"Allhamdullillah, untung ada Abah," ucap Milka mendengus lega."Iya, Mbak. Kalau nggak ada entah sampai kapan aku ngurung Mas Adit di dalam."Abah, apa nanti jika mereka bertemu dengan, Ningrum, akan terkena efek susuknya lagi?" Milka kembali bertanya pada Abahnya. Pria yang ia panggil Abah adalah Ayah dari Mamanya."Kemungkinan tidak akan. Asal mereka selalu mengingat untuk membaca surat pendek. Terutama ayat kursi," jawab Abah."Aku kenapa sih, Bund?" Adit datang sambil cekikikan. Membuat istrinya merasa geram."Gue juga bingung, Dit. Tau-tau dikurung sama Milka," timpal Ilham."Nih yang parah, istrinya sampai dibentak-bentak." Milka menunjuk pada B
Ningrum seperti kesetanan. Dia jauh lebih mengerikan daripada istri yang ingin membunuh suaminya akibat ketahuan main perempuan. Begitu bringas dan sangat menakutkan."Awas kamu, Ida! Tega-teganya kalian menjebak-ku!" grutunya sepanjang jalan.Tak lama, Ningrum sampai di rumah sakit. Dia bertanya pada suster tempat Hildan dirawat. Namun, dia tidak menemukan keberadaan Ida. "Dimana Ida!" bentak Ningrum pada Hildan."Kamu kenapa? Datang-datang kaya orang gila!" ucap Hildan. Dia juga bingung kenapa wajah Ningrum berubah menjadi sedikit keriput."Jangan banyak bac--t! Dimana Ida!" tanyanya dengan tatapan tajam."Dia udah pulang! Dasar perempuan gila!" Karena kesal mendengar makian Hildan, Ningrum mengeluarkan ses
"Semua, kita langsung ke rumah sakit aja ya?" ujar Ida. Sedang yang lain mengangguk. Sepertinya, Ida memang mengkhawatirkan keadaan Hildan."Sumpah, tadi itu di dalam bau banget ya?" celoteh Sandra."Azab tukang selingkuh mungkin. Dia itu udah bersuami, tapi rela berbagi tubuh dengan lelaki lain. Aku si enggak tahu ya, tapi kan kalau udah punya suami jangan sampai zinah atau berhubungan badan dengan lelaki lain," imbuh Ida sedikit geram. Membuat Sandra dan Bara sedikit tersentil."Untung aku udah nggak begitu lagi," ucap Sandra dalam hati. Begitupun dengan, Bara."Memang itu baunya beneran dari, Ningrum?" Bara ikut bersuara."Iya, sih. Tadi waktu aku ngomong sama dia itu, asal muasalnya emang dari Ningrum. Sangat menyengat," balas Sandra.
"Allhamdullillah, udah sampai kita di rumah. Duh anak-anak bunda, Bunda kangen banget," ucap Tiara meraih putranya."Gimana, Ra? udah clear masalahnya?" tanya Mama mertuanya."Allhamdullillah, Ma. Ningrum udah di penjara sekarang. Jadi nggak ada lagi deh pengganggu dalam rumah tangga Ara dan Adit," jawabnya sembari duduk."Tapi untungnya, semua kejahatan Ningrum tidak ada yang berhasil." Ibu Tiara ikut berkomentar."Berhasil, Bu. Itu ngelukai Hildan suami Ida," cetus Milka."Oh iya, bagaimana keadaan, Hildan, Da?" tanya Ibu Bara."Hildan Allhamdullillah, udah lebih baik, Bu. Mungkin nanti Ida balik l
Extra Part 1Hari ini tiba waktunya persalinan Tiara. Semua orang berkumpul di rumah sakit. Merkea berdoa untuk keselamatan Tiara dan anaknya. Persalinan Tiara kembali dilakukan secara Caesar."Sayang, kamu kuat ya." Berkali-kali Adit mencium kening istrinya sebelum masuk ke ruang operasi."Aku pasti kuat, karena ada banyak orang yang mendukungku saat ini," balas Tiara. Brankar didorong oleh, perawat. Ruang oprasi pun ditutup. Adit, yang baru pertama kali melihat istrinya melahirkan, tak bisa diam seperti setrikaan. Mondar mandir hingga membuat Mama dan Papanya merasa pusing.Bukan hanya orang tuanya yang pusing. Ilham, Milka, Hildan, Ida dan Mertuanya pun merasa sama.
Mengulang kesalahanBara sedang duduk termenung di pinggir kolam dengan wajah lusuh dan bibir manyun. Melihat hal itu Sandra menghampiri. "Mas, kenapa?" tanya Sandra yang langsung ikutan duduk di pinggir kolam di samping suaminya. "Humh!" Bara malah membuang nafas kasar. "Kamu kenapa, Mas?" Sandra mengulang pertanyaan sedikit heran. "Bosen," singkatnya. Sandra mulai terdiam kemudian menundukkan pandangan ke bawah. "Bosen kenapa?" Ia lontarkan pertanyaan yang bahkan dia sendiri sudah tahu jawabannya. Ini pastilah soal anak. Itu yang ada di pikiran Sandra. "Bayangkan saja, Sand. Di rumah sebesar ini kita hanya berdua. Aku ingin punya anak. Kamu kapan sih bisa kasih aku seorang anak? Tiara sudah punya tiga orang anak. Ida juga sudah. Kamu kapan? Milka juga punya anak. Kamu kapan?" tanya Bara dengan nada yang menekan. Sandra menelan liur membasahi lehernya yang mendadak tercekat. "Aku gak tahu, Mas. Mungkin Tuhan belum mempercayakan seorang anak untuk kita. Lantas aku harus bagaimana
Api cemburuMendengar kata-kata Bara, Tiara menjadi gugup. Bahkan bakso di mangkok yang sedang ia pegang hampir saja terjatuh dari tangannya. Ia juga melihat ke arah Milka dengan perasan tidak enak. "Kenapa diam, Mas Ilham?" ucap Milka penuh penekanan dengan tatapan mata yang tajam. Suasana mendadak panas. Bara berhasil menciptakan kegaduhan. "Satu kali tepuk, empat nyamuk dalam genggaman," batin Bara. Ilham melihat ke arah Milka. Milka masih minta penjelasan. "Nggak bener kata-kata Bara. Aku memang pernah mencintai Tiara, tapi itu hanya bagian dari masa laluku. Untukku hanya kamu pengisi hatiku," ucap Ilham. Namun Milka seolah tak percaya. Ia balik arah untuk kembali pulang ke rumahnya dengan penuh sesak dan rasa sakit. Sesaat setelah mendengar penuturan Bara, wanita itu mendadak kehilangan rasa percaya pada Ilham. Yang ada di pikirannya, Ilham hanya mencintai Tiara dan menciintainya hanya sebua kepura-puraan. "Am, kejar Milka," kata Tiara. Kemudian perempuan itu pun meletkaan ba
Pertikaian berujung kata ceraiPOV Milka"Milka tunggu!" cegah Mas Ilham saat baru saja masuk rumah. Aku hanya melirik dan melanjutkan langkah kaki menuju kamar. "Aku bilang tunggu!" Mas Ilham menarik tanganku membuat langkahku terhenti. Malas rasanya menjawab. Hatiku dipenuhi rasa cemburu. "Kenapa aku jemput malah bareng sama Rian?" tanya Mas Ilham. Aku masih diam. "Jawab aku, Milka!" ulangnya memberi penekanan. "Kamu pikir sendiri saja, Mas. Tidak perlu aku jelaskan. Kamu yang tahu kebenaran tentang kemarahanku!" balasku sambil melepaskan cengkraman tangan Mas Ilham. Mas Ilham sendiri hanya terdiam. Setelah itu, aku pun memilih untuk masuk kamar. ***"Mau kemana?" tanya Mas Ilham lagi saat melihatku sudah bersiap. "Bukan urusan kamu Mas aku mau kemana! Peduli apa kamu sama aku? Jelas kamu tidak peduli padaku. Bukankah kamu hanya pura-pura mencintaiku saja?" "Maksud kamu itu apa, Milka?" Mas Ilham bertanya sambil mengusap wajahnya. "Mas! Kalau emang hanya ada Tiara di hati ka