Share

Bukan Wanita yang Bisa Dikejar

"Akhh!"

Belinda memekik kaget mendengar suara lecutan sabuk Daniel.

"Mengapa kau berteriak, Sayang? Aku bahkan belum melakukan apa-apa," seru Daniel yang kembali melecutkan sabuknya ke udara sambil melangkah mendekati Belinda.

Belinda mulai bergerak mundur dan mundur, tapi Daniel yang tidak mau melepaskan istrinya pun langsung melangkah lebih cepat lalu menarik rambut Belinda sampai wajah Belinda mendongak menatap pria itu.

"Akhh, Daniel!"

"Tidak seharusnya kau menjauh dari suamimu, Belinda."

"Lepaskan aku, Daniel! Aku tidak mengatakan apa pun pada Luca, aku tidak pernah mengatakan apa pun pada siapa pun, Daniel!"

"Lalu apa yang kau lakukan berduaan dengan Luca, hmm? Menggodanya? Mencari perhatiannya?" seru Daniel lagi di depan wajah Belinda.

Sungguh, sapuan napas Daniel, alih-alih membuat Belinda meremang, malah membuat Belinda memucat ketakutan.

"Aku tidak pernah menggoda Luca, Daniel. Seharusnya ucapan itu lebih cocok untukmu dan Lorena yang entah melakukan apa tadi," balas Belinda penuh perlawanan.

Namun, sikap Belinda malah melecut kemarahan Daniel. "Kau benar-benar suka membantah, Belinda, padahal kau tahu apa yang akan terjadi kalau kau membantahku kan?"

Tanpa aba-aba, Daniel langsung menarik lepas sabuk jubah mandi Belinda dan dalam sekejap, tubuh polos wanita itu terpampang di sana. Daniel mendorong kasar tubuh Belinda sampai menungging dengan setengah tubuhnya di atas ranjang tapi kakinya masih menapak lantai. Daniel pun langsung melecutkan sabuknya ke punggung indah itu. Plak!

"Akhh!" pekik Belinda sambil menahan napasnya sejenak saking perihnya.

Daniel yang mendengar pekikan itu hanya tersenyum miring dan malah makin bersemangat membuat maha karyanya di tubuh Belinda, sampai Belinda harus menggigit bantalnya sekuat tenaga menahan rasa sakit dan agar suaranya tidak terdengar sampai keluar.

Entah berapa lama Daniel melakukan kekejaman itu, Belinda tidak ingat lagi, karena rasa lelah dan sakit yang luar biasa akhirnya membuat Belinda tertidur dengan begitu cepat.

*

Sebuah buket bunga dengan mawar merah yang begitu cantik terpampang di hadapan Belinda begitu ia membuka matanya pagi itu. Dan si pembawa bunga adalah Daniel, suaminya yang pagi ini mendadak sembuh.

"Selamat pagi, Sayang! Kuharap kau mau memaafkan aku untuk semalam, aku khilaf, Sayang, apa masih sakit, Belinda Sayang? Boleh aku lihat?"

Daniel sudah menyentuh lengan Belinda, tapi Belinda menyingkirkan tangan Daniel karena disentuh saja sudah terasa begitu sakit baginya. Seluruh tubuhnya luka hingga Belinda tidak bisa menjelaskan bagian mana yang lebih sakit.

"Aku tidak apa," jawab Belinda ketus.

"Ah, kau pasti masih marah padaku, tapi ayolah, Sayang, tersenyumlah, jangan tunjukkan wajah itu pada orang lain. Maafkan aku ya, Sayang."

Tanpa rasa bersalah, Daniel pun mencium kening Belinda dan tersenyum padanya seolah Daniel di hadapannya adalah orang yang berbeda saat ini.

Ya, ini sudah menjadi kebiasaan yang tidak akan mungkin bisa hilang. Daniel melampiaskan emosinya lalu minta maaf dengan banyak bunga dan hadiah, lalu mengulang lagi dengan lebih parah dan minta maaf lagi.

Bagi semua orang yang melihatnya, ini terasa sangat romantis, padahal kenyataannya sangat mengiris hati.

"Ah, baiklah, Sayang, ayo bersiap karena sebentar lagi kita akan sarapan bersama, tapi ingat, tutupi lebammu!" pesan Daniel.

Sama seperti pesan jaga sikapmu, pesan tutupi lebammu adalah pesan yang sangat sering Daniel katakan sampai Belinda muak sendiri. Menjadi bagian dari keluarga terhormat sungguh melelahkan bagi Belinda yang harus selalu memakai topeng baik-baik saja, padahal ia tidak baik-baik saja.

Belinda pun mengembuskan napas panjangnya sebelum ia langsung bersiap dengan cepat karena Daniel tidak suka wanita yang lambat. Belinda pun memakai setelan formalnya yang sangat tertutup dari leher sampai ke kaki, tapi tetap elegan di tubuh Belinda. Tidak lupa make up yang cukup tebal untuk menutupi sisa lebam yang masih berbekas di wajahnya.

Dan setelah semuanya sempurna, Daniel pun dengan bangga menggandeng istrinya yang sangat cantik itu ke ruang makan untuk sarapan bersama.

Semua orang sudah menunggu di ruang makan pagi itu, termasuk Luca yang semalam tidak bisa tidur memikirkan Belinda. Walaupun tahu tidak seharusnya Luca memikirkannya, nyatanya Luca kesulitan mengenyahkan wanita itu dari otaknya.

"Selamat pagi semua," sapa Daniel yang membuat tatapan semua orang langsung mengarah padanya.

Seperti biasa, Belinda terlihat sangat cantik dan elegan, walaupun pakaiannya menurut Luca terlalu tertutup secara berlebihan.

Dengan sigap, Daniel menarik kursi untuk Belinda dan Belinda pun duduk di sana sampai Lorena tidak berhenti menatap kagum pada Daniel yang gentle itu.

"Wah, Kak Daniel memang paling romantis, membangunkan Kak Belinda dengan sebuket bunga mawar, lalu melayani Kak Belinda begitu lembut. Aku juga mau mendapat suami sepertimu, Kak," ucap Lorena dengan tatapan mengerling penuh harap.

Daniel tersenyum bangga mendengarnya. "Istriku yang cantik ini memang harus diperlakukan dengan spesial, Lorena."

Daniel meraih tangan Belinda dan mencium punggung tangannya dengan mesra. Namun, ekspresi Belinda hanya tetap datar tanpa senyuman dan terlihat tidak menikmati apa yang dilakukan oleh suaminya itu.

Luca sampai memicingkan mata melihatnya. Kemarin ditampar, pagi ini berbaikan dan makin mesra, mungkin itulah yang membuat Belinda tergila-gila pada suaminya itu.

"Aku tidak tahu kalau ternyata kau begitu romantis, Daniel," seru Luca juga.

"Kau kan lama tinggal di luar negeri dan tidak pernah menghabiskan waktu bersama kami, Luca. Tanyakan saja pada Belinda, aku memang romantis kan, Sayang?" Daniel menatap Belinda lekat-lekat sampai Belinda pun memaksakan senyumnya.

"Tentu saja! Suamiku yang terbaik," sahut Belinda singkat.

Lorena yang mendengarnya makin menyanjung Daniel setinggi langit, sedangkan Luca makin memicingkan matanya melihat ekspresi yang alih-alih bangga pada suaminya, Belinda malah terlihat tertekan.

Entah apa yang terjadi sebenarnya, tapi Luca tidak bisa mengalihkan tatapannya dari Belinda sepanjang sarapan.

*

Mobil yang dikendarai Luca akhirnya tiba di Alfredo Group pagi itu, sebuah perusahaan konstruksi besar yang banyak menangani proyek pemerintah. Tentu saja dengan jabatan mentereng keluarga itu di pemerintahan, sebagian besar proyek pemerintah pasti jatuh ke Alfredo Group.

Untungnya, Luca sendiri memiliki cukup pengalaman di bidang yang sama, walaupun tetap butuh waktu baginya untuk menyesuaikan dirinya di perusahaan ini.

"Selamat pagi, Bos!" sapa Jedy yang dengan sigap membukakan pintu untuk Luca.

"Hmm! Kau sudah berkeliling pagi ini?" sahut Luca sambil melangkah masuk ke perusahaan dan menuju ke lift.

Beberapa karyawan yang sudah mengenalinya pun langsung menunduk sopan.

"Sudah, Bos! Aku sengaja datang pagi-pagi sampai aku melewatkan sarapanku."

"Kau pikir aku percaya itu, hah? Sejak kau melakukan kesalahan saat memesan wanita malam itu, aku jadi ragu padamu, Jedy."

"Ah, padahal sungguh itu bukan sepenuhnya salahku, Bos. Bukan aku yang membuat Bu Belinda masuk ke kamarmu dan berakhir tidur denganmu kan?"

Luca langsung membelalak mendengarnya. "Sial, Jedy. Suaramu keras sekali!"

"Ya ampun, maafkan aku, Bos!" seru Jedy yang langsung menutup mulutnya. "Hmm, tapi pintu liftnya sudah terbuka, ayo, Bos!" imbuh Jedy cepat.

Di saat yang bersamaan, Belinda sendiri sudah melangkah masuk ke perusahaan dan ia buru-buru pagi itu karena ada pekerjaan penting yang harus ia selesaikan. Belinda melangkah dengan cepat dan saat pintu lift terlihat akan menutup, Belinda pun buru-buru menahannya.

"Maaf! Permisi!" seru Belinda sambil melangkah masuk ke lift.

Namun, Belinda sempat terdiam saat tatapannya bertemu dengan tatapan Luca di sana.

"Selamat pagi, Belinda!" sapa Luca berusaha bersikap biasa saja. "Kau terlambat!"

Belinda mengembuskan napas panjangnya. "Aku bukan karyawan yang harus tepat waktu kan?" sahut Belinda yang langsung masuk dan memilih berdiri di depan Luca dan Jedy.

Jedy hanya diam saja di sana, sedangkan Luca masih terus menatap penampilan Belinda.

"Kau tahu sejak melihatmu tadi pagi, aku sudah penasaran. Kau mau pergi bekerja atau pergi ke pemakaman, Belinda?"

Belinda langsung mengernyit mendengar pertanyaan Luca. "Apa maksudmu, Luca?"

"Lihatlah, blouse lengan panjang hitam, celana panjang coklat, rambut diurai, dan ... semua tertutup, kau lebih mirip orang yang sedang berduka," sahut Luca lagi sambil mengamati penampilan Belinda.

"Hmm, lalu kau mau aku memakai bikini, hah? Tidak ada yang salah dengan penampilanku karena memang seperti inilah gayaku. Yang salah adalah otakmu yang hanya diisi dengan para wanita seksi, tapi maaf, aku bukan salah satu dari mereka, jadi jangan berfantasi tentangku! Permisi! Aku sudah tiba!"

Belinda langsung melangkah keluar begitu pintu lift terbuka dan Luca yang ditinggalkan, lagi-lagi hanya bisa tertawa kesal. Sungguh, Belinda adalah makhluk paling menyebalkan yang pernah Luca kenal. Sikapnya sangat apatis dan anti sosial, seolah ia tidak butuh orang lain dan selalu ketus pada semua orang.

Namun, sialnya, makin wanita itu ketus, Luca malah makin penasaran, walaupun Luca tahu Belinda bukanlah wanita yang bisa ia kejar.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status