"Bisa-bisanya ayahmu berbuat seperti itu!"
Suara teriakan terdengar dari dalam sebuah kamar salah satu kediaman besar di pinggir kota.Terlihat sosok Laura tengah duduk di sofa bersebelahan dengan sahabat baiknya, Emma Ruiz, putri dari Keluarga Ruiz.Laura telah menceritakan semua yang terjadi kepada Emma. Alhasil, temannya itu sangat marah."Jelas-jelas Nora yang memaksamu pergi ke tempat itu, tapi kamu yang disalahkan sepenuhnya! Ayahmu kentara sekali pilih kasih!"Laura diam sembari memeluk lututnya, tak sedikit pun menanggapi komentar Emma. Sebab, dia sudah tahu sang ayah dari dulu lebih menyayangi Nora dibandingkan dirinya.Bertahun-tahun hidup bersama, ada beberapa hal yang selalu terjadi di kediaman Hartley.Jika Laura menginginkan sesuatu, Nora pasti akan memintanya. Di saat itu, Simon pasti memaksa Laura untuk mengalah dan memberikan miliknya kepada Nora.Jika Nora melakukan kesalahan, Laura-lah yang akan dihukum dengan alasan tidak memerhatikan dan menjaga adiknya.Semua yang Laura miliki harus Nora dapatkan, dan semua yang Nora miliki … tidak boleh dimiliki oleh Laura. Hanya benda yang tidak Nora inginkan yang bisa menjadi milik Laura.Karena hal-hal itu, Laura dan Nora memiliki penampilan dan sikap yang jauh berbeda. Laura sederhana dan pendiam, sedangkan Nora glamor dan keras kepala. Kalau diumpamakan, Laura terlihat seperti anak pelayan dan Nora adalah anak majikannya.'Andai Mama masih hidup dan Papa tidak menikah lagi, apa perlakuan Papa kepadaku akan berbeda?'Pertanyaan seperti itu seringkali melambung di benak Laura.Callista, ibu kandung Laura dan istri pertama Simon, meninggal karena sakit keras saat Laura baru berusia tiga tahun. Walaupun samar, tapi Laura ingat bagaimana ibunya itu mewasiatkan dirinya untuk selalu menurut dan patuh kepada sang ayah. Itulah alasan Laura tak banyak menuntut kepada Simon.Namun, saat ini!? Apa Laura bahkan tidak berhak menuntut keadilan!?Memikirkan hal itu, Laura berakhir menjawab pertanyaannya sendiri, 'Percuma ….'Ingin menyalahkan siapa pun juga sama saja. Nasi sudah menjadi bubur.Kesucian Laura tak akan bisa kembali, sang ayah juga telah mengusirnya, bahkan calon suaminya sudah enggan bertemu dengannya.Melihat kesedihan Laura yang mendalam, Emma merasa sangat prihatin. Dia memeluk Laura dan berkata, "Tidak peduli apa yang terjadi. Aku ada di sini, Lau."Ucapan Emma membuat mata Laura sontak berair. Gadis itu pun mulai menangis sejadi-jadinya dalam pelukan teman baiknya itu.Ayah kandungnya enggan untuk mendengarkan penjelasan, sedangkan sahabatnya yang sama sekali tak ada hubungan darah lebih bersimpati kepadanya. Walau bersyukur, tapi hal ini membuat Laura sungguh sakit hati.Kenapa ayahnya begitu kejam?Beberapa jam berlalu dengan Laura menangis dalam pelukan sahabatnya itu. Hanya ketika tangisannya berhenti barulah Emma berujar, "Istirahatlah, Lau. Kau pasti lelah."Dengan mata bengkak, Laura membalas, "Terima kasih banyak, Em. Aku berhutang besar padamu."Emma memasang senyuman tak berdaya. "Kau sudah seperti saudariku sendiri, jangan bersikap begitu sungkan." Dia juga menambahkan, "Jangan khawatirkan apa pun lagi! Kau bisa tinggal di tempatku selama yang kau mau!"Mendengar hal itu, Laura mengangguk dan tersenyum tipis.Dua minggu berlalu sejak Laura tinggal di kediaman Keluarga Ruiz. Walau masih ada saat dirinya diam-diam menangis, tapi senyuman yang lama hilang itu perlahan kembali muncul di wajah Laura.Dalam dua minggu ini, Laura sempat mencoba menghubungi Noah. Kalaupun dia tahu hubungan mereka tak akan pernah lagi bisa seperti dulu, tapi Laura ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi sekaligus meminta maaf karena telah menyakiti dan mengecewakan pria tersebut.Sayangnya, sepertinya pria itu telah memblokir semua kontak Laura. Oleh karena itu, Laura pun menyerah dan memutuskan untuk melupakan semuanya.Tak ingin terus berdiam dan membuat Emma beserta keluarganya khawatir, Laura pun bergumam, "Aku … harus melakukan sesuatu."Dengan langkah yang lebih ringan dari hari-hari sebelumnya, Laura keluar dari kamar untuk mencari sahabatnya. Ketika hampir sampai di lantai satu, Laura melihat Emma dan Alan, kakak Emma, sedang menonton siaran televisi sambil memaki."Apa mereka gila?! Teganya mereka melakukan ini kepada Laura!" Suara Emma terdengar diselimuti kemarahan mendalam dari ruang tamu kediaman Ruiz. "Sudah kuduga ada yang salah dengan otak kepala keluarga Hartley!"Kening Laura berkerut, bertanya-tanya kenapa Emma memaki ayahnya lagi. Alhasil, dia pun lanjut menuruni tangga dan mengarahkan pandangan ke arah televisi yang sedang ditonton oleh Emma dan Alan.Seketika, mata Laura terbelalak kala melihat berita yang ditampilkan siaran televisi.[Tidak jadi menikah dengan putri pertama Keluarga Hartley, Noah Myers berakhir mengumumkan rencana pernikahannya dengan putri kedua Keluarga Hartley, Nora Hartley!]Tampak sosok Nora bersanding dengan Noah sembari menunjukkan cincin pertunangan mereka ke arah kamera. Senyuman lebar menghiasi bibir keduanya.Laura tak dapat mendengar jelas ucapan reporter berita. Gendang telinganya berdengung untuk sesaat selagi kepala Laura mendadak seperti berputar-putar.Kenapa Noah bertunangan dengan Nora?“Apa ini?” Laura Smith—ibu Claus dan Collin Smith—mendapat sebuah pesan dari nomor tak dikenal yang membuatnya hampir terkena serangan jantung. “Sayang!!! Lihat ini!!” Tangan Laura gemetaran ketika melihat foto terakhir di ponselnya. Asher Smith yang sedang duduk santai sambil membaca koran, langsung membuang surat kabar itu sembarangan. Dia sangat panik mendengar istrinya berteriak. “Apa yang terjadi, Sayang?” Melihat air mata istrinya, pria yang masih menguasai Smith Group itu langsung terbelalak marah. “Siapa yang membuatmu menangis?!” Laura menyerahkan ponselnya sambil terisak-isak. Asher lantas memeluk Laura sambil melihat penyebab istrinya menangis. Sontak, wajah Asher mengernyit. “Siapa ini? Claus? Atau Collin?” “Mana kutahu!! Sebelum ulang tahun Jolie kemarin, mereka sepakat untuk memangkas rambut dengan gaya yang sama!” Asher memeluk istrinya, menepuk punggungnya untuk memberikan ketenangan selagi berpikir. Dia sungguh tak menyangka jika salah satu putra kembar yang s
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek