Selagi semua pertanyaan itu melambung di benak Laura, dia mendengar Emma memaki dengan emosi menggebu.
"Dasar rubah licik! Aku yakin dari dulu Nora sudah mengincar Noah! Ini berarti apa yang menimpa Laura pasti ada hubungan dengannya!" Wanita itu tak lupa menambahkan, "Noah juga! Apa dia tidak tahu apa dampak pengumuman ini kepada Laura? Apa dia tidak memikirkan perasaan Laura?! Kalau aku bertemu dua orang hina itu nanti, akan kuhabisi mereka!"Suara Emma yang semakin lama semakin tinggi membuat Alan mendelik. "Jangan berteriak-teriak, bodoh! Cepat kecilkan volume suara TV! Laura bisa mendengar–"Mendadak, ucapan pria itu berhenti saat matanya mendarat pada sosok Laura yang membeku di tangga."L-Laura!"Teriakan Alan membuat Emma mengikuti arah pandang sang kakak dan spontan mematikan televisi. Kakak-adik itu membeku di tempat hingga Laura berjalan mendekat.Emma dan Alan langsung berdiri dan menghampiri Laura."Laura, jangan pedulikan dua orang hina itu, oke? Mereka tidak pantas kau pikirkan!""Itu benar! Tidak pantas!"Sepasang kakak-adik itu tampak menghibur Laura dengan panik. Mereka khawatir jika Laura kembali terpuruk karena berita pertunangan Noah.Namun, di luar dugaan keduanya, Laura menyunggingkan sebuah senyuman manis. "Bisa carikan aku pekerjaan?"Emma dan Alan mengerjapkan mata. "Apa?" Rasanya, mereka salah dengar.Laura tersenyum tak berdaya melihat kedua kakak-beradik di hadapannya. "Aku rasa, sudah waktunya aku melakukan sesuatu. Tidak mungkin aku terus-terusan menyusahkan kalian, bukan? Jadi, aku mau mulai bekerja.""Lau, kau tidak pernah menyusahkan kami! Jangan bicara seperti itu terus!" sanggah Emma seraya menggenggam kedua tangan Laura."Em, kalian sungguh baik, dan aku berterima kasih atas hal itu," balas Laura. "Akan tetapi, hidup terus berlanjut, dan tidak mungkin selamanya aku bergantung kepada dirimu dan keluargamu." Senyuman Laura berubah diselimuti tekad. "Aku ingin bangkit kembali dan berdiri sendiri.""Lau …." Emma tak bisa berkata-kata.Wajah Laura terlihat cerah, seakan sama sekali tak peduli dengan berita yang baru saja dia dengar. "Oleh karena itu, bisa bantu carikan pekerjaan untukku?"Emma dan Alan pun saling menatap. Mereka seakan berkomunikasi tanpa suara sebelum akhirnya mencapai satu keputusan.Alan berkata dengan senyum tipis, "Kalau kau sungguh tertarik … akan kucarikan satu pekerjaan untukmu."*Beberapa hari kemudian*Kantor Presiden Direktur Smith Group."Pemesan kamar hotel tidak diketahui, pemilik kalung juga tidak bisa ditemukan. Haruskah aku menilai ulang kinerjamu Theo?" ujar Asher dengan wajah gelap setelah menerima laporan asisten pribadinya terkait permintaannya lebih dari dua minggu lalu.Asisten pribadi pria itu memasang wajah tak berdaya. "Tuan, pemilik kalung tersebut adalah wanita yang kabur dari rumah keluarganya 26 tahun yang lalu. Demikian, keberadaannya saat ini di mana, tidak ada yang tahu."Pemilik kalung adalah wanita yang kabur 26 tahun yang lalu. Kalau dihitung, berarti umur wanita itu sudah hampir setengah abad. Hal tersebut tak selaras dengan sosok yang menghabiskan malam dengan Asher malam itu.Samar-samar, sepasang manik biru indah yang menghipnotis membuat Asher menutup mata. Walau buyar, tapi Asher yakin sosok yang menghabiskan malam dengannya adalah seorang wanita muda. Oleh karena itu, kemungkinan terbesar adalah wanita yang bermalam bersamanya adalah putri dari wanita yang kabur itu.Rumit. Melihat ekspresi gelap sang atasan, Theo mencoba lagi untuk bertanya, "Bagaimana, Tuan? Perlukah saya mengerahkan lebih banyak orang untuk menyelidiki lebih jauh tentang pemilik kalung itu?"Sudah kabur 26 tahun yang lalu, apa lagi yang mau dicari? Semua jejak pasti sudah pudar dan sulit ditemukan.Asher pun membuka mata dan meraih sebuah dokumen di atas meja. "Lupakan," ucapnya. "Lebih baik kau terus coba untuk mendapatkan informasi pemesan kamar 501." Pria itu menatap Theo lurus dan berkata, "Kalau perlu menggunakan uang, gunakan sebanyak yang diperlukan. Aku hanya menginginkan wanita itu.""Saya mengerti, Tuan," balas Theo.TOK! TOK!Suara pintu yang diketuk membuat Theo dan Asher memutar kepala ke arah pintu. Tampak sang resepsionis berdiri dan melapor, "Tuan, calon sekretaris baru Anda sudah tiba. Haruskah saya biarkan menunggu atau–""Persilakan masuk."Mendengar hal itu, resepsionis tersebut menoleh ke belakang dan mempersilakan sosok yang terhalang pintu kaca ruangan Asher untuk masuk.Saat sosok itu berjalan masuk, pandangan Asher langsung terpaku pada sepasang manik biru yang menghipnotis di hadapannya.Sama seperti dirinya, wanita tersebut juga membeku di tempat, seakan mengenalinya.Saat dirinya menarik kursi di depan meja kerja Asher untuk sang sekretaris baru, Theo bingung dengan ekspresi terkejut wanita tersebut. "Nona Laura Wilson, Anda baik-baik saja?"Ya, wanita yang baru saja masuk untuk menjalani hari pertamanya sebagai sekretaris Asher adalah Laura!Laura memutuskan menggunakan nama keluarga ibunya setelah Simon mengusir dan tak mau mengakui dirinya sebagai anak.Di tempatnya, tubuh Laura bergetar dan ekspresinya yang tadi tenang sekejap berubah diselimuti ketakutan.'Pria itu … Laura tidak mungkin salah ingat. Dia adalah pria yang merenggut kesuciannya di malam tersebut!'“Apa ini?” Laura Smith—ibu Claus dan Collin Smith—mendapat sebuah pesan dari nomor tak dikenal yang membuatnya hampir terkena serangan jantung. “Sayang!!! Lihat ini!!” Tangan Laura gemetaran ketika melihat foto terakhir di ponselnya. Asher Smith yang sedang duduk santai sambil membaca koran, langsung membuang surat kabar itu sembarangan. Dia sangat panik mendengar istrinya berteriak. “Apa yang terjadi, Sayang?” Melihat air mata istrinya, pria yang masih menguasai Smith Group itu langsung terbelalak marah. “Siapa yang membuatmu menangis?!” Laura menyerahkan ponselnya sambil terisak-isak. Asher lantas memeluk Laura sambil melihat penyebab istrinya menangis. Sontak, wajah Asher mengernyit. “Siapa ini? Claus? Atau Collin?” “Mana kutahu!! Sebelum ulang tahun Jolie kemarin, mereka sepakat untuk memangkas rambut dengan gaya yang sama!” Asher memeluk istrinya, menepuk punggungnya untuk memberikan ketenangan selagi berpikir. Dia sungguh tak menyangka jika salah satu putra kembar yang s
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek