‘Gerald, kamu makin ganteng banget sekarang. Kemana aja kamu, Sayang?’ batin Tante Sonya.
Ketika Gerald sedang menjalankan tugas memijat Pak Hendrawan, Tante Sonya pun sama sekali tidak memejamkan mata walau tadi dia sudah beralasan ngantuk pada suaminya.
Tante Sonya hanya telentang seraya memandangi langit-langit kamar. Masih serasa bermimpi bisa bertemu kembali dengan Gerald setelah sekian purnama kehilangan jejaknya. Gerald laksana hilang ditelan bumi dan lautan. Tante Sonya bahkan menduga Gerlad telah kembali ke kampung halamannya dan tak kembali.
Hati sang wanita karir itu kembli bergejolak dan berdebar-debar tak menentu. Jiwanya meronta ingin menemani suaminya yang sedang dipijit agar dia bisa memandangi wajah lelaki muda yang teramat dirindukannya itu dengan leluasa.
Kerinduan yang sudah menggunung tentu saja belum terbayarkan lunas hanya dengan memandangnya sekilas.
Namun Tante Sonya berusaha sekuat mungkin menahan dan mengendalikan segala gejolak dalam dirinya. Bukan hanya keutuhan rumah tangganya yang sedang dipertaruhkan, namun masa depan Gerald sebagai mahasiswa suaminya pun harus dijaga.
Tante Sonya tidak ingin Gerald mendapat masalah jika suaminya sampai tahu apa yang pernah terjadi antara mereka.
Hati Tante Sonya sudah tak sabar ingin mengetahui kemana saja Gerald menghilang selama enam bulan. Dia juga ingin segera memiliki nomor kontak Gerald agar bisa kembali berkomunikasi dan mengatur pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Namun Tante Sonya kembali harus menahan perasaannya, karena sikon yang sangat tidak memungkinkan.
Pengalaman pertama bercinta dengan Gerald merupakan moment terdahsyat yang pernah dirasakan Tante Sonya. Tidak pernah sekalipun dia bisa melupakannya walau sudah berkali-kali berusaha menepis semua bayangan itu. Bahkan dia sempat mengalihkan perhatiannya pada lelaki muda lainnya.
Namun bayangan Gerald tidak bisa tergantikan dan Tante Sonya justru hanya menemukan kekecewaan dari lelaki selain Gerlad.
Setelah usai melaksanakan pendidikan dan latihan di Jepang, dan menyadari telah kehilangan Gerald karena nomornya pun tidak aktif, Tante Sonya hidup tersiksa karena memendam cinta, rindu dan kecewa yang mendalam.
Akhirnya dia pun mulai melirik para lelaki seusia Gerald. Namun tak ada satu pun yang memenuhi ekspresinya bahkan tak satu pun yang cocok dengan hatinya. Bukan masalah fisik namun feel yang tak bisa dapatkan.
Tante Sonya pernah juga menjalin hubungan asmara dengan Gavin, lelaki muda anak buahnya di kantor. Namun dia harus menelan pil pahit yang sangat ketir.
Gavin yang berpenampilan sangat gagah dan macho, ditunjang dengan wajahnya yang tampan rupawan, ternyata memiliki orientasi seksual yang belok. Gavin lebih suka bermesraan dengan sesama pemilik batangan.
Setelah mengetahuinya, Tante Sonya segera menghempaskan nama Gavin dari lubuk hatinya. Informasi dari beberapa sumber yang bisa dipercaya, Tante Sonia pun seara tak sengaja menemukan fakta-fakta mencurigakan foto Gavin yang sedang bermesraan dengan sesama lelaki di sosial medsos lelaki pasangannya Gavin.
Setelah petualangan tak berujung dengan beberapa brondong, Tante Sonya masih tetap penasaran dengan Gerald. Hampir setiap hari dia mencari dan mencari keberadaannya.
Pernah beberapa kali juga dia nongkrong dalam mobil dekat pusat-pusat keramaian. Namun tak pernah sekalipun dia menemukan pemuda kampung super jantan yang benar-benar telah menaklukan hatinya.
“Akhirnya aku menemukanmu lagi, Gerald,” bisik Tante Sonya seraya tersenyum.
Setelah Gerald pulang, Tante Sonya baru berani menemui suaminya yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. Dia tak sabar ingin mengorek informasi apa saja yang diobrolkan suaminya dengan Gerald saat sedang dipijat. Syukur-syukur kalau suaminya tidak sengaja memberikan nomor kontak Gerald yang baru.
Tante Sonya sengaja bersikap mesra luar dari biasanya, sebagai ucapan terima kasih karena suaminya telah membawa Gerald kembali bertemu dengannya. Hal itu tentu saja tidak mungkin diungkapkan dengan kata-kata.
“Aduh Pah, maaf ya mama tadi ketiduran.” Tante Sonya menyapa suaminya. ”Papa sudah makan belum?” lanjutnya dengan sikap yang makin mesra.
“Belum,” jawab Pak Hendrawan singkat.
“Loh kok belum sih? Kenapa gak ngebangunin mama, Pah? Gerald sudah pulang ya?” tanya Tante Sonya berpura-pura tidak tahu. Namun dia sedikit merasa berdosa karena tidak cepat-cepat keluar dari kamar, padahal jam di dinding telah menunjukkan pukul 10 malam, sedangkan suaminya belum makan.
“Habis, kayaknya Mama nyenyak banget tidurnya,” balas Pak Hendrawan sambil melirik istrinya.
“Hmmm, gimana cocok gak dipijat sama Gerald?” Tante Sonya mengalihkan topik pembicaraan.
“Luar biasa, beda banget dengan pijatan Pak Uday. Gerald benar-benar memahami anatomi dengan sangat baik. Sama sekali tidak menimbulkan sakit. Berasa dielus-elus sampai papa ketiduran dan tahu-tahu udah beres. Nanti Mama harus nyoba juga pijatannya Gerald.” Pak Hendrawan merayu istrinya yang cenderung memaksa.
“Eh…. Ini be..beneran mama boleh dipijat sama cowok? Kan nanti mama harus buka baju kali, Pah? Emang Papa gak keberatan mama buka baju depan lelaki lain?” Tante Sonya kembali memastikan tawaran suaminya.
“Coba aja dulu, Mah. Kalau memang gak nyaman atau risih kan bisa dihentikan. Gerald paham kok kalau Mama belum pernah dipijat sama lelaki manapun.” Pak Hendrawan terus mencoba meyakinkan istrinya.
“Heran deh, kok dulu-dulu Papa gak pernah nawarin mama dipijat sama Pak Uday. Ada apa sih, kok sekarang maksa banget?” Tante Sonya pura-pura merajuk.
“Entahlah Mah. Pokoknya papa merasakan perbedaan yang sangat nyata antara pijatan Pak Uday dengan Gerald. Lagian papa sebenarnya gak terlalu suka dengan Pak Uday.” Pak Hendrawan memberikan jawaban yang sebenarnya sedang dia renungkan sejak tadi.
“Kenapa?” Tante Sonya mengernyitkan dahinya seraya inens mentap wajah suaminya yang justru tampak sangat cerah.
“Pak Uday yang udah tua bangka itu, matanya selalu jelalatan kalau liat Mama. Beda dengan Gerald yang sangat profesional dan santun.” Pak Hendrawan kembali membrikan jawaban lugas sambil tetap memuji-muji Gerald.
Tante Sonya tersenyum menanggapi ucapan suaminya. Hatinya pun berbunga-bunga karena dia pun merasakan hal yang sama. Malah lebih dari itu.
‘Pak Uday sih cuma jelalatan matanya doang, Pah. Kalau Gerald malah udah menjilatin Mama, hehehe.’ Tante Sonya berujar jujur dalam hati.
“Mau ya Mah, kapan-kapan atau nanti-nanti dipijat sama Gerald?” Pak Hendrawan kembali merayu.
“Beri alasan yang lain, selain pijatannya eunak banget, hehehe,” tantang Tante Sonya. “Maksudnya biar Mama bisa benar-benar yakin, jika mama memang harus dipijat oleh mahasiswa Papa itu.” Tante Sonya menjelaskan tantangannya.
“Emmm, tapi mama gak akan tersinggung kan?” Pak Hendrawan menatap ajah istrinya lekat-lekat.
“Loh kenapa harus tersinggung, itu kan hanya alasan Papa, bisa mama terima atau tidak. iya gak?”
“Betul. Sebenarnya Papa mendapat rekomendasi dari Pak Juang, untuk mencoba terapisnya Gerlad. Pak Juang juga ternyata kan gak jauh beda dengan Papa. Sekarang dia sudah sembuh total,” terang Pak Hendrawan kemudian.
“Lah, terus mengapa Mama harus juga dipijat sama Gerlad? Kan yang diterpisnya Papa?” Tante Sonya masih belum paham.
“Ini uniknya terapis ala Gerlad, Mah. Suaminya ditingkatakan keperkasaanya, sementara istrinya juga dibangkitkan gairahanya.”
“Hah, masa sih?”
“Yes, keduanya dia terapi dengan cara pemijatan. Jadi hasilnya akan sangat berimbang dan berkaitan gitu, Mah.” Wajah Pak Hendrawan semakin semringah karena mendapati gelagat istrinya yang begitu antusias, menanggapi usulannya.
Tante Sonya sangat ingin meloncat dan berteriak kegirangan. Namun dia masih sadar untuk tetap duduk tenang di samping suaminya. Masih banyak pertanyaan yang terisa dalam benak yang harus mendapat jawaban dari suaminya. Tante Sonya teremnung sambil memutar otak, mencari dan menyusun kata serta kalimat yang tepat untuk penyelidik tanpa harus dicurigai. “Emangnya mau kapan Gerald ke sininya lagi? Tumben Ioh Papa ampe segitunya maksa mama. Ada apa denganmu? Hehehe…” Tante Sonya kembali berpura-pura santai dan keberatan untuk menutupi rasa senangnya yang membuncah dalam dada. “Kapan aja bisa, tapi papa janjian sama Gerald minggu depan, bisa kan Mah? Maksudnya, Mama gak ada kegiatan di luar kota kan minggu depan?” Pak Hendrawan pun tak kalah antusiasnya. “Sepertinya sih gak ada. tapi gimana dengan Edgar? Mama malu, gak bernai dipijat lelaki lain kalau ada Edgar di rumah.” Tante Sonya menyoal anak bungsunya yang sudah duduk di bangku SMA. “Mama kayak gak tahu aja, malam Sabtu dan malam
Tujuh bulan yang lalu sebelum Tante Sonya bertemu Gerald. Siang ini Tante Sonya sedang kedatangan tamu penting di ruangan kantornya. Dia bahkan harus berpesan pada sekretarisnya agar tidak mengganggunya, dan melarang siapapun masuk ke ruangannya. Tamu penting yang dihadapi Tante Sonya adalah dua orang pejabat dari dinas departemen perikanan dan kelautan setempat. Pak Handoyo dan Pak Guntoro, merupakan orang penting dan memiliki kewenangan penuh dalam memuluskan kerjasama proyek ekspor benih lobster ke beberapa negara termuka di kawasan Asia dan Amerika, terutama negara Jepang yang benar-benar diincar oleh perusahaan tempat Tante Sonya mengabdi. Tante Sonya memiliki tugas dan tanggung jawab penuh agar proyek tersebut sukses dan berkelanjutan. Bonus besar dan kesempatan tinggal di Jepang selama tiga bulan sudah menanti Tante Sonya, jika tender proyek itu benar-benar dimenangkan oleh perusahaannya. Guna kepentingan hal tersebut di atas, Tante Sonya berusaha bersikap manis kepada dua t
Pak Handoyo lalu menyerahkan dokumen tersebut kepada Pak Guntoro untuk ditanda tangani setelah dia sendiri menandatanginya. Lalu setelah selesai Pak Guntoro pun memperlihatkan dokumen tersebut pada Tante Sonya. Dan seketika itu juga hati Tante Sonya bersorak. Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan bernegosiasi dengan dua bandot yang terkenal sangat licik ini. “Maksud saya begini Bu. Saat ini kami sama sekali tidak sedang butuh teman seorang selegram atau artis tiktok sekalipun. Kami melihat penampilan dan tubuh Bu Sonya jauh lebih menarik dan menggairahkan.” “Hah!” Tante Sonya membelalakan matanya tanpa bisa berkata-kata. “Tetapi maaf Bu, kami tidak memaksa. Kalau Ibu keberatan dengan terpaksa kami pun akan pamit dengan membawa kembali dokumen ini, hehehe.” Pak Handoyo terkekeh licik. “Maksudnya Bapak-bapak mengingkan tubuh saya, begitu?” tanya Tante Sonya sambil mengernyitkan dahinya. Tante Sonya benar-benar tidak menyangka orang-orang ini menginginkan tubuhnya yang dia pikir t
Gerald sedang dirundung malang. Pikirannya suntuk karena kuliahnya terancam droup out akibat orang tuanya benar-benar mengalami kesulitan ekonomi yang sangat dahsyat. Gerald sebannya tidak tinggal diam. Setiap hari mendatangi banyak restaurant, kantin, kios, bengkel hingga warung-warung kecil yang mungkin sedang membutuhkan karyawan lepas. Gerald mau bekerja apa saja asal tetap bisa melanjutkan kuliahnya yang tinggal dua tahun lagi. Namun semua nihil. Ketika itu sudah hampir empat Gerald tinggal di kostan Bu Ana. Tinggal di sana awalnya secara tidak sengaja dia dipertemukan dengan Bu Ana di pasar. Waktu itu Bu Ana yang sedang berbelanja kecopetan tas tangannya yang berisi uang dan perhiasan yang akan dijualnya, atas tukar tambah yang lebih besar. Bu Ana berteriak minta tolong. Banyak yang mengejak copet itu, namun Gerald yang kebetulan ada di sana yang bisa menangkap copet itu sekaligus mengambil tas Bu Ana. Sang copet babak belur dihamili masa, sementara Gerald mengembalikan tas t
Alasan yang dibuat-buat pada Bu Ana, akhirnya membuat Gerald bingung sendiri. Sejatinya dia sama sekali tidak punya janji dengan siapapun. Gerald belum banyak punya teman, dan hampir semua temannya tidak tinggal di kost. Mereka bersama orang tuanya dan cukup jauh. Sebagai lelaki yang sudah mengenal dunia esek-esek dan bahkan sudah pernah beberapa kali melakukan hubungan badan, Gerald bukan tidak tahu gelagat Bu Ana yang sepertinya akan membawa dia menuju sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan. Gerald sangat paham, namun dia juga masih menjaga menocba menjaga kewarasannya dan berusaha menjunjung tinggi moral dan etika. Biar bagaimana pun Bu Ana adalah wanita yang sangat dihormatinya. Dan walau tidak terlalu kenal dengan suaminya, namun Gerald yakin Pak Sukardi orang baik. Sebenarnya Gerald tadi sempat berpikir untuk memanfaatkan kesepian Bu Ana. Kalau boleh jujur, Gerald selama ini pun sangat memahami kebaikan Bu Ana pada dirinya yang relatif agak berlebihan dan berbeda, bukan
‘Semoga saja Tante Sonya seorang pengusaha dan mau mengajak aku bekerja di perusahaannya. Kalau dilihat dari penampilannya sepertinya dia memang seorang pengusaha. Semoga saja ini adalah jawaban atas semua doa-doaku dan ibuku. Semoga ada rizki buatku dan kedua adikku, Amiin,’ ucap Gerald dalam hati. Dengan dada yang terasa lega dan disorong sebuah harapan baru dan semangat membara, Gerald mencari barang yang sedang dicari Tante Sonya. Dan sama sekali tidak ada kendala karena memang barang tersebut sangat mudah dicari hampir di semua toko yang menjual aksesotis kendaraan. Ketika akan balik kanan kembali dari toko hendak menemui kembali Tante Sonya, Gerald menghentikan langkahnya karena posnsel yang disimpan di saku celananya bergetar pertanda ada panggilan masuk. “Assalamulaikum Bu,” Gerald pun langsung membuka percakapan telpon dengan ibu kostanya. “Waalaikumsalam, Gerald sekarang sedang di mana?” tanya Bu Ana dengan nada yang terdengar sedikit cemas. “Saya sedang di rumah teman
[Ger, kalau ada waktu, besok tante tunggu di tempat yang nanti tante infokan, kira-kira jam makan siang. Bisa gak] Gerald membaca pesan singkat dari Tante Sonya dengan wajah yang berbinar-binar. Kala itu dia baru saja naik angkot hendak pulang ke kostannya. [Siap Tante] Dengan sigap Gerald segera membalasnya. [Oke, nanti tante infokan lagi ya] balasan dari Tante Sonya kembali masuk dan Gerald membalasnya dengan emot kepalan tangan siap!. Walau tidak tahu apa maksudnya Tante Sonya mengajak kembali bertemu, namun Geralad langsung menyetujuinya karena sangat yakin akan banyak kebaikan setelahnya. Bukan hanya sekedar materi, namun Tante Sonya memang sanggup membuat Gerald nyaman dan percaya diri saat bersamanya. Hampir saja Gerald melanjutkan chatnya itu dengan menanyakan kebernaran jumlah uang yang diberikan Tante Sonya padanya, takutnya salah hitunga atau salah ngasih. Namun dia pikir lebih baik besok ditanyakan langung saat bertemu. Dan Gerald berusaha untuk tidak dulu memakainya, s
Sore sampai malam di hari pertama itu, tugas Gerald benar-benar hanya menemani Umi Yani. Walau pada awalnya tidak terlalu saing kenal, namun lama kelamaan mereka pun menjadi sangat akrab. Terlebih lagi Umi Yani tipe orang yang mudah terbuka kepada orang yang bisa dipercaya. Selama ini Umi Yani memang tidak kenal terlalu dekat dengan Gerald, namun nama Gerald bukanlah sesuatu yang baru baginya. Ustad Umar, Umi Anisa dan tetangga lainnya beberapa kali menceritakan kebaikan seorang Gerald. Umi Yani juga sangat yakin, tidak mungkin adik iparnya meminta Gerald menemaninya, jika pemuda itu tdak bisa dipercaya. Umi Yani justru akan menolak mentah-mentah jika Bang Andre yang menemaninya. Dia sudah tahu siapa Andre yang sebenarnya. Gerald juga mulai mengetahui jika Umi Yani aslinya berasal dari Kuningan. Sementara Ustad Buyamin, berasal dari Bandung sama seperti Ustad Umar. Umi Yani telah dikaruniai tiga anak yang sudah dewasa. Dua laki-laki, satu perempuan. Semua sudah menikah dan tinggal b