memikirkan kalimat yang terngiang di telinganya. "Agnesia... hamil anak Raka?" Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinganya. Itu bukan sesuatu yang mudah dicerna oleh wanita mana pun, apalagi oleh Adelia yang masih mencoba menyembuhkan luka masa lalu. "Aku harus tenang. Raka bukan tipe pria seperti itu," gumamnya pelan sambil menyentuh perutnya sendiri. Kosong. Datar. Tapi perasaannya berkecamuk. Hatinya seakan hancur berkeping. Suara ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Raka berdiri di sana dengan wajah lelah, dasi yang sudah longgar, dan tatapan memohon. "Sayang... kita harus bicara." Adelia hanya menatapnya, tak menjawab. Tapi Raka masuk dan duduk di tepi ranjang, mencoba mencari kata. "Agnesia muncul tiba-tiba... aku juga kaget. Dia bilang s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status