Share

2. Jebakan

"Beraninya kau kembali ke rumah ini setelah semua yang terjadi! Dasar anak tidak tahu malu!" maki Simon.

Makian sang ayah membuat Laura membeku, kenapa sang ayah seperti ini?

Melihat wajah Laura yang kosong, telapak tangan Simon hendak melayang sekali lagi ke wajah putrinya. Namun, Nora, adik tiri Laura, segera mencegah dengan memegang lengan sang ayah.

"Papa! Apa yang Papa lakukan? Kenapa Papa mau memukul Kak Laura, Pa?!" seru Nora dengan wajah khawatir.

Simon menepiskan tangan sang putri. "Jangan ikut campur! Papa harus memberi pelajaran pada kakak sialanmu ini!"

Gilda, istri kedua Simon dan ibu kandung Nora, yang mendengar keributan itu ikut keluar.

Melihat adegan di depan mata, dia langsung membantu putrinya menahan sang suami. "Papa, sabar, Pa! Jangan begini!"

Sementara pasangan ibu dan anak itu berusaha menahan sang ayah, badan Laura gemetaran bukan main. Firasat buruk datang menghampiri. Apakah Simon tahu perbuatannya semalam?

"Diam! Kalian tidak tahu bagaimana aku harus menanggung malu saat Keluarga Smith membatalkan pernikahan karena kebejatan perempuan ini!" bentak Simon membuat semua orang terkejut.

Laura mengangkat kepalanya. "Apa…? Kenapa …?"

Mata Simon semakin berkilat marah karena Laura tak menyadari kesalahannya. Pria itu merogoh saku celana dan melempar sejumlah lembar foto tepat di wajah Laura.

"Lihat pakai matamu sendiri!"

Laura menangkap sebagian foto tersebut. Tangannya langsung gemetaran, bersamaan dengan air mata yang semakin deras mengalir.

Gambar dirinya sedang bersama seorang pria masuk ke kamar hotel terpampang di depan mata. Pria itu memunggungi kamera, sedangkan wajah Laura terlihat sangat jelas. Posisi tubuh mereka begitu intim sehingga tak perlu dipertanyakan lagi perihal apa yang akan terjadi begitu pintu kamar hotel itu tertutup!

"Kau masih mau bertanya alasannya dengan semua bukti ini?!" geram Simon. "Asal kau tahu, asisten Noah yang datang memberikan foto-foto ini dan menyatakan niatan Noah untuk membatalkan pernikahan kalian! Noah bahkan tidak sudi melihat wajahmu!"

Sontak, kaki Laura lemas hingga dia jatuh bersimpuh di depan Simon.

'Noah tahu semuanya?' batin Laura, sulit untuk percaya.

Di saat itu, Laura mendengar suara Nora berkata, "Pa, pasti ada salah paham! Nggak mungkin Kak Laura berbuat seperti ini!" Gadis itu menoleh kepada Laura. "Kak, ayo jelaskan!"

Mendengar ucapan Nora, Laura menatap sang adik tiri dengan pandangan kosong. Semua ini … bukankah semua ini seharusnya lebih diketahui oleh Nora yang di malam sebelumnya sepenuhnya sadar?!

"Kau yang mengajakku ke sana, Nora …." Tangisan Laura pecah seiring dia memegang lengan adiknya dengan kuat. "Bukankah seharusnya kau yang lebih tahu mengenai apa yang terjadi setelah aku mabuk!?"

"K-Kakak …." Nora memasang wajah terkejut bercampur tak berdaya. "Aku–"

Tudingan Laura kepada Nora membuat hati Simon panas. "Adikmu sudah berbaik hati mengadakan pesta pelepasan masa lajang untukmu, tapi sekarang kau malah melemparkan kelalaianmu padanya?!"

Laura terperangah. Melemparkan kelalaian? Dia bertanya! Lagi pula, Nora yang dari awal memaksanya untuk pergi ke tempat seperti itu! Sang ayah juga tahu!

Sebelum Laura bisa mengatakan apa pun, Nora langsung berlutut di hadapan Simon. "Papa! Kak Laura benar, ini semua terjadi karena salahku! Aku seharusnya tidak mengadakan pesta itu! Jangan salahkan Kak Laura, Pa!" pinta Nora.

Kalimat Nora terdengar membela, tapi kenapa Laura merasa adiknya itu seperti sedang membuat dirinya menjadi orang jahat yang sedang menuduh?!

"Nora! Kesalahannya bukan tanggung jawabmu!" tegas Simon.

Walau terdengar keras, tapi Laura bisa melihat kelembutan dari pancaran mata Simon untuk putri keduanya itu.

Pemandangan itu membuat dada Laura semakin sesak. Kenapa Simon tak pernah menatapnya seperti itu? Bukankah dia juga putri kandungnya!?

Simon melemparkan pandangan mematikan kepada Laura. "Katakan, siapa laki-laki yang bersamamu semalam?!"

"A-aku ... aku tidak tahu," jawab Laura lirih.

Laura hanya melihat wajah pria sekilas saat hendak meninggalkan kamar hotel itu, namun dia benar-benar tak tahu siapa pria itu.

"Tidak tahu?! Jadi … kau menghabiskan malam bersama pria asing yang bahkan tidak kau kenal?!"

Sudah cukup, Simon tidak bisa bertahan lagi.

"Keluar."

Laura menatap sang ayah dengan mata membesar. "P-Papa …."

"Tutup mulutmu! Tidak sudi aku mengakui seorang putri sepertimu!" maki Simon dengan amarah menggebu. "Mulai dari hari ini, kau bukan putriku lagi. Keluar dari rumah ini!"

BRUK!

Laura bersujud di kaki sang ayah. "Papa! Papa jangan lakukan ini padaku!" pintanya dengan memelas.

Ke mana Laura harus pergi kalau dirinya diusir dari rumah ini!?

Dengan dingin, Simon berseru lantang, "Penjaga! Usir perempuan tidak tahu diri ini keluar dari kediaman!"

Tidak perlu waktu lama, sejumlah penjaga kediaman datang. Tanpa bisa menolak perintah sang tuan besar, mereka pun menyeret Laura dan melemparkannya keluar kediaman beserta sebuah koper besar yang berisi barang-barangnya.

"Papa! Papa!' Laura berusaha membuka gerbang kediamannya, tapi tidak ada orang yang mengacuhkannya.

Di dalam kediaman, Simon mendengus. "Jangan ada yang pernah menyebutnya lagi di kediaman ini! Laura Hartley sudah mati!" umum pria itu sebelum berbalik pergi ke kamarnya bersama sang istri.

Sementara itu, Nora tampak menatap Laura yang terus memohon untuk dimaafkan dari jendela kediamannya. "Kakakku yang malang …," gumamnya lirih.

Di saat itu, ponsel Nora berdering. Dia melihat layar dan langsung mengangkatnya dengan wajah tenang.

"Sepertinya kau begitu puas dengan hadiahku tadi malam?" tanya Nora dengan wajah berseri, maniknya memerhatikan bagaimana Laura mulai terlihat menangis di depan kediaman. "Bagaimana rasanya meniduri kakakku?"

Ya, memang benar. Dalang sebenarnya dari malapetaka yang menimpa Laura adalah Nora! Dia itulah yang dengan sengaja menjebak Laura agar mabuk dan bisa ditiduri oleh temannya. Semua demi membatalkan pernikahan kakak tirinya itu dan menggantikan posisinya untuk menjadi nona muda Keluarga Myers, istri dari Noah Myers!

"Apa kau gila?!" maki suara pria di ujung telepon yang lain, sukses membuat Nora mengerutkan kening. "Aku belum berhasil meniduri kakakmu! Dia dibawa pergi pria lain!"

"Apa?" Mata Nora melebar. "Bukankah dia tidur denganmu tadi malam?! Foto yang dikirimkan orangku–"

"Aku memang di foto itu! Tapi, bukan aku yang berakhir menidurinya! Seorang pria datang, menghajarku habis-habisan, dan melemparku keluar kamar! Asal kau tahu, sekarang aku saja ada di rumah sakit! Kau harus tanggung jawab, Nora!"

Nora mengabaikan makian temannya, otaknya sedang berputar mengenai informasi yang baru saja dia dapatkan.

Nora memandang ke arah gerbang, menyadari bahwa Laura sudah tidak ada.

Lalu … kalau bukan temannya, siapa yang tidur bersama Laura tadi malam?!

***

Hotel Star. Kamar 501.

Terlihat sosok seorang pria terbangun ketika mendengar dering ponselnya. Tangannya yang kekar meraih benda pipih itu, lalu menempelkannya di telinga.

"Tuan Asher! Akhirnya Anda mengangkat telepon saya!" Suara di ujung telepon lain mengejutkan pria tersebut, membuatnya membuka mata perlahan dan memamerkan manik hitam segelap malam yang memesona. "Ke mana Anda tadi malam?!"

Saat pertanyaan itu terlontar, Asher Smith mengerutkan kening dan gegas mendudukkan dirinya. Pria itu memerhatikan sekeliling dan menyadari, ini bukan kamarnya.

Serentak, potongan ingatan perihal apa yang terjadi di malam yang lalu membanjiri benaknya. Bagaimana dia memaksakan diri kepada seorang wanita malang dan bersumpah akan bertanggung jawab.

Teringat hal tersebut, Asher menggertakkan giginya. "Jemput aku sekarang," titah pria itu dengan tegas seraya mendudukkan diri di pinggir tempat tidur. Matanya menatap informasi hotel di nakas. "Hotel Star, kamar 501."

Detik Asher menyibak selimut, matanya terpaku pada noda darah dan sebuah kalung yang teronggok di tengah tempat tidur.

Sadar dirinya bukan hanya memaksakan diri, tapi juga merenggut kesucian wanita asing itu, Asher menyisir rambutnya dengan frustrasi. "Sial …."

Mendengar makian tuannya, asisten pribadi Asher sedikit panik. "Tuan? Apa ada yang salah?"

Dengan cepat, Asher kembali bertitah, "Segera cari tahu siapa yang memesan kamar ini!" Pria itu meraih kalung di tengah ranjang dan menambahkan, "Siapa pun dia … aku harus bertanggung jawab."

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
semoga bisa sampai tamat bacanya ...
goodnovel comment avatar
yuliyuli guntur
lanjut aku suka ceritanya
goodnovel comment avatar
Julee
Asiiikkkk…. Baru mulai aja udh seru.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status