Share

Suami yang Sakit Jiwa

"Apa yang kau lakukan, Daniel? Apa begini caramu memperlakukan istrimu?" geram Luca yang langsung mengempaskan tangan Daniel.

Daniel nampak begitu kaget, tapi juga begitu kesal, hanya saja ia masih berusaha tersenyum di depan Luca, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Ah, aku terkejut sekali melihatmu, Luca. Tapi ini adalah masalah rumah tangga kami yang tidak ada hubungannya denganmu," sahut Daniel yang seolah langsung menjadi pribadi yang berbeda dengan Daniel yang baru saja marah-marah beberapa menit yang lalu.

"Aku tahu masalah rumah tanggamu tidak ada hubungannya denganku, tapi tetap saja tidak ada alasan untuk menampar seorang wanita, apalagi istrimu sendiri, Daniel."

Luca tidak mengerti mengapa dadanya bergemuruh melihat Belinda ditampar. Memang sudah seharusnya Luca membela wanita yang dikasari oleh seorang pria, tapi bukan karena alasan itu Luca menggeram marah, melainkan ada sebuah perasaan lain di hatinya yang tidak terima Belinda disakiti.

Luca pun masih menatap tajam pada Daniel sampai Daniel tidak mengerti arti tatapan itu. Namun, Daniel sendiri juga tidak mau mencari masalah dan ia pun mengalah.

"Ah, Luca, baiklah, maafkan aku. Kuakui aku khilaf barusan, aku tidak akan melakukannya lagi. Maafkan aku ya, Sayang!" ucap Daniel yang sudah mengalihkan tatapannya pada Belinda.

Dengan ekspresi penuh sesal, Daniel pun membelai wajah Belinda, tapi tatapan Belinda hanya bisa goyah merasakannya. Tentu saja tidak ada kata khilaf bagi Daniel, karena Daniel selalu melakukan kekerasan fisik secara sadar dan sengaja.

Namun, Belinda harus menjaga citra suaminya, bahkan di depan kakaknya sendiri.

Belinda pun menelan salivanya dan mengangguk. "Aku baik-baik saja, Daniel. Kau juga jangan khawatir, Luca. Pertengkaran antara suami istri itu hal yang biasa saja kan?" ucap Belinda berusaha bersikap santai.

"Kau benar, Sayang. Pertengkaran suami istri adalah hal yang biasa. Tapi sekali lagi maafkan aku ya, Sayang. Terima kasih sudah mengerti aku, Sayang," ucap Daniel lagi sambil langsung mendekatkan wajahnya dan mengecup singkat bibir Belinda.

Belinda hanya bisa menerimanya dengan pasrah sampai Luca yang melihatnya pun memicingkan matanya. Entah mengapa sikap Belinda seolah terlalu dipaksakan dan aneh sekali di matanya.

Belinda pun masih tetap berusaha bersikap biasa saja dan memilih kabur dari sana.

"Ah, tapi baiklah, aku harus kembali ke pesta, banyak yang masih harus kusapa, jadi permisi!"

Daniel yang melihat Belinda pergi pun ikut berpamitan. "Aku juga permisi, ada Lorena di ruang kerjaku, kami sedang membicarakan banyak hal, termasuk rencana kerja dari pamannya, jadi sampai nanti, Luca!"

Daniel sendiri segera kembali ke ruang kerjanya, sedangkan Luca yang akhirnya ditinggal sendirian pun masih tetap berdiri diam di tempatnya sambil menenangkan dirinya yang masih syok dengan kejadian ini. Namun, akhirnya Luca pun memutuskan untuk menyusul Belinda.

*

Belinda tidak bisa menyembunyikan rasa sakit hatinya yang masih menyesakkan untuknya. Belinda pun memilih untuk berdiri di dekat stall minuman dan terus meneguk minumannya, tanpa menyapa siapa pun atau mengajak bicara siapa pun.

Saat ada yang menghampiri Belinda pun, Belinda hanya tersenyum sambil menunduk, seolah bersusaha menyembunyikan wajahnya. Dan Luca yang melihatnya pun langsung menghampirinya.

"Berhenti minum atau kau akan mabuk lagi, Belinda," seru Luca yang langsung meraih gelas Belinda dan menyingkirkannya.

Belinda pun langsung membelalak marah menatap Luca.

"Luca? Kau lagi? Mengapa kau bisa ada di mana-mana, hah? Apa kau sengaja mengikuti aku?"

"Siapa yang mengikutimu, Belinda? Jangan lupa kalau aku adalah kakak Daniel yang berarti pemilik rumah ini juga. Karena itu, selama kau masih berada di dalam rumah atau di mana pun yang masih ada dalam jangkauanku, kita pasti akan tetap bertemu, Belinda."

Belinda mengembuskan napas panjangnya. "Ck, terserah padamu, Luca, tapi kembalikan minumanku!"

Belinda memanjangkan tangannya untuk meraih gelas yang dipegang oleh Luca, tapi Luca malah menjauhkannya.

"Sudah kubilang kau akan mabuk lagi kalau kau terus minum, Belinda! Jangan lupa apa yang terjadi kemarin hanya karena kau mabuk!" geram Luca yang membuat kedua mata Belinda makin membelalak.

"Tidak perlu membahasnya, Luca."

"Aku memang tidak mau membahasnya, tapi membahas yang lain, Belinda. Apa yang terjadi tadi? Apa yang terjadi sampai Daniel menamparmu dan mengapa kau diam saja ditampar? Apa kau tidak bisa membela dirimu, hah?"

Nada suara Luca terdengar cemas dan marah sekaligus, tapi Belinda malah mengernyit tidak suka mendengarnya.

"Bisakah kau tidak mencampuri urusanku, Luca? Bukankah sudah kubilang pertengkaran dalam rumah tangga itu biasa? Semua rumah tangga mengalaminya, Luca."

"Tapi tidak harus main tangan, Belinda."

"Daniel hanya khilaf dan dia sudah minta maaf, jadi aku sudah memaafkannya, tidak ada masalah di antara kami."

"Semudah itu kau memaafkannya?"

"Lalu kau maunya aku bagaimana? Kau mau aku bertengkar dengannya dan membalas menamparnya, begitu?"

Luca kembali memicingkan matanya menatap Belinda yang makin aneh, mengapa sikap wanita itu seolah ia sudah biasa ditampar. Mana ada istri yang baik-baik saja setelah ditampar oleh suaminya.

"Apa kau yakin kau baik-baik saja, Belinda?"

Belinda mengangkat bahunya ringan. "Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja, Luca!" tegas Belinda lagi.

Tanpa mereka ketahui, Daniel dan Lorena sudah kembali ke pesta dan tatapan Daniel pun tidak bisa lepas dari Luca dan Belinda yang sejak tadi terus mengobrol berdua. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Daniel tidak suka, sangat tidak suka.

*

Malam sudah semakin larut saat akhirnya pesta pun usai. Satu persatu tamu mulai pulang dan Belinda berpamitan duluan ke kamar karena ia sangat lelah.

Belinda segera mandi air hangat dan mencuci rambutnya, sejenak menikmati guyuran air shower di kepalanya yang membuat wajahnya sedikit perih. Entah bagian mana yang terluka, tapi Belinda sudah biasa merasakan luka perih saat tersiram air hangat. Ya, Belinda sudah biasa.

Dengan perlahan, Belinda pun menggosok tubuh dan tangannya. Ada beberapa bekas lebam di tubuhnya yang selalu tertutup dengan baik oleh baju-baju mahal Belinda, termasuk luka hati yang tertutup rapat di dadanya.

"Ah, bertahanlah, Belinda! Bertahanlah! Bukankah kesulitan hidup membuatmu makin kuat? Ya, saking kuatnya, mungkin sebentar lagi kau akan menjadi Iron Man," gumam Belinda yang menertawakan dirinya sendiri.

Belinda pun mandi cukup lama malam itu sebelum ia membungkus tubuhnya dengan jubah mandi yang hangat, lalu mengeringkan rambutnya.

Belinda sendiri baru saja kembali ke kamar dan masih memilih baju tidurnya saat tiba-tiba pintu kamarnya dibuka dengan kasar sampai Belinda pun kaget mendengarnya.

Terlihat Daniel sudah berdiri di sana sambil menutup pintunya dengan kasar juga dan menatap Belinda dengan begitu tajam.

"D-Daniel?" sapa Belinda dengan jantung yang mendadak berdebar begitu kencang.

"Apa saja yang sudah kau katakan pada Luca, Belinda? Aku melihatmu berduaan dengan Luca sepanjang sisa pesta, apa saja yang sudah kau katakan padanya, Belinda?" teriak Daniel dengan nada suara yang penuh amarah.

Atmosfer kamar yang tadinya hangat dan nyaman pun mendadak berubah mencekam sampai Belinda langsung menahan napasnya sejenak karena ia tahu saat ini suaminya sedang "kumat."

Ya, bagaikan penyakit yang sudah berakar, Daniel bisa mendadak kumat menjadi psikopat gila dan memukuli Belinda tanpa ampun sampai Belinda sudah terbiasa dengan rasa sakitnya.

Namun, walaupun sudah terbiasa, tubuh Belinda tetap gemetar ketakutan setiap harus berhadapan dengan suaminya yang psikopat. Seolah sedang menunggu eksekusinya, Belinda pun sampai sesak napas sendiri dibuatnya.

Apalagi saat Daniel tiba-tiba menarik lepas sabuk dari celananya dan melecutkannya ke udara.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status