Share

Genggam Tanganku menuju Jannah-Nya
Genggam Tanganku menuju Jannah-Nya
Author: Penasaya

Bab 1. Nayyara Naizha Qotrunnada

Langit malam yang hitam pekat menggelayut, tiada cahaya yang menyinari. Bahkan, bintang-bintang pun seakan tidak sudi menampakkan keindahannya. Warna yang suram bagaikan kehidupan seorang gadis yang sedang duduk di pinggir jendela dengan menatap kosong ke depan. Hari ini, dia lalui seorang diri, begitu juga hari kemarin, dan hari-hari yang sudah berlalu. Bagi Nayyara, sendiri adalah kehidupannya yang sesungguhnya.

Nayyara Naizha Qotrunnada, gadis yang biasa dipanggil Nayyara itu berulang kali menghela napas panjang, mencoba untuk menghirup udara dan mengisi rongga dadanya yang terasa sangat sesak. Kehidupannya benar-benar berubah drastis, saat kedua orang tuanya yang sudah mengadopsinya sewaktu kecil tidak lagi menyayanginya. Hanya dengan alasan, hadirnya buah hati yang sudah dinanti-nanti selama ini.

Gadis bertubuh tinggi dengan rambut panjang yang dia ikat asal itu masih setia memandangi langit malam dengan tersenyum miris. Dia menertawakan dirinya yang terlihat sangat menyedihkan sekarang ini. Bahkan, dia seperti seorang anak yang mengemis kasih sayang pada kedua orang tuanya.

Mengapa orang tua yang teramat sangat dia sayangi itu tidak bisa adil dalam membagi kasih sayang? Apa salahnya jika dia tetap dianggap ada dan tetap disayangi meski pun kini sudah tak lagi menjadi putri satu-satunya? Mungkin ini terlihat hanya sebuah masalah kecil, tetapi bagi Nayyara, dia benar-benar kehilangan sesuatu yang besar dalam hidupnya.

Sejak kehadiran Rania Ishani—putri kandung dari kedua orang tuanya. Nayyara menjadi orang asing di rumah, tidak adalagi perhatian yang biasanya selalu dia dapatkan dulu saat dia masih sendiri. Kini, semua perhatian itu berpindah kepada Rania dan Nayyara hanya bisa menonton saja.

Seakan tidak cukup dengan rasa sakit yang sudah Nayyara terima dari keluarganya. Hari ini ia kembali melihat kenyataan bahwa dirinya telah dikhianati oleh laki-laki yang selama ini dia percaya selalu ada dan mengerti semua tentangnya. Semesta seakan mempermainkan kehidupanya. Seluruh mentalnya dihajar habis-habisan dari sisi manapun. Nayyara selalu bertanya akankah kebahagiaan itu bisa kembali menghampirinya seperti saat dulu di mana ia begitu dipuja? Rasanya akan sangat sulit untuk mengembalikan situasi seperti dulu lagi.

Nayyara kembali menghela napas panjang. Setelah dia menghapus air mata yang membasahi pipinya. Dia beranjak dari duduknya dan menutup tirai jendela kamar. Daripada mengingat segala sakit yang dirasakannya hari ini, lebih baik baginya untuk tidur dan melupakan sejenak rasa sakitnya. Berharap, esok harinya disambut dengan kenyataan yang lebih baik meskipun hatinya tidak sepenuhnya yakin.

***

Pagi-pagi sekali, Nayyara sudah berpakaian rapi. Setelah selesai menyelesaikan pekerjaan rumah dan membuatkan sarapan untuk kedua orang tuanya dan juga Rania adiknya. Dia segera bersiap untuk berangkat bekerja. Nayyara memiliki usaha kecil-kecilan yang mana dia mendirikan sebuah Toko Kue dari hasil tabungannya sendiri dan juga hasil kerjanya saat menjadi seorang asisten dosen saat ia kuliah dulu. Nayyara sangat suka memasak meskipun Bundanya tidak setuju dengan pilihannya yang menolak untuk bekerja di bawah naungan Ayahnya.

“Bunda, Nayya berangkat kerja dulu, ya,” pamit Nayyara pada Bundanya yang masih sibuk merapikan kamar tidur Rania. Ya ... Rania memiliki kebiasaan buruk, yaitu saat bangun dia tidak membereskan tempat tidurnya sendiri. Walaupun begitu Bunda tidak akan pernah memarahi putri kesayangannya itu, sangat berbeda jika itu terjadi pada Nayyara sudah pasti Bunda akan memarahi Nayyara jika Nayya melakukan hal yang sama seperti yang Rania lakukan.

“Kalau mau pergi, ya, pergi saja. Kamu tidak lihat Bunda lagi ngapain? Kamu tidak punya mata?” ketus Bunda Fania seraya kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa melirik sedikit pun keberadaan Nayyara.

Nayyara terdiam mendapati jawaban ketus dari Bundanya itu, rasanya sedih sekali jika diingat-ingat bahwa dulu Bunda sangat memperhatikan dirinya sama seperti Bunda yang memperhatikan Rania, tetapi sekarang Nayya mendapati kenyataan bahwa kedua orang tuanya itu seakan sudah tidak menyayanginya lagi.

“Bun, kopi Ayah mana?” teriak Yacob Ayah Nayyara dan juga Rania yang sedang buru-buru dikarenakan hari ini ada jadwal dadakan di perusahaan miliknya.

“Iya, bentar!” Bunda Fania berlalu begitu saja dari hadapan Nayyara tanpa memperdulikan keberadaan Nayyara di sana, padahal Nayya hanya ingin berpamitan karena akan berangkat bekerja.

Nayyara pun memutuskan untuk langsung pergi saja, lagi pula tadi Bundanya itu sudah tahu bahwa Nayyara akan pergi untuk bekerja, alhasil Nayyara pun berlalu keluar rumah untuk segera berangkat.

Nayyara pergi mengendarai sepeda motor Matic kesayangannya, yang mana dia dapatkan sebagai hadiah ulang tahun yang Nayyara terima dari sang Nenek beberapa tahun lalu. Bahkan, sekarang benda itu menjadi sebuah kenangan baginya saat ia merindukan sang Nenek yang baru saja meninggal beberapa bulan yang lalu.

Nayyara tiba di depan toko dengan disambut ketiga orang pekerjanya. Meskipun Tokonya terlihat kecil namun Nayyara memiliki banyak pelanggan tetap yang selalu setia membeli dan memesan untuk acara-acara tertentu. Nayyara tidak hanya menyediakan berbagai kue untuk dijual, namun ia juga menerima segala bentuk pesanan yang datang ke tokonya.

“Nayy, hari ini banyak pesanan yang berdatangan untuk dibagi-bagikan ke panti asuhan dan juga kepada anak-anak yang hidup di jalanan. Pemesan ingin bersedekah untuk menyambut putri pertama mereka setelah sekian lama menunggu,” ucap Salwa menjelaskan dan member tahu bahwa ada pesanan yang baru masuk, Salwa adalah salah satu pekerja Nayyara yang bekerja di toko milik Nayyara.

Nayyara tidak ingin di panggil dengan sebutan lain selain namanya sendiri, karena baginya. Mereka semua ini sama, sama-sama saling membutuhkan dan juga sama-sama mencari uang jadilah para karyawan hanya memanggilnya dengan nama Nayyara walaupun Nayyara termasuk atasan mereka.

“Apa kalian sanggup mengerjakannya? Kalau kalian bilang iya, maka aku akan mengikut saja,” ujar Nayyara tersenyum dengan ramah, Nayya tidak mau membebani mereka dengan nekat mengambil banyak pesanan, jika mereka tidak sanggup maka Nayyara pun tidak mau memaksa.

“Iya, kami sanggup.” Mereka menjawab dengan bersemangat membuat Nayyara pun jadi ikut bersemangat.

“Baiklah, mari kita kerjakan,” ucap Nayyara sambil merangkul bahu Salwa menuju dapur, sedangkan Zahira dan juga Keisha menjaga di depan untuk melayani pembeli yang datang.

Di tempat lain, seorang laki-laki sedang bermesraan dengan wanita yang tak lain adalah Rania. Keseharian Rania sepulang kuliah adalah keluyuran bersama teman-temannya dan juga pacar barunya. Ya seperti yang terlihat sekarang ini, Rania selalu merasa iri dengan kehidupan Nayyara, ia merasa insecure setiap bersampingan dengan Nayyara yang terlihat lebih cantik, pintar dan juga disukai oleh banyak orang. Bahkan Rania tidak segan-segan untuk mengambil segala milik Nayyara termasuk Zio kekasih dari kakaknya sendiri dan pastinya hal itu diketahui oleh Bundanya, biarpun begitu Bunda selalu berpikir bahwa kebahagiaan Rania adalah nomor satu.

“Sayang, setelah ini kita akan pergi ke mana?” tanya Zio pada Rania yang masih sibuk menyeruput minuman miliknya hingga tandas tak tersisa.

“Ada satu tempat yang ingin aku kunjungi,” jawab Rania dengan senyum yang sulit diartikan.

“Baiklah princess, aku akan menemani kemana pun kamu pergi,” ujar Zio dengan mengelus lembut punggung tangan Rania membuat Rania tersenyum.

Nayyara sedang beristirahat dan juga mencoba untuk merenggangkan otot-ototnya, ia merasa sangat kelelahan dengan pesanan yang sedang mereka kerjakan sekarang ini. Namun meski begitu Nayyara merasa bahagia, dengan begitu ia akan dengan mudah mengumpulkan uang untuk merenovasi Toko Kue miliknya dan mengubahnya sesuai dengan kesanggupannya.

Saat sedang sibuk menikmati makan siangnya, Nayyara kedatangan tamu yang membuatnya kehilangan selera makan. Ia menatap kedua orang itu dengan wajah datarnya, mereka adalah Rania dan Zio mantan pacarnya itu, sepertinya Rania sengaja datang ke toko bersama Zio hanya untuk memanas-manasi Nayyara saja.

“Mau apa ke mari?” tanya Nayyara ketus.

“Aku hanya ingin melihat keseharian Kakakku di tempat yang tak layak ini,” ucap Rania meremehkan sambil menatap sekitar, sedangkan Zio masih terdiam menatap wajah lelah Nayyara gadis yang dulu pernah mengisi hatinya itu sebelum Rania.

“Kalau tidak ada keperluan, lebih baik sekarang kamu pulang dan bawa pacar kamu ini. Aku sedang tidak menerima tamu,” ucap Nayyara mengusir mereka dari hadapannya.

“Ck! Sombong sekali, aku juga tidak sudi berlama-lama di tempat kumuh ini, aku hanya ingin memberitahu bahwa sekarang aku sudah resmi pacaran sama Zio,” ujar Rania bergelayut manja di lengan Zio sengaja ingin membuat Nayyara cemburu.

“Oh, selamat ya, semoga kamu tidak mengalami hal yang sama sepertiku. Ditinggalkan saat mendapatkan pengganti yang lebih menguntungkan,” ucap Nayyara berlalu meninggalkan kedua orang itu dan melanjutkan pekerjaannya.

Sedangkan Rania merasa sangat kesal pada Nayyara, awas saja ia akan mengadukan sifat Nayyara pada Bundanya. Dia yakin saat tiba di rumah nanti Nayyara akan mendapatkan hadiah yang spesial darinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status