Collin melihat sisi baru istrinya. Mata Nadine tampak sayu, diliputi oleh hasrat yang tak tertahankan. Sentuhan Collin yang awalnya hanya menarik rasa penasaran Nadine, kini membuat wanita itu ketagihan ingin merasakan sentuhan lainnya. Indra penglihatan Nadine tertarik pada milik suaminya yang lurus menghadap langit-langit, siap untuk memberinya kenikmatan.Nadine semakin tak sabar ketika Collin hanya berlutut di antara kakinya. Collin masih belum puas menatap tubuh Nadine dengan raut wajah takjub. ‘Indah sekali … bagaimana bisa kau menyembunyikan dariku selama ini?’Nadine biasanya hanya memakai pakaian biasa dan sedikit longgar dari bentuk tubuhnya. Collin kini dapat melihat jelas keindahan tubuhnya yang hanya pernah dirasakan dari pelukan.“Apa kau akan terus memandangi tubuhku saja?”Nadine mengangkat kaki, mengusap milik Collin dengan telapak kakinya.Collin tersentak sambil melihat ke bawah. Miliknya semakin bereaksi ingin mengamuk di pusat kenikmatan istrinya.Collin mengangk
Collin terkejut mendengar jeritan Nadine. Dia sontak menutup kejantanannya dengan kedua tangan.Apa Nadine takut pada miliknya?Collin sudah terbiasa melepas celana sekaligus, sampai lupa jika Nadine mungkin akan terkejut.“Aku juga tidak bisa mengendalikannya walaupun ingin, Nadine. Maaf … kalau ini mengganggumu.”Nadine sudah berbalik memunggungi Collin. Dadanya kembang-kempis dan napasnya terengah-engah.“T-Tidak … aku … hanya kaget …. I-itu … tiba-tiba mencuat ke depan wajah, seperti akan menamparku!”Rona kemerahan di pipi Collin menjalar sampai ke telinga. Hanya mendengar kalimat itu saja membuatnya begitu malu.“Aku … tidak bermaksud mengejutkanmu ….”Pikiran Collin mendadak kosong. Dia lupa dari mana harus memulainya karena sangat gugup.“Anda … kau … t-tidak jadi berendam?” tanya Nadine gagap, selagi memberanikan diri memutar badan, mendongak menatap Collin.“Aku akan masuk ….”Collin masih menyilangkan telapak tangan di depan paha sambil masuk ke dalam bathtub. Gerakannya kak
Collin akhirnya mengetahui kehidupan Nadine sebelum menikah dengannya. Selama tiga bulan ini, dia terus menyesal karena tak pernah menanyakan tentang kehidupan Nadine.Setelah mendengar bagaimana mirisnya kehidupan istrinya, Collin bertekad akan bekerja semakin keras untuk membuatnya bahagia, tak lagi merasa kekurangan. Dia juga semakin kagum pada sosok Nadine.Dulu, dia menganggap Nadine seperti wanita murahan yang mau menjual diri untuk menikahi pria asing. Pada kenyataannya, Nadine rela mengorbankan diri demi keluarganya.“Sekarang ada aku, Nadine. Kau bisa bersandar padaku dan minta apa pun yang selama ini kau inginkan. Aku akan berusaha memberikan apa pun itu.”Collin menggenggam tangan Nadine semakin erat sebelum masuk ke dalam kamar.“Aku tidak menginginkan banyak hal. Bagiku, barang-barang yang menarik perhatian itu tidak sebanding dengan dirimu. Aku tidak mau kehilangan seseorang yang berharga lagi.”Collin menghentikan gerakan tangan di gagang pintu. Menatap Nadine penuh rasa
Collin menggenggam tangan Nadine sepanjang jalan pulang. Dia sebenarnya tak keberatan menghabiskan waktu lebih lama di rumah Nadine jika Travis tak butuh bantuan membuka cabang baru restoran.Di tempat ini begitu sepi dan nyaman. Pikirannya lebih tenang, apalagi ada Nadine di sisinya. Kecuali, ketika mereka harus menghadapi Claus Smith.“Dari mana saja kau?” Claus menanti di depan rumah, sepertinya baru saja menerima panggilan telepon seseorang.“Jalan-jalan,” balas Collin acuh tak acuh.“Ikut denganku sekarang! Billy Volker menghubungiku terus, minta dibawakan lobster mutiara yang susah dicari! Menyebalkan sekali … dia maunya yang baru saja diambil dari laut!”“Itu urusanmu! Kenapa aku yang harus repot?” Collin tersenyum pada Nadine ketika membantu istrinya itu menapak satu anak tangga di teras rumah yang tidak seberapa tinggi. “Hati-hati … jangan sampai tersandung. Kakimu masih sakit.”Claus memukul pelan belakang kepalanya sendiri sambil tertawa tanggung melihat tingkah saudara kemb
Nadine membawakan rantang makanan untuk Collin. Dia sudah menduga di mana Collin sekarang dan menemukannnya berbaring sambil mengompres mata dengan botol air mineral dingin.“Kenapa malah tidur di sini? Apa di rumahku tidak nyaman?”Collin terperanjat. Dia langsung duduk sambil menunduk, pura-pura merapikan celana, tapi hanya ingin menghindari tatapan Nadine agar tak melihat mata bengkaknya.“Aku cuma ingin menikmati pemandangan di sini. Pulanglah dulu. Aku akan kembali beberapa menit lagi.”Nadine duduk sambil meletakkan rantang. Collin terkejut ketika Nadine mengulurkan kacamata hitam.“Pakailah. Sinar matahari yang terlalu terik bisa merusak mata.”Collin buru-buru memakai benda penyelamat itu. Dia akhirnya bisa menatap wajah istri yang sangat dirindukan, setelah berpisah selama setengah jam.“Ayah dan kakak ipar sedang makan. Kalau kau tidak mau makan di rumah, aku akan menemanimu makan di sini.”“Aku sudah sarapan makanan ringan. Tadinya, aku mau ikut salah satu kapal nelayan men
Collin benar-benar bersyukur tak jadi membangunkan Nadine semalam. Jika mereka melakukan malam pertama saat wajahnya tak enak dipandang, Nadine mungkin akan menyesali malam pertama mereka suatu saat nanti.“Aku harusnya memakai kacamata sebelum keluar!”Beruntung, area itu tidak banyak orang. Collin tak perlu susah payah menunduk sepanjang jalan.Collin pergi ke minimarket terdekat untuk membeli minuman dingin dan beberapa menu sarapan. Kemudian ke gubuk di tepi pantai untuk menghabiskan sarapan sendiri dan mengompres matanya yang bengkak.“Aku ingin makan bersama Nadine. Claus pasti sedang membicarakanku. Aku yakin, dia pasti hanya mengatakan omong kosong tentangku,” keluh Collin.Tebakan Collin sangat akurat!Claus saat ini sedang menanti sarapan selagi Nadine memasak. Dia terus mengamati kegiatan Nadine sambil mengambil beberapa fotonya untuk diberikan kepada Angela.“Nadine, kalau kembali nanti, kau harus banyak-banyak bergaul dengan istriku.”“Baik, Tuan,” jawab Nadine, tak begit