Share

Ingin Mengulangi Malam Itu

"Apa ini, Luca? Baru hari pertama bekerja, tapi kau sudah mau mengambil alih semuanya?"

Belinda dan Luca tidak saling bertemu lagi sepanjang hari itu karena mereka sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Namun, malam itu, Belinda mencari Luca ke ruang kerjanya setelah mendengar keputusan Luca yang semena-mena.

Luca sendiri masih berkutat dengan pekerjaannya saat mendadak Belinda masuk ke ruang kerjanya tanpa permisi. Ekspresi wanita itu nampak begitu emosi sampai Luca ikut menanggapinya dengan emosi karena ia sendiri juga sudah lelah seharian.

"Tidak bisakah kau mengetuk pintu dulu, Belinda? Dan juga, ini sudah malam, mengapa kau masih di sini dan tidak pulang saja untuk mengurus suamimu, hah?"

"Bisakah kau menjawab pertanyaanku saja tanpa balik bertanya, Luca? Sejak Daniel mulai fokus pada politik, semua kebijakan tentang proyek harus melalui persetujuanku. Tapi seenaknya saja kau mengambil kewenanganku dan meminta semuanya harus melalui persetujuanmu? Kau anggap apa aku ini?" seru Belinda lagi dengan berapi-api.

Belinda sangat mencintai pekerjaannya. Belinda selalu merasa lebih hidup saat sedang bekerja dan Belinda juga menjadi punya alasan untuk jauh dari suaminya. Itu juga yang menjadi alasan Belinda masih ada di kantor di saat jam pulang kerja sudah lewat.

Namun, ketenangan Belinda bekerja benar-benar terusik hari ini karena kemunculan Luca yang semena-mena.

"Jangan lupa kalau sekarang CEO-nya adalah aku, Belinda. Jadi semua persetujuan harus melalui aku, bukan kau lagi," geram Luca.

"Sejak kapan kau menjadi CEO, Luca? Bahkan pelantikan CEO saja belum dilakukan, kau tidak bisa mengubah peraturan seenaknya sendiri, Luca. Ingatlah, bahwa ini adalah hari pertamamu bekerja, masih banyak hal yang belum kau ketahui."

"Aku tidak perlu pelantikan sah untuk menjadi CEO, Belinda. Aku sudah bersedia mengambil alih Alfredo Group, yang itu berarti sejak hari pertama aku bergabung, semua yang ada di sini adalah tanggung jawabku, karena itu, aku tidak mau ada satu hal pun yang terlewat."

"Jadi kau tidak percaya padaku?"

"Ini bukan tentang kepercayaan, Belinda, tapi tentang tanggung jawab."

"Jangan sok idealis, Luca."

"Ini cara kerjaku dan kita sudah setuju untuk bekerja sama kan, Belinda?"

"Bukan aku yang tidak bisa bekerja sama, Luca, tapi kau! Kerja sama itu berunding dan memutuskan bersama, bukan mengambil keputusan sendiri dan merugikan aku seperti ini! Aku ...."

Belum sempat Belinda menyelesaikan ucapannya namun mendadak sesuatu terjadi.

Blep!

Semua lampu di kantor mendadak padam sampai Belinda pun mematung sejenak saking kagetnya.

"Apa ini? Apa yang terjadi?" ucap Belinda dengan jantung yang berdebar kencang.

"Sial, mati lampu? Apa di sini sering mati lampu, hah? Ini perusahaan besar!" keluh Luca yang langsung beranjak bangkit dari kursinya.

"Tidak! Mati lampu itu hampir tidak pernah terjadi."

"Lalu mengapa mendadak mati lampu?" geram Luca lagi.

Luca sendiri menempati ruang kerja Daniel yang besar dan luas. Ada jendela dari kaca besar di seberang pintu masuk yang membuat Luca langsung bisa menikmati pemandangan langit dan jalanan, tapi saat ini langit sudah gelap dan membuat kondisi kantor makin gelap.

Sambil terus berdecak, Luca pun melangkah memutari mejanya. Namun langkahnya terhenti saat ia menabrak Belinda yang tidak ia lihat saking gelapnya.

"Auw, kau menginjak kakiku, Luca!" pekik Belinda kaget.

"Aku tidak melihatnya, tapi apa yang kau lakukan di sini? Berjalanlah! Jangan hanya diam saja, Belinda!"

"Aku sedang berusaha melihat dalam kegelapan, Luca. Tapi kau punya ponsel kan? Mengapa kau tidak mencoba menelepon seseorang atau menerangi kita dengan senter?"

Luca langsung terdiam sejenak mendengarnya, sebelum ia pun meraih ponselnya di meja kerjanya.

"Sial, sinyalnya mendadak tidak ada. Bagaimana dengan ponselmu?"

"Ponselku di ruang kerjaku, untuk apa aku kemari membawa ponsel?" seru Belinda yang membuat Luca kembali menggeram.

Luca pun akhirnya menyalakan senter di ponselnya untuk menerangi jalannya dan melangkah keluar dari ruang kerjanya, sedangkan Belinda langsung mengikuti Luca dengan jarak yang cukup dekat karena hanya itu satu-satunya penerangan.

Mereka melangkah sampai mendekati lift, tapi lampu lift pun mati karena semua berasal dari listrik sentral dan mereka terkurung di sana.

"Ck, semuanya mati, sampai sinyal juga tidak kunjung muncul. Tapi mengapa kau terus mengikuti aku, Belinda? Kembalilah ke ruang kerjamu dan ambil ponselmu, lakukan sesuatu!" seru Luca sambil melangkah ke arah sofa dan bermaksud duduk menunggu di sana.

Namun alih-alih pergi mengambil ponsel, Belinda malah terus mengikuti Luca sampai tubuh Belinda yang melangkah maju mendadak menabrak tubuh Luca yang sudah berhenti bergerak. Buk!

"Belinda, apa-apaan ...."

Luca sudah membalikkan tubuhnya ke arah Belinda, tapi belum sempat Luca menyelesaikan ucapannya, kakinya sudah tersandung sofa sampai tubuh Luca terhuyung ke belakang.

Di saat yang sama, kaki Belinda pun tertendang oleh kaki Luca sampai Belinda ikut terhuyung ke arah tubuh pria itu. Luca kehilangan keseimbangannya dan jatuh terhempas ke atas sofa dengan begitu kasar. Bruk!

"Akhh!" pekik Belinda saat ia juga jatuh dan mendarat dengan sempurna di atas tubuh kokoh Luca.

Posisi Luca tidur telentang di atas sofa dengan Belinda yang berada atasnya.

"Sial, apa yang kau lakukan, Belinda?" geram Luca saat posisi wajah Belinda hampir saja membentur wajahnya.

Namun, mendadak Luca terdiam menatap wajah cantik adik iparnya itu yang sudah begitu dekat di hadapannya.

Wajah yang begitu sempurna dengan kedua mata yang sudah membulat kaget. Bahkan saat sedang membelalak pun, Belinda tetap terlihat sangat cantik.

Helaian rambut panjang wanita itu jatuh menimpa wajah Luca dan membuat Luca seolah terhipnotis.

Samar-samar Luca pun bisa merasakan aroma parfum manis dari tubuh Belinda yang begitu memabukkan. Aroma yang sama yang Luca nikmati langsung dari kulit Belinda malam itu, aroma yang membuat Luca menggila dan tidak bisa berhenti memiliki wanita itu.

Jantung Luca pun mulai memacu makin cepat dan untuk sesaat, Luca mendadak melupakan semuanya selain hanya fokus pada wanita cantik yang terasa begitu pas di pelukannya itu.

Dengan cepat, sesuatu di bawah sana menegang sempurna. Belinda yang merasakan sesuatu yang mengeras pun langsung bergerak gelisah dan tanpa sadar gesekan tubuhnya membuat Luca menghela napas kasarnya.

"Berhenti bergerak, Belinda," geram Luca.

"Luca ...," panggil Belinda tidak nyaman, tapi sialnya, suara wanita itu terdengar seperti desahan dan hembusan napas berat yang menyapu kulit wajah Luca, sampai hasrat Luca pun makin meronta di saat yang tidak tepat.

"Sial, Belinda! Kau membuatku ingin mengulangi lagi kejadian malam itu."

**

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Roro Srikanti
Terlalu mahal
goodnovel comment avatar
as Marah
iya cerita nyk sih benaran bagus tavi koin nyk itu yg masih kurang
goodnovel comment avatar
Alif Pratama
ini dmna ua
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status