공유

2. Jebakan

작가: VERARI
last update 최신 업데이트: 2023-08-14 17:55:19

"Beraninya kau kembali ke rumah ini setelah semua yang terjadi! Dasar anak tidak tahu malu!" maki Simon.

Makian sang ayah membuat Laura membeku, kenapa sang ayah seperti ini?

Melihat wajah Laura yang kosong, telapak tangan Simon hendak melayang sekali lagi ke wajah putrinya. Namun, Nora, adik tiri Laura, segera mencegah dengan memegang lengan sang ayah.

"Papa! Apa yang Papa lakukan? Kenapa Papa mau memukul Kak Laura, Pa?!" seru Nora dengan wajah khawatir.

Simon menepiskan tangan sang putri. "Jangan ikut campur! Papa harus memberi pelajaran pada kakak sialanmu ini!"

Gilda, istri kedua Simon dan ibu kandung Nora, yang mendengar keributan itu ikut keluar.

Melihat adegan di depan mata, dia langsung membantu putrinya menahan sang suami. "Papa, sabar, Pa! Jangan begini!"

Sementara pasangan ibu dan anak itu berusaha menahan sang ayah, badan Laura gemetaran bukan main. Firasat buruk datang menghampiri. Apakah Simon tahu perbuatannya semalam?

"Diam! Kalian tidak tahu bagaimana aku harus menanggung malu saat Keluarga Smith membatalkan pernikahan karena kebejatan perempuan ini!" bentak Simon membuat semua orang terkejut.

Laura mengangkat kepalanya. "Apa…? Kenapa …?"

Mata Simon semakin berkilat marah karena Laura tak menyadari kesalahannya. Pria itu merogoh saku celana dan melempar sejumlah lembar foto tepat di wajah Laura.

"Lihat pakai matamu sendiri!"

Laura menangkap sebagian foto tersebut. Tangannya langsung gemetaran, bersamaan dengan air mata yang semakin deras mengalir.

Gambar dirinya sedang bersama seorang pria masuk ke kamar hotel terpampang di depan mata. Pria itu memunggungi kamera, sedangkan wajah Laura terlihat sangat jelas. Posisi tubuh mereka begitu intim sehingga tak perlu dipertanyakan lagi perihal apa yang akan terjadi begitu pintu kamar hotel itu tertutup!

"Kau masih mau bertanya alasannya dengan semua bukti ini?!" geram Simon. "Asal kau tahu, asisten Noah yang datang memberikan foto-foto ini dan menyatakan niatan Noah untuk membatalkan pernikahan kalian! Noah bahkan tidak sudi melihat wajahmu!"

Sontak, kaki Laura lemas hingga dia jatuh bersimpuh di depan Simon.

'Noah tahu semuanya?' batin Laura, sulit untuk percaya.

Di saat itu, Laura mendengar suara Nora berkata, "Pa, pasti ada salah paham! Nggak mungkin Kak Laura berbuat seperti ini!" Gadis itu menoleh kepada Laura. "Kak, ayo jelaskan!"

Mendengar ucapan Nora, Laura menatap sang adik tiri dengan pandangan kosong. Semua ini … bukankah semua ini seharusnya lebih diketahui oleh Nora yang di malam sebelumnya sepenuhnya sadar?!

"Kau yang mengajakku ke sana, Nora …." Tangisan Laura pecah seiring dia memegang lengan adiknya dengan kuat. "Bukankah seharusnya kau yang lebih tahu mengenai apa yang terjadi setelah aku mabuk!?"

"K-Kakak …." Nora memasang wajah terkejut bercampur tak berdaya. "Aku–"

Tudingan Laura kepada Nora membuat hati Simon panas. "Adikmu sudah berbaik hati mengadakan pesta pelepasan masa lajang untukmu, tapi sekarang kau malah melemparkan kelalaianmu padanya?!"

Laura terperangah. Melemparkan kelalaian? Dia bertanya! Lagi pula, Nora yang dari awal memaksanya untuk pergi ke tempat seperti itu! Sang ayah juga tahu!

Sebelum Laura bisa mengatakan apa pun, Nora langsung berlutut di hadapan Simon. "Papa! Kak Laura benar, ini semua terjadi karena salahku! Aku seharusnya tidak mengadakan pesta itu! Jangan salahkan Kak Laura, Pa!" pinta Nora.

Kalimat Nora terdengar membela, tapi kenapa Laura merasa adiknya itu seperti sedang membuat dirinya menjadi orang jahat yang sedang menuduh?!

"Nora! Kesalahannya bukan tanggung jawabmu!" tegas Simon.

Walau terdengar keras, tapi Laura bisa melihat kelembutan dari pancaran mata Simon untuk putri keduanya itu.

Pemandangan itu membuat dada Laura semakin sesak. Kenapa Simon tak pernah menatapnya seperti itu? Bukankah dia juga putri kandungnya!?

Simon melemparkan pandangan mematikan kepada Laura. "Katakan, siapa laki-laki yang bersamamu semalam?!"

"A-aku ... aku tidak tahu," jawab Laura lirih.

Laura hanya melihat wajah pria sekilas saat hendak meninggalkan kamar hotel itu, namun dia benar-benar tak tahu siapa pria itu.

"Tidak tahu?! Jadi … kau menghabiskan malam bersama pria asing yang bahkan tidak kau kenal?!"

Sudah cukup, Simon tidak bisa bertahan lagi.

"Keluar."

Laura menatap sang ayah dengan mata membesar. "P-Papa …."

"Tutup mulutmu! Tidak sudi aku mengakui seorang putri sepertimu!" maki Simon dengan amarah menggebu. "Mulai dari hari ini, kau bukan putriku lagi. Keluar dari rumah ini!"

BRUK!

Laura bersujud di kaki sang ayah. "Papa! Papa jangan lakukan ini padaku!" pintanya dengan memelas.

Ke mana Laura harus pergi kalau dirinya diusir dari rumah ini!?

Dengan dingin, Simon berseru lantang, "Penjaga! Usir perempuan tidak tahu diri ini keluar dari kediaman!"

Tidak perlu waktu lama, sejumlah penjaga kediaman datang. Tanpa bisa menolak perintah sang tuan besar, mereka pun menyeret Laura dan melemparkannya keluar kediaman beserta sebuah koper besar yang berisi barang-barangnya.

"Papa! Papa!' Laura berusaha membuka gerbang kediamannya, tapi tidak ada orang yang mengacuhkannya.

Di dalam kediaman, Simon mendengus. "Jangan ada yang pernah menyebutnya lagi di kediaman ini! Laura Hartley sudah mati!" umum pria itu sebelum berbalik pergi ke kamarnya bersama sang istri.

Sementara itu, Nora tampak menatap Laura yang terus memohon untuk dimaafkan dari jendela kediamannya. "Kakakku yang malang …," gumamnya lirih.

Di saat itu, ponsel Nora berdering. Dia melihat layar dan langsung mengangkatnya dengan wajah tenang.

"Sepertinya kau begitu puas dengan hadiahku tadi malam?" tanya Nora dengan wajah berseri, maniknya memerhatikan bagaimana Laura mulai terlihat menangis di depan kediaman. "Bagaimana rasanya meniduri kakakku?"

Ya, memang benar. Dalang sebenarnya dari malapetaka yang menimpa Laura adalah Nora! Dia itulah yang dengan sengaja menjebak Laura agar mabuk dan bisa ditiduri oleh temannya. Semua demi membatalkan pernikahan kakak tirinya itu dan menggantikan posisinya untuk menjadi nona muda Keluarga Myers, istri dari Noah Myers!

"Apa kau gila?!" maki suara pria di ujung telepon yang lain, sukses membuat Nora mengerutkan kening. "Aku belum berhasil meniduri kakakmu! Dia dibawa pergi pria lain!"

"Apa?" Mata Nora melebar. "Bukankah dia tidur denganmu tadi malam?! Foto yang dikirimkan orangku–"

"Aku memang di foto itu! Tapi, bukan aku yang berakhir menidurinya! Seorang pria datang, menghajarku habis-habisan, dan melemparku keluar kamar! Asal kau tahu, sekarang aku saja ada di rumah sakit! Kau harus tanggung jawab, Nora!"

Nora mengabaikan makian temannya, otaknya sedang berputar mengenai informasi yang baru saja dia dapatkan.

Nora memandang ke arah gerbang, menyadari bahwa Laura sudah tidak ada.

Lalu … kalau bukan temannya, siapa yang tidur bersama Laura tadi malam?!

***

Hotel Star. Kamar 501.

Terlihat sosok seorang pria terbangun ketika mendengar dering ponselnya. Tangannya yang kekar meraih benda pipih itu, lalu menempelkannya di telinga.

"Tuan Asher! Akhirnya Anda mengangkat telepon saya!" Suara di ujung telepon lain mengejutkan pria tersebut, membuatnya membuka mata perlahan dan memamerkan manik hitam segelap malam yang memesona. "Ke mana Anda tadi malam?!"

Saat pertanyaan itu terlontar, Asher Smith mengerutkan kening dan gegas mendudukkan dirinya. Pria itu memerhatikan sekeliling dan menyadari, ini bukan kamarnya.

Serentak, potongan ingatan perihal apa yang terjadi di malam yang lalu membanjiri benaknya. Bagaimana dia memaksakan diri kepada seorang wanita malang dan bersumpah akan bertanggung jawab.

Teringat hal tersebut, Asher menggertakkan giginya. "Jemput aku sekarang," titah pria itu dengan tegas seraya mendudukkan diri di pinggir tempat tidur. Matanya menatap informasi hotel di nakas. "Hotel Star, kamar 501."

Detik Asher menyibak selimut, matanya terpaku pada noda darah dan sebuah kalung yang teronggok di tengah tempat tidur.

Sadar dirinya bukan hanya memaksakan diri, tapi juga merenggut kesucian wanita asing itu, Asher menyisir rambutnya dengan frustrasi. "Sial …."

Mendengar makian tuannya, asisten pribadi Asher sedikit panik. "Tuan? Apa ada yang salah?"

Dengan cepat, Asher kembali bertitah, "Segera cari tahu siapa yang memesan kamar ini!" Pria itu meraih kalung di tengah ranjang dan menambahkan, "Siapa pun dia … aku harus bertanggung jawab."

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (15)
goodnovel comment avatar
L W
kok awalnya sama persis sama cerita Gairah Cinta Sang Pewaris?
goodnovel comment avatar
skd
mkn penasaran
goodnovel comment avatar
Mella Soplantila Mella
lanjutkan thor
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Gelora Hasrat sang Presdir   Gelora Hasrat ...

    “Apa ini?” Laura Smith—ibu Claus dan Collin Smith—mendapat sebuah pesan dari nomor tak dikenal yang membuatnya hampir terkena serangan jantung. “Sayang!!! Lihat ini!!” Tangan Laura gemetaran ketika melihat foto terakhir di ponselnya. Asher Smith yang sedang duduk santai sambil membaca koran, langsung membuang surat kabar itu sembarangan. Dia sangat panik mendengar istrinya berteriak. “Apa yang terjadi, Sayang?” Melihat air mata istrinya, pria yang masih menguasai Smith Group itu langsung terbelalak marah. “Siapa yang membuatmu menangis?!” Laura menyerahkan ponselnya sambil terisak-isak. Asher lantas memeluk Laura sambil melihat penyebab istrinya menangis. Sontak, wajah Asher mengernyit. “Siapa ini? Claus? Atau Collin?” “Mana kutahu!! Sebelum ulang tahun Jolie kemarin, mereka sepakat untuk memangkas rambut dengan gaya yang sama!” Asher memeluk istrinya, menepuk punggungnya untuk memberikan ketenangan selagi berpikir. Dia sungguh tak menyangka jika salah satu putra kembar yang s

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status