“Ah … lebih keras, Sayang!”
Angela Quinn meremas berkas penerimaannya di Smith Group kala mendengar lenguhan menjijikan dari kamar calon suaminya. Pelan-pelan, wanita 22 tahun itu menuju kamar yang pintunya sedikit terbuka dan menemukan … pria itu tengah bersama wanita lain!
“Kau sangat nikmat, Sayang. Aku mencintaimu,” ujar Travis penuh kasih sayang, lalu mengecup kening selingkuhannya.
“Haaa … kalau begitu, kenapa kau malah melamar gadis desa macam Angela?”
“Mau bagaimana lagi? Orang tuanya terus-terusan mendesak agar segera meresmikan hubungan kami. Kalau aku membuat mereka kecewa dan akhirnya Angela memutuskanku, siapa yang akan membantuku membuat desain perhiasan?”
“Ck! Lalu bagaimana denganku kalau kau menikahinya?”
“Sabar, Sayang. Jika aku sudah resmi menjadi manajer di Smith Group, aku akan segera menceraikannya.” Travis tampak berpikir sebelum kembali berkata, “atau aku akan mengulur waktu pernikahan kami sampai saat itu tiba. Bagaimana menurutmu?”
Keduanya pun tertawa.
Saking asiknya, pasangan itu bahkan tak sadar jika Angela sudah mengepalkan tangannya—menahan emosi.
Selama 4 tahun menjalin hubungan asmara dengan Travis, dia dan keluarganya selalu mendukung pria itu, termasuk dukungan finansial.
Ya, Travis berasal dari keluarga yang kurang mampu, sedangkan Angela adalah putri dari pemilik perusahaan kecil di pinggiran kota. Apartemen yang digunakan Travis untuk berselingkuh pun pemberian dari orang tua Angela.
Namun, apa balasan Travis?
Rasanya, Angela ingin menyerang keduanya.
Namun, diurungkannya niat itu sekarang.
‘Lihat saja, Travis Wood! Aku akan membalasmu! Aku akan membuat hidupmu berakhir sangat menyedihkan!’ tekad Angela sembari menepis sakit hatinya.
Angela harus memberikan barang bukti. Dia tahu benar orang tuanya percaya bahwa Travis adalah menantu ideal yang tak akan melakukan tindakan kotor seperti perselingkuhan.
Mereka pasti akan menyalahkan Angela jika tahu-tahu ingin putus hubungan tanpa alasan. Selain itu, Angela juga perlu menyiapkan balas dendam yang paling menyakitkan untuknya ….
Drrrt!
Getaran ponsel di sakunya menyadarkan Angela.
Kebetulan sahabatnya ingin merayakan keberhasilan Angela diterima kerja di perusahaan nomor satu di negaranya bersama Travis. Itulah alasan Angela datang ke sini.
Namun, dia akhirnya hanya bisa datang sendiri. Angela menahan senyum miris, lalu pergi tanpa suara dari sana.
***
“Apa kau belum bertemu Travis?”
Di sebuah bar hotel mewah, Angela yang tengah menenggak segelas minuman keras sontak menatap sahabatnya itu.
“Jangan bicarakan pria brengsek itu!”
“Hah?” heran Ivy.
“Dia berselingkuh dengan rekan kerjanya, dengan Britney.” Angela akhirnya bercerita tanpa ditanya.
Britney Pearson adalah kakak kelas keduanya yang selalu mencari masalah. Dia tahu jika Britney juga bekerja di Smith Group, namun tak menyangka akan merebut calon suami Angela.
“Sungguh? Kau mungkin hanya salah paham. Mustahil Travis berselingkuh. Dia sangat mencintai–” Ivy ingin menenangkan sahabatnya, tetapi ponselnya tiba-tiba berdering.
“Astaga… aku akan mendengar keseluruhan ceritamu nanti. Maaf sekali … bosku tiba-tiba menyuruhku ke kantor sekarang.”
Angela hanya mengangguk sebelum akhirnya ditinggal sendiri. Wanita itu pun kembali menenggak minuman keras.
Hanya saja, mengapa penglihatannya mulai kabur…?
Samar-samar, dia dapat melihat seorang pria menghampirinya, seolah ingin mengatakan sesuatu. Angela tak bisa mendengar ucapannya dengan jelas, hingga akhirnya, kesadarannya hilang sepenuhnya….
Entah berapa lama, Angela tak tahu.
Satu hal yang pasti, matanya tak nyaman kala diterpa cahaya lampu terang ketika bangun. Wanita itu pun segera duduk dan merenggangkan otot.
Namun, dia baru sadar dirinya sedang berada di tempat asing. Belum lagi, selimut yang menutupi badannya perlahan turun sampai sebatas perut, hingga hawa dingin tiba-tiba menggigit kulitnya.
“Huh?” Kelopak mata Angela terbuka lebar ketika menyadari tubuhnya polos tanpa busana. “Apa yang terjadi? Apa aku masih bermimpi?”
Wanita itu langsung menoleh ke kanan-kiri untuk mencari petunjuk di mana dirinya sekarang. Namun, mulutnya langsung ternganga ketika melihat seorang pria tidur di sampingnya—juga tanpa busana!
“Ahhhh!!!” jerit Angela dengan kencang.
Pria tak dikenal itu ikut terkejut, hingga duduk terbangun.
Melihat itu, Angela semakin panik dan langsung mengambil bantal, lalu memukul-mukul pria itu dengan keras. “Siapa kau?!” pekiknya “Apa yang kau lakukan padaku?!”
Lengan pria itu sigap menutupi wajah tampannya. Dia menatap tajam Angela selagi merebut bantal, kemudian berseru, “Apa kau gila?! Seharusnya, aku yang bertanya siapa kau?!”
….
Mereka sontak terdiam kala menyadari ada sesuatu yang janggal.
Mengapa mereka bisa berakhir di ranjang yang sama, di kamar hotel yang tak pernah mereka pesan, sementara mereka tidak saling mengenal?
“Tunggu sebentar! Aku akan mengambil selimut!”Claus sebenarnya hanya ingin membuat Nadine khawatir, tapi Edwin justru ikut mencemaskan Collin. Dalam sekejap, Edwin keluar membawa selimut tebal.“Tolong bujuk dia, setidaknya bermalam di sini. Air laut pasang bisa mencapai gubuk. Dia bisa jatuh sakit,” pinta Edwin.“Itu akan sulit. Kemauannya sangat kuat menuruti permintaan Nadine. Lebih baik, saya minta sedikit persediaan obat Anda saja. Tidak ada apotek di sekitar sini. Dia lebih membutuhkan obat untuk keadaan darurat.”“Sebentar … sebentar!”Edwin melesat cepat mencari obat-obatan.“Kalau Anda punya pelampung, saya pinjam sekalian! Collin mungkin ikut terbawa air pasang!”DUK!Terdengar suara benturan kecil di pintu bagian bawah. Claus menyeringai, tahu Nadine mendengarnya.Nadine langsung membungkam mulutnya dengan kedua telapak tangan. Dia terkejut pada ucapan Claus sampai sikunya membentur pintu.“Collin tidak bisa berenang! Apa yang harus aku lakukan?! Dia bahkan tidak mau mende
Claus benar-benar tak bisa memahami Collin. Collin bahkan tega melakukan perbuatan buruk demi obsesinya kepada Jolie. Lantas, kenapa sekarang dia menyerah semudah ini?‘Apa kau tidak mau melukai perasaan Nadine dengan tindakan yang salah? Sampai mau menuruti permintaannya yang ingin bercerai?’Claus telah mendengar dari Edwin perihal rencana Nadine.‘Jadi, sedalam ini kau mencintai istrimu?’…“Kau seharusnya memikirkan cara supaya dia hanya bisa bersandar padamu. Kenapa kau justru bersikap menyedihkan seperti ini?”“Kau masih di sini? Pergilah,” usir Collin.Claus malah bersandar di gubuk sambil merapatkan jaket. Melirik Collin yang seperti tak merasakan kedinginan.Bagaimana bisa dia merasakan kedinginan jika patah hati mendominasi segalanya?“Katakan saja kalau kau butuh bantuanku. Aku punya banyak cara untuk membuat dia kembali padamu.”“Jangan ikut campur masalah rumah tanggaku! Nadine bukan wanita kuat seperti Angela. Dia begitu rapuh … seperti kaca tipis yang mudah pecah. Dan a
Dari cara Collin ketika menatap dan memeluk, Nadine sebenarnya menyadari apa yang Collin rasakan, tapi hatinya terus menyangkal. Collin tak mungkin memiliki perasaan padanya.Namun, Nadine tak bisa menyangkal lagi setelah mendengar pengakuan cinta darinya …Kata-kata cinta itu menggetarkan hatinya, meluluhkan segala prasangka. Akan tetapi, Nadine masih takut pada cinta yang mungkin hanya sementara Collin rasakan.“Kau tidak perlu mengatakan hal yang sama jika kau tidak punya perasaan apa pun padaku. Aku hanya ingin kau mengetahui apa yang aku rasakan ini sungguh nyata, Nadine.”Nadine tak menjawab. Lidahnya terasa kelu. Dia semakin bimbang dengan keputusannya.Collin memundurkan badan, melepaskan pelukan.“Pulanglah. Aku akan mengambil tasku yang tertinggal di rumahmu saat kau sudah tidur nanti. Maaf kalau kehadiranku membuatmu terluka. Aku tidak akan menyakiti hatimu lagi,” ucap Collin halus, lalu mengusap puncak kepala Nadine.Wanita itu tak bereaksi. Sesungguhnya, Nadine pun merasa
Mereka saling menatap cukup lama. Nadine seperti sedang memikirkan sesuatu yang cukup berat, sebelum akhirnya berkata, “Anda seharusnya tidak datang kemari. Saya sudah berpesan kepada Tuan Asher untuk mempercepat perceraian kita.”!!!Dada Collin terasa sangat sesak sampai seperti akan meledak. Pada akhirnya, apa Nadine tetap akan memilih berpisah dengannya?“Aku tidak mau bercerai denganmu. Aku mohon, Nadine,” ratap Collin.Nadine tercengang. Mendadak, Collin melepas lengannya, lalu berlutut di hadapannya sambil memegang kedua kakinya.“Aku membutuhkanmu …. Jangan meninggalkanku lagi … aku mohon ….”Perbuatan Collin tersebut menarik perhatian para nelayan yang baru akan pulang ke rumah masing-masing. Di wilayah pesisir yang sepi penduduk itu, mereka saling mengenal satu sama lain.Meski langit sedikit gelap, tetap saja, Nadine malu. Dia menarik Collin agar segera bangun.“Tuan, jangan seperti ini! Mari bicara di tempat lain,” pinta Nadine sambil melirik ke kanan-kiri.Collin dengan
Sementara itu, di rumah Nadine …Edwin terkejut oleh kedatangan menantu yang selama ini hanya pernah dilihat dari foto. Kakinya seperti terpaku di depan pintu, sulit melangkah maju.Zayn berhenti berdebat dengan Claus ketika melihat Edwin. Claus juga langsung menoleh ke samping pada pintu. Dia segera menurunkan kakinya dari atas meja kayu yang dia pikir adalah kursi panjang.“Oh, Anda sudah pulang,” sapa Claus canggung.Edwin bahkan bukan ayah mertuanya. Claus bingung bagaimana harus menghadapinya.‘Bocah jahat itu malah pergi ke mana?! Dia yang seharusnya menghadapi ayah mertuanya. Kenapa malah jadi aku?’Tapi, bukankah Asher memang menyuruhnya menjemput dan minta izin kepada Edwin?“Anda … kenapa datang ke sini …?” tanya Edwin dengan suara parau.Sekarang Edwin tahu apa yang membuat putrinya melarikan diri secara mendadak. Nadine rupanya masih mengingat suara suaminya bahkan setelah tiga bulan berlalu.Apakah dia sudah salah mengira jika pria yang disebut menantu itu tak berhasil m
Collin sepertinya sudah lebih tenang dari sebelumnya. Setelah berpikir dan merenung panjang, ada baiknya dia menemui Nadine terlebih dulu.Kejujuran adalah satu-satunya yang bisa dia katakan dibanding mencari alasan. Dia akan mengatakan terus terang bahwa selama ini dia mencari keberadaan Nadine dan bagaimana Asher menghalanginya.Entah Nadine akan percaya atau tidak, yang penting dia hanya akan mengungkap kebenaran. Collin tak mau hubungan mereka dilandaskan atas dasar kebohongan.“Nadine ….”Ketika Collin berbalik akan kembali ke rumah Nadine, dia melihat sosok wanita itu, bahkan dari kejauhan. Gaun krem polos selutut yang dipakai Nadine melambai-lambai terkena angin saat berjalan ke arahnya sambil menunduk.Dada Collin seperti hampir meledak oleh berbagai rasa. Dia ingin segera berlari memeluk Nadine, sampai lupa baru beberapa menit lalu gelisah akan bertemu dengannya lagi.Namun, Collin justru memperlambat langkah kakinya ketika menyadari ada yang aneh dengan Nadine.Wanita itu ber